Quantcast
Viewing all 562 articles
Browse latest View live

Arwah Tumbal Nyai: Part Nyai, dan 5 Alasan Logis Kenapa Kamu Harus Nonton Film Horor yang Satu Ini

Sejak menonton part Arwah, yakni bagian pertama dari trilogi Arwah Tumbal Nyai, sebenarnya saya sudah memutuskan nggak akan menonton dua sekuel lanjutannya: part Nyai dan part Tumbal. Tapi, beberapa hari terakhir ini saya merasa gelisah dan gundah gulana. Rasanya kurang afdol kalau saya cuma nonton bagian pembukanya saja.

Maka dari itu, saya pun memberanikan diri untuk menyaksikan langsung part Nyai.

Dan ternyata Nyai nggak semenjengkelkan Arwah. Nyai tampil dengan sangat menghibur berkat… banyak hal menarik yang bisa ditertawakan. Jadi kalau kamu ragu untuk nonton part Nyai, saya bakal beri kamu 5 alasan untuk menontonnya.

Image may be NSFW.
Clik here to view.

1. Ayu Tingting sedikit lebih baik dari Zaskia Gotix

Untuk urusan pemeranan, Nyai memang unggul tipis dibanding Arwah. Ayu Tingting yang berperan sebagai petugas penyobek tiket bioskop bernama Rosma lebih mampu memberikan nyawa bagi karakternya dibanding Zaskia Gotix di Arwah. Seenggaknya saya bisa ikut merasakan apa yang dirasakan Rosma.

Takut, gelisah, khawatir… saya ikut merasakan itu semua.

2. Mempertahankan kekonyolan cerita

Selain review filmnya, saya juga pernah membahas keanehan Arwah. Bagi yang belum baca, kamu bisa baca dulu di sini.

Dalam artikel tersebut, saya menyebutkan beberapa keanehan cerita yang ditulis oleh Aviv Elham (Tali Pocong Perawan, Jaga Pocong). Keanehan dalam Arwah tersebut mungkin lebih tepat untuk dikatakan sebagai kekonyolan cerita, dan itu masih dipertahankan secara konsisten oleh Aviv dalam Nyai.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Tokoh Aki yang muncul di mana saja dan kapan saja. Lebih tidak jelas dibanding kemunculannya di Arwah/via youtube.com

Contohnya ketika Rosma diceritakan baru pulang dari kerjaannya. Lalu adegan menuntunnya pada sebuah parkiran atau basement. Penonton yang melihat adegan tersebut mungkin bakal mengira Rosma pergi ke parkiran untuk ambil mobil dan buru-buru pulang ke rumah, setelah sebelumnya ia ditakuti-takuti setengah mampus di bioskop.

Sayangnya Rosma hanya bisa mengecek mobil yang ada di parkiran satu per satu, sebelum akhirnya ia sadar bahwa ia nggak punya mobil!

Lalu Rosma digambarkan menaiki jembatan busway, tapi akhirnya ia pulang diantar ojek online. Ya Tuhan, mau pulang kerja saja pakai drama segala. Padahal si Rosma ini cukup pergi ke depan mall, terus pesan ojek online. Benar ‘kan begitu?

3. Nyai yang nggak konsisten, nyai yang nggak memiliki motivasi

Sosok Nyai adalah antagonis utama dalam film ini. Jika kamu belum tahu, dalam masyarakat Sunda, Nyai itu pasti merujuk pada perempuan. Nggak ada laki-laki yang disebut nyai. Kamu nggak akan pernah menemukan laki-laki bernama Edward dipanggil Nyai Edward.

Tapi entah kenapa setiap kali Nyai muncul di film ini, penampakannya lebih menyerupai sosok laki-laki.

Selain itu, Nyai digambarkan sebagai teman main Nayla, anaknya Rosma, yang muncul semenjak neneknya Rosma, Naroh (Jajang C. Noer) meninggal. Sejak saat itulah Nyai meneror Rosma, tantenya Rosma, hingga kekasih bayangannya Rosma yang bernama Reno (Raffi Ahmad). Semua yang berhubungan dengan Rosma, nggak lepas dari terornya si Nyai.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Mungkinkah dalam dunia ‘per-Nyai-an’ nggak ada yang namanya jenis kelamin? Cool!/via youtube.com

Tapi satu hal yang patut dipuji dari teror Nyai adalah ketidakjelasan motivasinya. Untuk alasan apa ia meneror Rosma dan keluarganya, itu nggak pernah dijelaskan. Jadinya, sepanjang film saya hanya disuguhi adegan Rosma yang ketakutan di balik loker; Rosma yang ketakutan di toilet; Rosma yang ketakutan di lorong bioskop; Rosma yang ketakutan di basement; hingga Rosma yang ketakutan di rumahnya sendiri.

Belakangan diketahui, Nyai memiliki perjanjian pribadi dengan Naroh. Kurang lebih isi perjanjiannya adalah anak dan cucunya Naroh akan meneruskan pengabdiannya pada Nyai setelah Naroh meninggal.

Tapi ya dasar si Nyai ini nggak konsisten, bahkan sama perjanjiannya dengan Naroh. Yang dijadikan penerus malah Nayla bukannya Rosma. Kalau ditarik dari silsilah keluarga, Nayla kan cicitnya Naroh. Argh...!

4. Naroh nggak ada kerjaan

Di Arwah, Minati Atmanegera bersekutu dengan setan dengan alasan agar dirinya tetap cantik dan populer sebagai penari jaipong. Sedangkan dalam Nyai, Jajang C. Noer malah nggak meminta apa-apa dari setan.

Nyai cuma menjelaskan alasan Naroh mengikat perjanjian dengan dialog: “Terimakasih atas ilmu yang sudah diberikan kepada saya.” Ini sebetulnya Nyai itu setan atau dosen yang lagi ngisi kuliah umum?

Nyai nggak ngasih apa-apa buat Naroh, tapi Naroh rela mengabdi pada Nyai tanpa syarat apa pun. Maka dari itu, saya punya tiga penjelasan kenapa Naroh bertingkah seperti itu.

Pertama, mungkin Nyai itu tokoh yang begitu karismatik dan panutan umat, sampai-sampai Naroh rela memberikan loyalitasnya.

Kedua, jangan-jangan Naroh dan Nyai adalah orang yang sama, mengingat Nyai pun munculnya dari lukisan Naroh?

Ketiga, keputusan Naroh mencerminkan suatu kebodohan yang hakiki. Ya minimalnya kan Naroh bisa minta banyak uang atau apa lah.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Tapi melihat Ayu Tingting kesurupan boleh juga sih. Sayang scene-nya cuma sebentar/via youtube.com

5. Ini film jadi bikin penasaran dengan bagian penutupnya, Tumbal

Trilogi ini akan ditutup oleh part Tumbal, yang mana Dewi Perssik bakal jadi karakter sentral di dalamnya.

Di Nyai sendiri, Dewi Perssik hanya muncul sebanyak dua kali. Pertama kemunculannya terjadi di satu kafe, di mana ia secara nggak sengaja menabrak Rosma. Hampir sama-lah dengan kemunculannya di Arwah. Tapi dialognya agak sedikit menggelitik sih. Begini kira-kira:

Dewi Perssik: “Sepertinya kita pernah bertemu (sambil mengambil benda pusaka yang ia jatuhkan dari Rosma dan menatapnya dengan tatapan mesra).”

Rosma: “Terima kasih (meski ia sendiri terlihat bingung, mendapat tatapan mesra dari orang asing sampai sebegitunya).”

Dewi Perssik: “Ini kartu nama saya (kemudian ia pun berlalu).”

Dalam hati pasti Rosma bingung, ini cewek siapa dan ngapain kasih kartu nama segala?

Image may be NSFW.
Clik here to view.
“Tatap mata saya. 1 2 3, pejamkan mata Anda”/via youtube.com

Pertemuan kedua antara Rosma dan Dewi Perssik terjadi di kuburan Reno. Itu pun sama dengan pertemuan sebelumnya, hanya diisi oleh adegan saling tatap-menatap. Padahal kalau saya jadi Rosma sih, itu kesempatan baik untuk balikin kartu nama orang asing yang nirfaedah. Hahaha.

Jadi, kira-kira apa hubungan antara Syurkian, Rosma, dan Dewi Perssik? Untuk menjawabnya, saya akan kembali menginvestasikan akal sehat saya untuk menonton Tumbal.

Image may be NSFW.
Clik here to view.

Sebetulnya masih banyak hal menarik yang bisa dibahas, tapi mending buktikan sendiri dengan menonton langsung ya. Dan jangan lupa, promo tukar tiket dengan minyak goreng berlaku juga untuk Nyai. Selamat berburu minyak goreng!

- Advertisement -

The post Arwah Tumbal Nyai: Part Nyai, dan 5 Alasan Logis Kenapa Kamu Harus Nonton Film Horor yang Satu Ini appeared first on Selipan.com.


5 Penempatan Produk Iklan dalam Film yang Muncul di Waktu Kurang Tepat

Pernah membayangkan jika Superman memakai kolor warna pink yang mereknya kelihatan banget? Kolor warna pink itu dilengkapi juga dengan nama Clark Kent yang ditulis pakai spidol, biar nggak ketukar sama kolornya Batman. Walaupun terdengar absurd, itu adalah contoh kasar dari penempatan produk iklan dalam film (bahasa English-nya product placement) yang terlalu dipaksakan.

Lah, meski sekarang Superman udah jarang pakai kolor di luar celana, tapi dari dulu ia terkenalnya suka pakai kolor merah polos tanpa merek ‘kan?

Ya, memang, menempatkan iklan dalam film itu gampang-gampang susah. Beberapanya ada yang sukses seperti FedEx di film Cast Away (meskipun FedEx nggak beriklan di film itu); beberapanya ada yang gagal.

Dan di artikel ini, saya akan mengajak kamu untuk melihat penempatan produk iklan yang muncul di waktu dan film yang kurang tepat.

1. X Box Kinect – Paranormal Activity 4

Image may be NSFW.
Clik here to view.
via polygon.com

Berbeda dengan karya pendahulunya, film keempat dari Paranormal Activity ini memanfaatkan Kinect dari Xbox untuk mendeteksi keberadaan makhluk halus. “Lho, memangnya kenapa kalau karakter di film ini pakai Kinect?”

Oke, film ini memang menceritakan kenapa karakter-karakternya memakai Kinect lewat plotnya. Tapi masalah utamanya begini:

Kenapa Microsoft dan Xbox mau aja produk bikinan mereka dipakai untuk hal-hal berbau supernatural? Ini menyimpang jauh dari fungsi Kinect yang sebenarnya. Coba bayangkan kamu menyuruh teman untuk mengiklankan roti yang dibuat dengan cucuran keringat dan air mata, tapi ia malah memakai roti itu untuk mendeteksi hantu. Gimana tuh perasaan kamu?

Atau bagaimana kalau Harry Pantja di film Jelangkung ditegur sama Winky Wiryawan:

“Kamu mau panggil hantu pakai Jelangkung? Tidak, jangan pakai itu. Saya punya ide yang jauh lebih bagus dari ide sampah kamu. Ayo kita main Guitar Hero, niscaya Suster Ngesot bakal datang!”

Image may be NSFW.
Clik here to view.
“Hai! Barusan kamu ya yang memanggil saya lewat Guitar Hero? Shulololololo!”/via wow.tribunnews.com

2. Pepsi – World War Z

Sesungguhnya, nggak ada yang salah dari penempatan iklan Pepsi di World War Z. Hanya saja waktu penempatannya terasa agak konyol.

Ketika film udah menyentuh bagian klimaks akhir, saat itulah Pepsi muncul. Lebih spesifiknya yakni sebelum Brad Pitt menyelamatkan dunia (kalau nggak salah ingat). Dan ya, Brad Pitt akhirnya menenggak minuman bersoda itu.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
“Masa bodoh dengan dunia! Yang penting saya bisa melepas dahaga dengan minum minuman bersoda!”/via allocine.fr

Melihat adegan tersebut, saya jadi membayangkan Brad Pitt berkata seperti ini dalam hati:

“Uggh… dunia sudah hancur lebur! Zombie berkeliaran di mana-mana, dan akulah yang menanggung beban untuk menyelamatkan dunia. Hanya diriku yang bisa! Tapi sebelum beraksi, minum Pepsi dulu ah… Pepsi selalu menemani hari-hariku di saat kiamat zombie ini.”

3. Dunkin Donuts – Jack & Jill

Khusus untuk Dunkin Donuts, mungkin mereka cuma kurang beruntung dengan menempatkan produk di film yang salah. Film itu adalah Jack & Jill, sebuah karya komedi yang garing abis, yang sangat dipenuhi iklan, dan yang dihajar habis-habisan dengan kritikan negatif oleh para kritikus.

Iklan Dunkin Donuts sendiri muncul di bagian akhir film, dengan didukung Al Pacino yang tiba-tiba mempertunjukkan kemampuan bernyanyi dan aksi dansanya di gerai Dunkin Donuts. Alih-alih dibikin tertarik mendatangi gerainya, saya malah menaruh simpati, baik untuk produk yang diiklankan maupun Al Pacino.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Mau tahu kabar terbaru the Godfather setelah ia pensiun dari dunia mafia? Terkuak, ini dia jawabannya!/via askmen.com

Yaah… saya nggak menyangka aja sang Godfather Michael Corleone bakal joged-joged kayak gitu.

4. American Airlines – Home Alone 2

Image may be NSFW.
Clik here to view.
via dailyedge.ie

Selain sebagai hiburan bagi anak-anak di liburan Natal dan Tahun Baru, menurut saya Home Alone punya pesan tersendiri bagi para orangtua di seluruh dunia: sebanyak-banyaknya anak yang kamu punya, jangan sampai melalaikan dan melupakan mereka.

Dalam Home Alone, Kevin McCallister yang diperankan Macaulay Culkin ditinggal sendirian di rumah. Kondisinya itu nggak berubah jauh di Home Alone 2, di mana Kevin ditinggalkan oleh keluarganya saat ia tersesat di bandara.

Dan saat kerepotan mencari orangtuanya, Kevin malah disuruh menaiki pesawat yang berbeda dari yang ditumpangi keluarganya. Siapa yang menyuruh Kevin? Orang yang dimaksud adalah pramugari American Airlines.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
“Kamu lihat orangtua kamu? Nggak ada? Ya sudah, kamu duduk saja di sebelah om-om itu ya”/via playbuzz.com

Jadi, apakah Home Alone 2 pengin menyampaikan pesan kalau pramugari American Airlines itu nggak becus mengurusi penumpang? Saya juga nggak mengerti.

Ini kayak saya melihat iklan maskapai yang bintangnya berkata: “Ingin bepergian ke luar negeri dengan harga terjangkau? Ajak keluarga Anda dan pakailah maskapai penerbangan kami. Kami akan menjamin anak Anda menaiki pesawat dengan destinasi berbeda dari Anda. Tak perlu khawatir dengan nasibnya, serahkan saja pada takdir.”

5. A&W – Supergirl

Supergirl yang dimaksud di sini bukan versi serial TV, tapi versi filmnya yang rilis tahun 1984.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
“Supergirl loves chicken biscuits!”/via flickriver.com

Kamu yang lahir tahun 90-an ke atas mungkin belum nonton Supergirl ala 80-an ini. Asal kamu tahu, di dalamnya ada adegan di mana Supergirl dikepung pria yang punya niat dan nafsu jahat lho. Kamu pasti ngerti lah menjurus ke arah mana nafsu jahat tersebut.

Sebagai pahlawan super, penjahat kelas teri kayak gitu udah pasti bisa dikalahkan sama Supergirl. Tapi di adegan itu, ada satu pemandangan yang mungkin agak menyesakkan bagi petingi-petinggi A&W.

Ya, salah satu penjahat itu mengenakan kaus berlambang A&W dengan bangga.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
“A… apa!? Supergirl suka chicken biscuits!? Oh no…!”/via cookiemonstermovereviews.wordpress.com

Saya bilang adegan itu nggak enak dilihat buat petinggi A&W, karena jika kita memakai logika, apa mereka rela kaus berlambang produk A&W dipakai oleh calon pelaku kriminal? Bahkan, apa mereka tahu tentang itu?

Apa ada lagi penempatan produk iklan dalam film yang luput disebutkan di daftar ini ya? Kamu bisa menambahkan?

- Advertisement -

The post 5 Penempatan Produk Iklan dalam Film yang Muncul di Waktu Kurang Tepat appeared first on Selipan.com.

Tusuk Jelangkung di Lubang Buaya yang Penuh dengan Kekonyolan Tak Bermakna

“Jelangkung jelangkung, datang untuk dimainkan. Please help me find something

Begitulah mantra memanggil setan jika dilakukan oleh vlogger asal Jaksel, Sisi, yang sangat suka membuat vlog tentang hal-hal mistis. Mantranya pun menggunakan dwi bahasa: Bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Keren, bukan? Mungkin ini pertama kalinya dalam semesta Jelangkung, mantra diucapkan dengan gaya bahasa campur ala zaman globalisasi.

Mau tahu lebih jauh tentang Sisi dan mantra gaulnya tersebut? Langsung saja kamu simak ulasan film terbaru Max Pictures, Tusuk Jelangkung di Lubang Buaya.

Image may be NSFW.
Clik here to view.

Vlogger abal-abal

Di era sekarang ini, nggak aneh kalau kita lihat orang yang cari duit lewat internet. Bahkan di samping nyari duit, nggak jarang juga orang sekalian nyari kontroversi demi like, comment, dan subscribe dengan bantuan internet. Begitu juga dengan Sisi (Nina Kozok), yang bersama adiknya, Arik (Rayn Wijaya), memanfaatkan internet untuk membangun eksistensi mereka.

Demi merayakan subscriber-nya yang sudah mencapai satu juta, Sisi meminta masukan mereka mengenai tempat mana lagi yang akan ia datangi sebagai objek vlog-nya. Beberapa tempat mistis seperti Rumah Ambulans di Bandung, Lawang Sewu di Semarang, hingga Jeruk Purut di Jakarta pun terpilih sebagai kandidatnya.

Namun, dengan mengenyampingkan semua kandidat lokasi, Sisi dan adik akhirnya lebih memilih Taman Lubang Buaya yang dianggap bukan tempat biasa. Mereka yakin Taman Lubang Buaya bakal mendatangkan view yang banyak.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Arik dan Sisi yang kegirangan karena bakal menemukan sesuatu di Lubang Buaya / via youtube.com

Cuma itu alasannya Sisi? Ya, cuma itu. Mungkin ada alasan lainnya, tapi saya nggak tahu karena Sisi sendiri nggak pernah menyebutkannya! Cuma karena controversyi!?

Dan kalau bicara soal Sisi, sebagai seorang vlogger terkenal ia nggak diberi karakterisasi yang mumpuni. Bagaimana ia berinteraksi dengan channel vlog atau penontonnya tak pernah dihadirkan dalam film ini. Watak khas dari Sisi yang memberikan kesan mendalam bagi saya cuma kebiasaannya dalam mencampur logat khas Ibu Kota dan logat Inggris.

Ketika saya melihat bagian awal dari film ini, saya seperti mendapat petunjuk akan kegagalan Tusuk Jelangkung di Lubang Buaya dalam membangun karakter tokoh.

Cerita yang absurd

Bagi kamu yang takut nonton film horor karena khawatir dikagetkan dengan serangkaian teror setan, Tusuk Jelangkung di Lubang Buaya bisa dijadikan pengecualian. Hampir nggak ada teror dari setan di film ini. Setan yang ada hanyalah serangkaian penampakan yang dibuat dengan efek visual. Alih-alih menyeramkan, penampakannya justru terlihat lucu, khususnya adegan ‘kain kafan’ yang beterbangan disertai dengan kemunculan burung gagak. Entah maksudnya apa adegan tersebut sampai diulang dua kali.

Hingga film berakhir, saya masih belum bisa menemukan faedah kain tersebut yang terbang bagai permadani.

Ketiadaan teror akhirnya berujung pada 82 menit durasi yang hanya berkutat pada pencarian Sisi, setelah sebelumnya ia hilang karena nekat main boneka jelangkung di Lubang Buaya. Menurut teori yang diberikan oleh film ini, Sisi memasuki alam gaib tempat para hantu bersemayam dan baru bisa selamat jika ada yang menjemputnya sebelum 40 hari.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Salah satu karakter paling absurd dalam film ini. Dan saya senang bukan kepalang saat ia tercebur ke sungai/via youtube.com

Dari sinilah kekonyolan demi kekonyolan terjadi (bahkan lebih konyol dari apa yang pernah saya saksikan di Arwah dan Nyai). Arik yang takut dimarahi orangtuanya jika ditanya tentang Sisi, meminta tolong pacarnya, Mayang (Anya Geraldine) untuk mencari Sisi.

Namun, segala upaya yang dilakukan Rayn dan Mayang dipenuhi dengan ketololan. semisal ketika mereka harus menyiapkan ayam cemani sebagai ganti makanan para hantu. Kebodohan tersebut diperparah dengan hadirnya penduduk Desa Pucung, tempat di mana Sisi pertama kali menemukan boneka Jelangkung.

Harusnya ganti judul, Tusuk Jelangkung di Desa Pucung

Film ini mengusung judul Tusuk Jelangkung di Lubang Buaya, mungkin agar punya perbedaan dengan Tusuk Jelangkung (2003). Meski begitu, 90% latar film ini terjadi di air terjun Desa Pucung.

Adegan pembuka memperlihatkan beberapa penduduk Desa Pucung yang hilang akibat memainkan boneka jelangkung, seakan menjadi latar belakang dan penanda bagaimana film ini akan berkisah. Ternyata dugaan saya salah. Adegan tersebut bukanlah penanda, bagi kehidupan selanjutnya, karena konsep timeframe yang digunakan adalah konsep satu waktu. Hal ini menyebabkan alasan dan motivasi Sisi ke Desa Pucung dan bertemu para penduduk terasa janggal.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Pemimpin Desa Pucung yang akhirnya mengalah ikut ke alam gaib demi anak dan cucunya / via youtube.com

Begitulah Tusuk Jelangkung di Lubang Buaya, film yang penuh dengan kekonyolan tak berarti dan tak sejalan dengan alur cerita. Bahkan tak ada adegan tusuk menusuk satu kali pun meski judulnya Tusuk Jelangkung.

Satu informasi penting yang harus kamu tahu, film ini dibuat oleh peraih nominasi Piala Citra lewat Rumah Seribu Ombak (2012).

- Advertisement -

The post Tusuk Jelangkung di Lubang Buaya yang Penuh dengan Kekonyolan Tak Bermakna appeared first on Selipan.com.

5 Anime Parodi yang Selalu Kasih Kita Lelucon Kocak di Setiap Episodenya

Jika kamu suka baca artikel-artikel di situs ini, pasti sadar dong kalau Selipan beberapa kali kasih rekomendasi manga dan anime komedi. Itu karena kami cinta setengah mati sama yang namanya komedi. Lama-lama nulis itu pasti bikin mumet dan stres. Daripada mumetnya keterusan, kami lebih memilih untuk meredakannya dengan cara tertawa! Lagian tertawa itu penting buat kesehatan mental lho.

Jadi, demi menjaga pikiran kamu biar tetap segar, tertawalah. Salah satu caranya ya dengan menonton anime yang saya rekomendasikan ini. Nanti juga kamu tertawa sendiri.

1. Sakigake!! Cromartie Koukou (Cromartie High School)

Image may be NSFW.
Clik here to view.
via atamashi.net

Berbeda dengan Gintama yang hobi memparodikan anime lain secara satu per satu, Cromartie high school lebih memilih memparodikan semua anime dan manga yang bertemakan anak sekolah berandalan. Kamu bahkan nggak akan menemukan karakter utama cewek di anime ini, karena semua karakter utamanya cowok. Udah cowok, berandalan pula.

Tapi, yang lucu dari anime ini adalah hampir semua berandalan tersebut kelakuannya bodoh nggak terkira. Dan seakan melengkapi karakter-karakter bodoh, ada juga karakter aneh yang sama sekali nggak pantas disebut anak SMA.

Mau saya kasih contoh? Gimana tanggapan kamu kalau ketemu murid SMA yang berkumis dan suka bertelanjang dada kayak Freddie Mercury?

Image may be NSFW.
Clik here to view.
via pinterest.com

Atau murid SMA yang lebih terlihat seperti robot?

Image may be NSFW.
Clik here to view.
via funnyjunk.com

Tapi, ya itu tadi. Karena hampir semua karakter di Cromartie high school punya IQ yang mungkin setara dengan kera, mereka mengira robot tersebut manusia.

2. Axis Powers: Hetaria Akushizu Pawazu (Hetalia Axis Powers)

Ini anime yang punya nyali tinggi. Bayangkan aja, ia dengan beraninya memparodikan sejarah dari negara-negara besar di dunia. Nama-nama karakternya pun diambil dari nama negara yang mayoritasnya ikut ambil bagian di Perang Dunia II. Nggak ada nama karakter kayak Suzuki-kun atau Mika-chan di anime ini; yang ada hanyalah Jerman, Italia, Jepang, Amerika, atau Inggris. Dan parahnya (atau lucunya) lagi, semua karakter tersebut punya tampang cantik khas anime shoujo.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
via aminoapps.com

Tapi jauh dari ciri anime shoujo yang serba romantis, sifat mereka itu identik banget sama stereotip yang dibuat masyarakat (stereotip tersebut tentu saja dilebih-lebihkan). Inggris misalnya, ia sering banget minum teh. Ada juga Jerman yang punya sifat keras dan ketat, tapi selalu menoleransi kebodohan yang dilakukan Italia.

Judul Hetalia sendiri kayaknya sindiran untuk Italia deh.

3. Sayonara, Zetsubou-Sensei (Sayonara, Zetsubou-Sensei: The Power of Negative Thinking)

Image may be NSFW.
Clik here to view.
via reddit.com

Ini adalah anime yang karakter utamanya mencoba bunuh diri di bagian pembukanya. Hmm, anime komedi dengan karakter utama yang berniat bunuh diri? Nggak salah nih?

Perkenalkan, Itoshiki Nozomu, karakter utama dari Sayonara, Zetsubou-Sensei yang selalu putus asa dan depresi. Tapi justru sifatnya itu yang bikin anime ini lulus standar sebagai karya komedi yang cerdas.

Nozomu selalu mengeluh dan berkomentar tentang segala hal yang ada dalam kehidupan. Kamu pasti punya kan teman yang seperti itu? Nah, mungkin bedanya, Sayonara, Zetsubou-Sensei membahasnya dengan cara yang absurd banget. Budaya masyarakat, kultur pop, sampai anime lain nggak lepas dari sindiran Nozomu dan murid-muridnya yang nggak kalah konyol.

4. Chuunibyou demo Koi ga Shitai! (Love, Chunibyo, & Other Delusions!)

Chuunibyou demo Koi ga Shitai! berkisah tentang… well, apalagi kalau bukan chuunibyou atau orang yang suka berdelusi dan merasa dirinya punya kekuatan spesial. Lebih spesifiknya sih, remaja SMA bernama Tagashi Yuuta yang ingin melupakan masa lalunya sebagai chuunibyou. Orangnya yang ini nih:

Image may be NSFW.
Clik here to view.
via moesucks.com

Masa-masa remaja yang normal menanti Yuuta di SMA barunya. Namun, di saat ia berpikir bakal berhasil membangun kehidupan baru sebagai remaja normal, ia bertemu Takanashi Rikka, cewek yang punya kadar chuunibyou hampir 100 persen!

Image may be NSFW.
Clik here to view.
via youtube.com

Apa yang terjadi selanjutnya penuh banget dengan kekonyolan yang mengocok perut. Setiap episode dari anime ini selalu diisi dengan adegan-adegan lebay khas anime action (yang sebenarnya hanyalah khayalan dari chuunibyou).

Oh ya, chuunibyou di anime ini bukan cuma Rikka doang. Hampir semua karakternya adalah chuunibyou atau mantan chuunibyou yang udah tobat. Dengan kata lain, ini adalah anime yang memparodikan kehidupan sehari-hari para chuunibyou.

5. Watamote (It’s not my fault that I’m not popular!)

Image may be NSFW.
Clik here to view.
via aminoapps.com

Dari judulnya aja kamu harusnya bisa menebak cerita dari anime yang punya judul asli Watashi ga Monetai no wa Do Kangaetemo Omaera ga Waru! Ini. Ya, karakter utama dari anime ini, Tomoko Kuroki, merupakan remaja SMA yang kurang populer di sekolahnya. Saya bilang “kurang populer” karena kasihan sih, karena ia sama sekali nggak punya teman di sekolahnya.

Tapi, Kuroki nggak langsung patah arang. Betapa pun suramnya kehidupan Kuroki di sekolah, ia pun punya impian untuk jadi populer (sekaligus disukai banyak cowok ganteng). Lalu bisakah sang karakter utama kita mendapat impiannya tersebut, meskipun tampangnya biasa-biasa aja; minim kemampuan bergaul; nggak punya teman; dan sedikit cabul?

Berdasarkan pengamatan saya, 9 dari 10 cara yang dilakukan Kuroki untuk meraih impiannya tersebut selalu berujung pada saya dibuat ngakak guling-guling!

Dari 5 anime di atas, mana yang udah pernah kamu tonton? Dan gimana tanggapan kamu soal humornya, apa sukses bikin kamu ngakak juga?

- Advertisement -

The post 5 Anime Parodi yang Selalu Kasih Kita Lelucon Kocak di Setiap Episodenya appeared first on Selipan.com.

Review Sesuai Aplikasi: Cerita Menarik dari Ojek Online yang Diramu Kurang Rapi

“Sore. Jemput sesuai aplikasi, Pak?”

Sering mendapat pertanyaan seperti itu ketika kamu memesan ojek online? Ya, meski terkadang lokasi penjemputan yang kita tentukan di aplikasi sudah sesuai dan jelas, driver kerap bertanya lagi. Sekadar untuk memastikan kalau lokasi memang benar-benar sesuai aplikasi konsumen.

Keseharian ojek online yang sering bertanya hal tersebut, kemudian diangkat ke layar lebar lewat film Sesuai Aplikasi, sebuah karya komedi karya Adink Liwutang.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
via TBS Films

Punya motivasi yang jelas

Ide cerita yang sederhana tersebut lantas dipercayakan pada Agasyah Karim & Khalid Kasogi yang memang sering berduet dalam menulis skenario. Gara-Gara Bola (2008), Badoet (2015), dan Kesempatan Kedu(d)a (2018) contohnya.

Sama seperti film-film sebelumnya, Sesuai Aplikasi pun hadir cukup rapi jika ditinjau dari struktur penulisannya. Dua karakter utama, Pras (Valentino Peter) dan Duras (Lolox) diberikan karakterisasi yang cukup sebagai driver ojek online lengkap dengan latar belakang karakternya masing-masing. Segala hal yang dilakukan oleh para karakter utama selalu mengandung alasan serta motivasi yang jelas, dan ini patut diacungi jempol.

Para pemeran pendukung pun diciptakan untuk kemudian dikaitkan dengan tokoh utama dan konfliknya. Hingga akhir film, ceritanya nggak keluar dari jalur yang sudah diciptakan. Ia mampu berjalan pada semestanya sendiri dan… sesuai aplikasi.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Serupa Richard Kyle di Insya Allah Sah, Valentino Peter lebih bagus tanpa dialog/via TBS Films

Akting yang pas-pasan

Cerita yang cukup rapi, karakterisasi yang pas, serta konflik yang sudah terjalin dengan baik dalam lembaran kertas yang disebut skenario tetap nggak akan membuahkan hasil maksimal jika aktor yang dipilih kurang tepat. Bagaimanapun juga, skenario adalah benda mati yang harus dihidupkan oleh aktor yang pas.

Sayangnya Sesuai Aplikasi ternyata nggak memiliki itu. Sebagian besar pemeran, termasuk dua pemeran utama, kurang mampu memberikan suguhan meyakinkan dalam berperan.

Pras misalnya, ketika mengucapkan dialog selalu mengucapkannya dalam intonasi dan ekspresi yang sama, meskipun situasi menuntutnya berbeda. Inilah yang menjadi penyebab utama Sesuai Aplikasi berjalan dengan hambar dan minim rasa.

Kelemahan Pras nggak didukung pula oleh para pemeran pembantu yang sebagian besarnya komika. Sama seperti di mayoritas film komedi lain, komika hanya dijadikan sebagai pemancing tawa. Kadang, saking seringnya komika itu tampil, membuat kehadiran mereka di film justru tak lucu lagi.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Meski terasa aneh, kehadiran Sofaya sebagai impersonate Syahrini cukup bikin aspek komedi film ini jadi lebih menghibur/via TBS Films

Namun, Sesuai Aplikasi masih beruntung memiliki Dayu Wijanto yang berperan sebagai Cik Asiu. Ia berperan sebagai rentenir yang galak namun ditantang harus bisa memberi kelucuan. Ternyata, menjelang akhir film, akan ada saatnya Cik Asiu mempersembahkan kelucuan dan keharuan secara bersamaan. Dan ia berhasil dengan sempurna memainkannya. Adegan Cik Asiu tersebut bisa dibilang salah satu momen terbaik yang dimiliki Sesuai Aplikasi.

Selain Cik Asiu, kehadiran putra presiden yang juga pemilik Markobar pun cukup menghibur. Penasaran dengan aksinya? Silakan tonton ya, saya nggak mau spoiler.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
“Biasa Saja”/via TBS Films

Melenceng di awal-awal

Sesuai Aplikasi yang hendak menceritakan kehidupan dua sahabat pengendara ojek online rupanya cukup melenceng di awal-awal durasi. Film dibuka dengan perkenalan mereka secara naratif oleh Duras yang menjelaskan perbedaan mereka seperti bumi dan langit. Kasarnya, Pras terlahir tampan dan Duras mungkin kurang tampan.

Perkenalan tersebut rupanya berujung pada kehidupan keluarga masing-masing. Hal ini malah membuat pekerjaan ojek online yang mereka geluti dan segala yang terjadi saat mereka bekerja hampir nggak dijelaskan. Barulah setelah dua pertiga film berjalan, Sesuai Aplikasi memberikan gambaran bagaimana kehidupan para ojek online ketika di jalanan. Mulai dari dimarahi pelanggan, pesanan makanan yang dibatal padahal terlanjur dibeli, hinggga obrolan dan banyolan konyol sesama ojek online.

Namun, gambaran yang dihadirkan nggak lagi menjadi fondasi bagi perkembangan konflik film itu sendiri. Gambaran yang ada menjadi usang karena nggak dibangun untuk mendukung karakter tokoh. Bahkan karakter utama sempat menjadi bias ketika fokus film beralih pada kejahatan yang dilakukan oleh Sakti (Ernest Prakasa) dan istrinya.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Mereka hampir jadi pemeran utama di film ini/via TBS Films

Andai saja Sesuai Aplikasi bisa fokus pada dua karakter utama, kehidupan keluarga, dan pekerjaan mereka, dibanding hanya menyuguhkan kelucuan yang terlalu keras untuk dihadirkan, mungkin ia akan lebih terasa dekat dengan penonton.

Sejatinya, Sesuai Aplikasi dibangun dengan materi-materi yang menarik, semisal fenomena meet & greet berbayar yang dilakukan oleh Bowo Tiktok. Sayang itu kurang dijahit dengan rapi. Padahal sang sutradara pernah melakukannya dengan baik di The Underdogs (2017).

- Advertisement -

The post Review Sesuai Aplikasi: Cerita Menarik dari Ojek Online yang Diramu Kurang Rapi appeared first on Selipan.com.

Mortal Engines, Satu Lagi Film Distopia Remaja yang Mengandalkan Kisah Klise

Saya pernah memberikan kritik tentang tren film distopia yang belakang ini jadi semakin terasa membosankan. Lihat saja betapa garingnya The Darkest Minds, film distopia yang banyak dihujat di tahun 2018 ini. Situs Rotten Tomatoes bahkan kasih nilai yang amat rendah untuk film tersebut, cuma 17 persen!

Tapi itu bukan berarti saya kehilangan harapan sama tema distopia. Dan harapan itu juga yang saya bawa ketika menonton Mortal Engines, film distopia terbaru yang terlihat cukup percaya diri menggandeng nama besar Peter Jackson sebagai produsernya. Mungkin saja film ini bisa mematahkan opini negatif saya terhadap film distopia belakangan ini.

Namun, apa mau dikata, harapan hanyalah tinggal harapan.

Kisah post-apocalyptic yang klise

Berdasarkan informasi dari dialog antar karakternya, Mortal Engines mengambil setting di tahun 3118. Saat itu perkotaan telah berubah jadi semacam kendaraan bermesin yang bisa bergerak ke mana pun. Dan dari semua kota yang ada, London merupakan kota yang paling kuat. Ia gemar berburu serta memangsa kota-kota kecil untuk memenuhi kebutuhan sumber dayanya, sehingga julukan London sebagai kota Predator pun terlahir.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
London sang predator yang bahkan mengalahkan elang dalam rantai makanan/via polygon.com

Nggak puas dengan status terkuat, London yang dipimpin Thaddeus Valentine (Hugo Weaving) diam-diam membangun suatu senjata mematikan, Medusa. Nama alat yang serupa dengan makhluk dari mitologi Yunani tersebut dibuat untuk menghancurkan Shao Gao, sebuah kota menetap yang ada di balik pegunungan.

Di sisi lain, diceritakanlah seorang wanita bernama Hester Shaw (Hera Hilmar) yang bertujuan pergi ke London untuk menemui Thaddeus. Dalam usahanya tersebut, Hester secara nggak sengaja bertemu dengan Tom (Robert Sheehan) dan Anna Fang (Jihae). Mereka akhirnya membantu Hester menjalankan misi pribadinya tersebut.

Lalu apa yang bikin cerita Mortal Engines terasa spesial dibanding film distopia kebanyakan? Nyaris nggak ada. Ini adalah film yang lagi-lagi mengandalkan konsep pemimpin kejam yang ingin menaklukkan dunia dengan menindas kelompok inferior.

Dan kamu tahu apa pasangan paling serasi dari tiran yang ingin menguasai dunia? Ya, jawabannya adalah karakter protagonis wanita yang tangguh. Dalam Mortal Engines, tugas maha berat itu jatuh pada pundak Hester.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Hera Hilmar alias Hester Shaw alias… Franck Ribery?/via ew.com

Singkat kata, premis cerita yang ditawarkan Mortal Engines itu klise. Ia hanya mengulang formula yang sudah sering diangkat di film distopia remaja. Jika Mortal Engines rilis sekitar satu dasawarsa yang lalu, mungkin ia bakal jadi film yang dapat banyak apresiasi. Tapi sekarang? Ia cuma film dengan plot yang klise.

Visualnya epik, tapi…

Sebuah usaha yang cukup tepat jika melihat keputusan studio untuk menggaet Peter Jackson sebagai salah satu produsernya. Pengalaman Jackson dalam menghasilkan film berskala epik akhirnya terulang dengan baik di Mortal Engines, sekalipun ia nggak bertindak sebagai sutradara.

Mortal Engines sendiri disutradarai oleh Christian Rivers. Meski ini menjadi proyek debut penyutradaraan pertamanya, ia pernah bekerja sama dengan Jackson dalam trilogi The Lord of the Rings dan The Hobbit sebagai special effect supervisor.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Visualisasi Airhaven yang bikin saya pengin coba nginap di sana/via artstation.com

Memang benar, Mortal Engines berhasil menyajikan visual yang memanjakan mata. Dunia post apocalyptic yang sering tampil muram malah hadir dengan berwarna dalam film ini. Visualisasi Airhaven sebagai traksi yang terletak di atas awan adalah contohnya.

Meski menarik, visual efek dan CGI dalam Mortal Engines hanya sekadar pemoles belaka untuk mengalihkan penonton dari lemahnya jalan cerita.

Jalan cerita lemah dengan terlalu banyak karakter

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Shrike si robot yang punya masa lalu dengan Hester/via pageone.ph

Sebagai sebuah kisah pembuka dari empat bagian buku, Mortal Engines hadir dengan karakter yang terhitung cukup banyak. Keempat karakter yang sebelumnya sudah saya sebut hanyalah seupil dari banyaknya karakter. Dan seperti halnya kebanyakan film dengan karakter yang menumpuk, karakter di samping tokoh utama kurang tereksplorasi dengan baik.

Saya ambil contoh Katherine (Leila George), yang merupakan anak dari Thaddeus; Bevis Pod (Ronan Raftery), yang merupakan teman dari Tom;  Shrike (Stephen Lang), robot yang punya masa lalu dengan Hester; Governor Khan (Kee Chan), pemimpin kota Shao Gao; dan termasuk beberapa rekan dari Anna Fang yang hanya kebagian porsi sedikit. Padahal karakter-karakter tersebut secara nggak langsung ikut membantu menggerakkan jalan cerita.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
“Woah, ka… kacamatanya nampol abis, Mbak!” ujar ibu-ibu yang ada di sebelah kiri Anna Fang/via scmp.com

Dengan menyisipkan jalan cerita yang maju-mundur, fokus memang lebih dikhususkan kepada Hester Shaw seorang. Nggak bisa disalahkan sih, karena memang ia tokoh utamanya. Tapi saya penasaran juga kenapa Anna Fang bisa jadi buronan tanpa jelas diketahui bagaimana latar belakangnya.

Hadir dengan berbekal banyak kekurangan, Mortal Engines kemudian berusaha “main aman” lewat cara mengakhiri film tanpa mengindikasikan adanya sekuel lanjutan. Mungkin pihak studio ingin melihat tanggapan dari film ini terlebih dahulu daripada mengambil risiko.

Toh bukan nggak mungkin kalau ternyata film ini berhasil sukses dari sisi pemasukan, novel lanjutannya ikut diadaptasi ke layar lebar.

- Advertisement -

The post Mortal Engines, Satu Lagi Film Distopia Remaja yang Mengandalkan Kisah Klise appeared first on Selipan.com.

One Cut of the Dead: Surat Cinta Kreatif yang Dipersembahkan untuk Pencinta Film

Kalau kamu membuka artikel ini dan berharap bakal menemukan ulasan teknis tentang One Cut of the Dead, kamu nggak akan menemukannya. Ini adalah salah satu film yang lebih baik kamu tonton tanpa tahu apa-apa tentangnya. Dan saya menyarankan banget agar kamu tonton film karya sutradara Shinichirou Ude ini deh. Saya nggak ragu untuk menyebut film ini sebagai karya masterpiece!

Alasannya banyak. Komedinya dibawakan dengan cerdas, nyaris tanpa cela dalam membuat saya terbahak-bahak. Setiap adegannya dibuat untuk memberikan penonton pengalaman yang jarang ditemukan di film mainstream. Jika saya mau menyebut semua hal yang saya kagumi dari One Cut of the Dead, tulisan ini mungkin akan menghabiskan 10 lembar kertas A4.

Tapi ada satu hal yang jadi perhatian utama saya dari film ini. Itu adalah teknik pengambilan gambar yang sering disebut long take atau one take.

Teknik satu kali pengambilan gambar yang bikin kita belajar menghargai produksi film

Image may be NSFW.
Clik here to view.
via johnnyalucard.com

Inti cerita film ini terpusat pada seorang sutradara yang ditantang untuk membuat film zombie dengan konsep satu kali pengambilan gambar. Nggak tanggung-tanggung, proses one take dalam One Cut of the Dead berjalan selama hampir 30 menit.

Proses one take sendiri bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan dalam proses produksi film. Ada satu saja adegan yang salah atau pemain lupa dialog, mau nggak mau semuanya harus diulang lagi dari awal.

Setelah disuguhi dengan bagaimana serunya menonton film tanpa cut, kamu kemudian bakal diajak untuk mengetahui proses pengerjaan film tersebut. Kamu bakalan tahu bagaimana panjangnya proses produksi sebuah film sampai bisa siap tayang. Toh bukan hanya teknik one take saja yang sulit, proses produksi film secara keseluruhan pun butuh waktu serta usaha.

Mulai dari penulisan naskah, pencarian pemain dan kru, proses reading, latihan, dan segala tetek bengek lainnya makin menguatkan kalau memproduksi film itu nggak mudah. Belum lagi kalau ada hambatan yang bisa muncul secara tak terduga di saat-saat terakhir. Dalam film ini misalnya, diceritakan sang pemain utama yang terlibat produksi film tersebut malah berhalangan hadir di hari-H syuting karena tertimpa kecelakaan.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Zombie yang ternyata sedang teler/via kaorinusantara.or.id

Bagi saya sendiri, saya melihat masalah-masalah yang ada di One Cut of the Dead sebagai semacam pesan bagi penonton untuk bisa menghargai proses panjang dari produksi film.

Ya, karena mungkin saja selama ini kita terlalu fokus pada hasil akhir.

Apakah suatu film itu bagus atau nggak? Apakah suatu film layak tonton atau nggak? Seringkali itu yang jadi fokus utama kita sebagai penonton film. Kita nggak tahu apa kesulitan yang harus dihadapi para sineas, atau apa saja hambatan yang dihadapi setiap kru film.

Tapi bukan cuma tentang kesulitannya doang, One Cut of the Dead juga memberi kita pengetahuan tentang hal-hal unik yang bisa terjadi saat proses produksi film.

Apa kamu tahu kalau tiang penyangga kamera yang disiapkan untuk mengambil gambar dari ketinggian, bisa digantikan dengan sekumpulan kru yang bertumpuk bak formasi cheerleader? Jangankan itu, bahkan kita bisa saja nggak menyadari kalau aktor yang bermain dalam film sebenarnya sedang teler akibat pengaruh minuman beralkohol.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Bahu membahu demi bisa mengangkat kamera dari ketinggian/via filmfreakcentral.net

Semua pesan tersebut akan terasa sedikit membosankan bagi kebanyakan penonton jika dibawakan dengan gaya dokumenter. Tapi untungnya, One Cut of the Dead berhasil membungkusnya dengan sajian komedi yang amat sangat menghibur.

Dan teruntuk kamu yang belum nonton film ini, saya bilang: rugi banget kalau kamu melewatkannya!

- Advertisement -

The post One Cut of the Dead: Surat Cinta Kreatif yang Dipersembahkan untuk Pencinta Film appeared first on Selipan.com.

Review Widows: Drama Balas Dendam Para Janda yang Dibawakan dengan Elegan

Banyak kata yang bisa dipakai untuk menjelaskan film Widows. Ini adalah film yang menggandeng banyak bintang besar. Atau ini adalah film hasil adaptasi dari serial TV berjudul sama yang pernah disiarkan di tahun 1983. Tapi informasi yang terpenting bagi saya terletak pada sosok sutradaranya. Adalah Steve McQueen, sosok yang pernah mendapat penghargaan Best Picture di Oscar lewat 12 Years a Slave.

Lalu apa jadinya jika sutradara yang sukses mengisahkan kegetiran dari perbudakan, memutuskan untuk membuat film drama thriller? Widows-lah jawabannya. Dan layaknya bonus bagi kita, McQueen pun bekerja sama dengan Gillian Flynn (Gone Girl) untuk menulis naskahnya.

Kisah pencurian oleh sekumpulan janda ala Ocean’s 8

Apa yang terjadi pada film ini bermula dari Veronica (Viola Davis), perempuan yang ditinggal wafat suaminya, Harry (Liam Neeson). Namun yang nggak disangka-sangka, Harry ternyata seorang pencuri kelas kakap. Ia bersama komplotannya tewas saat sedang berusaha mencuri uang Jamal (Brian Tyree Henry), politisi yang bisa multi-tasking. Selain sebagai politisi, ia juga merangkap bos kriminal.

Veronica yang nggak tahu apa-apa tentang dunia kriminalitas malah diancam oleh Jatemme (Daniel Kaluuya), adik sekaligus anak buah Jamal. Jatemme meminta Veronica untuk mengembalikan uang yang dicuri Harry.

Pantang menyerah begitu saja, Veronica kemudian menghubungi istri dari mantan rekan suaminya, yakni Linda (Michelle Rodriguez) dan Alice (Elizabeth Debicki). Bersama dengan seorang rekan lain, Belle (Cynthia Erivo), keempatnya menyusun rencana untuk mengikuti jejak suami-suami mereka.

Caranya? Dengan mencuri uang yang milik Jack Mulligan (Colin Farrell), politisi lain yang jadi rival dari Jamal.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
via cbr.com

Premis cerita Widows mungkin bikin kamu teringat dengan film Ocean’s 8 (2018). Sama-sama mengangkat kisah pencurian yang didalangi sekelompok wanita, Widows juga dibintangi banyak aktor besar sekelas Viola Davis, Michelle Rodriguez, Elizabeth Debicki, dan Cynthia Erivo.

Tapi dari keempat nama tersebut, Elizabeth Debicki-lah sosok yang paling mencuri perhatian. Aktingnya dalam memerankan Alice sanggup mengimbangi performa Viola Davis sebagai karakter utama, yang juga bermain sangat apik.

Alice yang awalnya terlihat lemah justru bisa keluar sebagai sosok yang lebih berani dan paling membantu di antara yang lain. Karena justru lewat Alice mereka bisa menemukan lokasi incaran pencurian yang tercetak dalam sebuah salinan blue print.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Elizabeth Debicki sebagai Alice yang mencuri perhatian lewat kecantikannya, euhmm… aktingnya maksudnya/via scmp.com

Membawa isu feminisme, politik, rasial, sampai sisi gelap dunia pernikahan

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Dua bersaudara Manning/via gq.com

Nyatanya McQueen nggak hanya membawa Widows sebagai film tentang pembalasan dendam. Ia pun membuat film ini hadir dengan sarat makna lewat isu sosial yang diangkatnya.

Dengan mengedepankan karakter wanita tangguh, jelas banget kalau feminisme jadi pokok utama di dalam film. Konflik internal yang dialami oleh Veronica, Linda, dan Alice jadi semacam pengingat bagi kita tentang sisi gelap dunia pernikahan. Siapa sangka jika para suami yang dipandang bertanggung jawab, ternyata malah terlibat tindak kejahatan di belakang sang istri. Parahnya lagi mereka meninggalkan tumpukan utang dan masalah setelah wafat.

Lalu, dengan tumpukan utang itu, bagaimana para janda bisa menemukan solusinya? Itulah alasan kenapa film ini memilih perempuan sebagai karakter utama. Mereka adalah kaum yang selama berabad-abad selalu dianggap lebih inferior ketimbang laki-laki.

Lewat karakter Jamal dan Jack, kita juga ikut dibawa menyelami bagaimana dunia politik bisa jadi ranah yang begitu kotor. Keduanya digambarkan sebagai politisi yang rela menghalalkan berbagai cara demi memenangi kontes politik. Usaha Jamal dan Jack dalam mendekati pendeta misalnya, menggambarkan bagaimana agama bisa digunakan sebagai alat untuk dukungan suara dari para jemaat.

Menariknya, isu politik tersebut kemudian merembet ke isu rasisme. Jamal dan Jack merupakan caleg yang berasal dari ras berbeda. Meskipun, isu rasisme juga dialami oleh Veronica yang berkulit hitam, dan bersuamikan Harry yang berkulit putih.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Pasangan Harry dan Veronica/via film4productions.com

Walaupun banyak yang diangkat, isu-isu penting tersebut untungnya bisa saling berpadu menghadirkan benang merah cerita yang bisa dinikmati tanpa terasa rumit. Berbeda dengan Ocean’s 8 yang mengedepankan komedi, Widows memang hadir dengan intensitas drama yang kental. Jadi jangan berharap kamu bisa tertawa menonton film ini ya.

Sebagai film dengan genre thriller, premis cerita dari Widows bisa dibilang biasa saja kalau diperhatikan lebih dalam. Tapi eksekusi plot, akting dari para aktornya, serta cara pembahasan isunyalah yang bikin film ini sanggup menggeber rasa penasaran kamu sampai akhir durasi.

- Advertisement -

The post Review Widows: Drama Balas Dendam Para Janda yang Dibawakan dengan Elegan appeared first on Selipan.com.


Dikenal Sering Membuat Karya Keren, 4 Sutradara Ini Pernah Bikin Satu Film yang Buruk

Apa sih alasan kamu menonton suatu film? Apa karena ada artis favoritmu di film tersebut? Atau ceritanya yang menarik? Atau… karena track record sutradaranya?

Ya, bagi sebagian orang, sutradara merupakan faktor penting sekaligus alasan kenapa mereka menonton suatu film. Sutrada mumpuni bahkan bisa jadi jaminan mutu dari suatu film.

Tapi pernahkah kamu terjebak menonton film yang dibuat sutradara terkenal, ternyata filmnya malah bikin kamu geleng-geleng kepala nggak keruan. Kalau saya sih pernah, tepatnya pas saya nonton 4 film yang diarahkan sutradara berikut ini.

1. Aditya Gumay

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Aditya Gumay sering juga menjadi juri di ajang penghargaan salah satunya Indonesia Movie Actor Awards (IMAA)/via Liputan 6

Siapa yang nggak kenal dengan Aditya Gumay. Ia adalah sutradara Indonesia yang dikenal lewat acara Lenong Bocah yang tayang di TPI (sekarang MNCTV) pada dekade 90-an. Selain itu ia juga berhasil mendirikan sanggar akting yang diberi nama Sanggar Ananda. Di sanggar itu banyak aktor-aktor handal lahir.

Aditya Gumay memulai bikin film panjang lewat Tina Toon & Lenong Bocah the Movie pada 2004. Namun, namanya mulai berkibar di jagad perbioskopan lewat Emak Ingin Naik Haji (2009). Filmnya itu berhasil memenangkan penghargaa Film Terpuji Festival Film Bandung 2010 sekaligus mengantarkan Gumay meraih anugrah Sutradara Terpuji. Tahun-tahun setelahnya, Gumay rutin membuat film yang layak tonton seperti Rumah Tanpa Jendela (2011) dan Ummi Aminah (2012).

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Tapi untuk hiburan , boleh lah film ini jadi referensi/via popbela.com

Tapi siapa sangka, Aditya Gumay pernah bikin saya hampir stres gara-gara nonton satu film karyanya. Apakah itu? Tiada lain dan tiada bukan, film tersebut adalah Taman Lawang (2013) yang dibintangi almarhum Olga Syahputra, salah satu anak didiknya yang paling berbakat.

Saat saya menonton film tersebut, rasa kaget bercampur sedih menggelayuti hati saya. “Master Aditya Gumay ternyata bisa membuat film sekonyol ini?” kata saya dalam hati.

2. Ifa Isfansyah

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Selain sebagai sutradara, Ifa Isfansyah juga aktif sebagai produser. Ia mengangkat Piala Citra setelah film yang diproduserinya, Siti, meraih Film Terbaik pada FFI 2015/via cinemapoetica

Mungkin kamu bertanya-tanya mengapa peraih Piala Citra Sutradara Terbaik FFI 2011 ada di daftar ini. Mengingat film-filmnya justru banyak menuai pujian dan apresiasi dari berbagai penghargaan di dalam dan luar negeri. Sebut saja Garuda di Dadaku (2009), Sang Penari (2011), Ambilkan Bulan (2011), 9 Summers 10 Autumns (2013) hingga Pendekar Tongkat Emas (2015).

Tapi sebagaimana istilah tiada gading yang tak retak, suami dari Kamila Andini ini pernah membuat film yang bikin saya hampir melempar popcorn ke layar bioskop.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Padahal konsepnya bagus lho, thriller dipadu dengan religi / via MD Pictures

Kalau tak percaya coba ingat-ingat lagi betapa kesalnya kamu ketika nonton Pesantren Impian (2016), karya thriller yang diadaptasi dari novel Asma Nadia tersebut. Sudah ingat? Apa rasanya? Kalau kamu merasa kesal, maka kamu perlu tahu, Ifa Isfansyah-lah sang pembuat film tersebut.

Namun demikian, selepas Pesantren Impian, Ifa masih aktif membuat karya keren lainnya semisal Hoax dan Koki-Koki Cilik (2018).

3. Guntur Soeharjanto

Memulai karier layar lebar lewat Otomatis Romantis pada 2008, nama Guntur memang belum terlalu dikenal publik. Barulah setelah ia membesut 99 Cahaya di Langit Eropa (2013), Guntur mulai dilirik banyak produser. Kesuksesan 99 Cahaya di Langit Eropa membawa Guntur pada film-film romance religi. Assalamualaikum Beijing, Jilbab Traveler: Love Sparks in Korea, dan Cinta Laki-Laki Biasa adalah contohnya.

Predikat sutradara spesialis film religi lantas melekat pada nama Guntur. Maka tak heran, sekuel Ayat-ayat Cinta yang semula digarap Hanung Bramantyo diserahkan padanya. Yang menarik, ia justru terpeleset di film tersebut. Ayat-ayat Cinta 2 (2017) telah membawa kariernya terjun bebas, sekaligus bikin saya pusing seribu keliling.

Bagaimana tidak, sosok Fahri yang digambarkan tanpa cela hingga adegan akhir operasi tukar wajah tentu bakal membekas di ingatan para penontonnya.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Salah satu adegan di Ayat-Ayat Cinta yang paling banyak dijadikan meme/via youtube.com

4. Hanung Bramantyo

Nama Hanung bisa jadi salah satu jaminan mutu bagi sebuah film. Semenjak debut perdananya lewat Brownies (2004), Hanung langsung melesat sebagai sutradara muda dan berbakat. Karya-karya terbaiknya selalu muncul tiap tahun. Ada Catatan Akhir Sekolah, Jomblo, Lentera Merah, Kamulah Satu-satunya, Get Married, Ayat-ayat Cinta, Doa Yang Mengancam, Perempuan Berkalung Sorban, Sang Pencerah, dan masih banyak lagi judul lainnya yang pernah dihasilkan Hanung.

Di Festival Film Indonesia sendiri, tercatat Hanung sudah dua kali membawa pulang Piala Citra Sutradara Terbaik, yakni pada 2005 (Brownies) dan 2007 (Get Married). Sementara di Festival Film Bandung, Hanung sudah membawa pulang Piala Sutradara Terpuji sebanyak empat kali: pada 2008 (Ayat-Ayat Cinta), 2011 (Sang Pencerah), 2014 (Soekarno: Indonesia Merdeka), dan 2018 (The Gift).

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Hanung Bramantyo saat meraih penghargaan di FFB 2014 lewat Soekarno: Indonesia Merdeka / via viva

Melihat filmografinya, maka ketika publik diminta menyebutkan satu judul film terbaik Hanung, jawabannya akan beragam. Namun akan berbanding terbalik jika ditanya sebaliknya: film apa yang paling mengecewakan yang pernah dibuat Hanung? Jawaban akan mengerucut pada satu judul film: Benyamin Biang Kerok!

Ya, Benyamin Biang Kerok yang diproduksi Falcon Pictures akan selalu kita ingat sebagai film terburuk yang pernah dibuat oleh sutradara sekaliber Hanung. Keputusannya memotong film di tengah-tengah sekuens yang sedang berjalan adalah sejarah yang sulit dilupakan dalam industri perfilman nasional.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Apakah Falcon Pictures akan membuat lanjutannya? via Falcon

Itulah empat sutradara Indonesia yang pernah terperosok pada karya yang mengecewakan setelah sebelumnya sering membuat karya yang menuai penghargaan. Jika ada daftar lain, sila saja kamu tambahkan.

 

- Advertisement -

The post Dikenal Sering Membuat Karya Keren, 4 Sutradara Ini Pernah Bikin Satu Film yang Buruk appeared first on Selipan.com.

Bukan Laskar Pelangi, Ini 4 Film Indonesia Terbaik Hasil Adaptasi dari Mahakarya Sastra

Waktu saya sekolah dulu, saya termasuk orang yang suka membaca roman-roman jadul (selain buku stensilan tentunya). Bukan, itu bukan karena saya pengin niru-niru Rangga yang selalu kelihatan keren kalau lagi baca buku.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Si Rangga ini baca brosur aja udah kelihatan keren. Dia cuma baca brosur lho, apalagi kalau buku!

Itu karena sebagian besar roman tersebut sering muncul di kurikulum sekolah. Makanya, jangan heran anak-anak sekolah dulu cukup familiar dengan karya-karya sastra yang ditulis sastrawan semisal Merari Siregar, Marah Roesli, Nur Sutan Iskandar, Tulis Sutan Pati, Hamka, Sutan Takdir Alisjahbana.

Seiring dengan perkembangan zaman, beberapa dari karya sastra tersebut dibuat pula versi filmnya. Dan sebagai karya adaptasi, otomatis ada saja pembaca setia novelnya yang membandingkan karya asli dengan hasil adaptasi layar lebarnya. Tapi perlu diketahui bersama, buku dan film adalah medium yang berbeda. Jadi tentu mereka harus dinikmati dengan cara berbeda pula.

Berikut ini nih contoh 4 film Indonesia terbaik yang diadaptasi dari karya sastra. Saya rasa bisa jadi tolak ukur gimana jika karya tulisan dienkranasi ke media audio visual.

1. Atheis (1974)

Image may be NSFW.
Clik here to view.
via wikipedia

Atheis adalah novel karya Achdiat K. Mihardja, sastrawan angkatan 45 asal Jawa Barat. Novel ini kemudian dibuat filmnya pada tahun 1974 oleh Sjuman Djaya.

Pada awal rilisnya, Atheis sempat memicu kontroversi lho. Badan Sensor Film (sekarang LSF) kala itu menyatakan bahwa konten dalam film ini nggak cocok untuk masyarakat Indonesia. Tapi Sjuman Djaya berdalih bahwa konten dari Atheis sudah ada sejak lama dalam novelnya, dan bahkan sering masuk di kurikulum sekolah.

Meski menuai kontroversi, film yang dibintangi Christine Hakim dan almarhum Deddy Sutomo ini berhasil meraih penghargaan Adaptasi Terbaik pada Festival Film Indonesia 1975.

2. Salah Asuhan (1972)

Image may be NSFW.
Clik here to view.
via wikipedia

Salah satu karya sastra terkenal angkatan Balai Pustaka adalah Salah Asuhan yang diterbitkan pada tahun 1928. Salah Asuhan adalah karya sastra terkenal yang berasal dari zaman Balai Pustaka. Coba tanya ke kakek-nenek kamu deh, mungkin mereka pernah baca Salah Asuhan waktu masih puber dulu.

Novel legendaris karya Abdul Moeis ini akhirnya difilmkan oleh Asrul Sani pada tahun 1972. Tapi ia sedikit mengubah latar waktu dalam filmnya yang terjadi pada 1970-an. Beda banget sama setting novelnya.

Salah Asuhan bercerita tentang Hanafi (Dicky Zulkarnaen), pemuda yang gagal menempuh studi di Eropa. Kegagalannya itu membawa Hanafi pulang ke kampungnya di Sumatera Barat. Dari sini dimulailah pertentangan antara kebiasaannya di Eropa dengan adat setempat.

Hanafi yang menaruh hati pada wanita keturunan Prancis mendapat penentangan dari orangtuanya. Usut punya usut, Hanafi ternyata sudah dijodohkan dengan wanita lain yang bernama Rapiah. Sedang ayah dari wanita keturunan Prancis itu nggak mau anaknya kawin dengan orang Melayu.

Jika kamu kebetulan lagi menjalin hubungan sama orang keturunan Prancis, saya merekomendasikan Salah Asuhan buat kamu baca/tonton. Meskipun agak sulit membayangkan kamu bakal dijodohkan dengan seseorang bernama Rapiah, seenggaknya kamu bisa dapat pelajaran dari kisahnya Hanafi.

Salah Asuhan juga sempat dibuat sinetronnya pada 2017 oleh MNC Pictures sebanyak 25 episode.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Poster Salah Asuhan versi sinetronnya / via MNC Pictures

3. Sang Penari (2011)

Judulnya memang Sang Penari. Tapi film ini merupakan adaptasi dari trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jentera Bianglala karya Ahmad Tohari.

Sang Penari bercerita tentang pencarian Rasus (Oka Antara) atas cinta lamanya pada Srintil (Prisia Nasution) yang terhalang oleh adat Dukuh Paruh. Di sisi lain, kemampuan menari Srintil yang penuh magis membuat para tetua dukuh percaya bahwa Srintil adalah titisan ronggeng.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Atas akting menawannya, Prisia Nasution berhasil membawa pulang Piala Citra Pemeran Utama Wanita Terbaik FFI 2011/via youtube.com

Sang Penari mendapat penghargaan Film Terbaik Festival Film Indonesia 2011 sekaligus menjadi perwakilan Indonesia di ajang Oscar 2012.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
via youtube.com

4. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (2013)

Dari keempat film yang ada di daftar ini, barangkali Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck yang mendapat jumlah penonton paling banyak. Lebih dari satu juta penonton menyaksikan karya megah produksi Soraya Intercine Films ini. Bahkan kesuksesannya membuat Soraya menayangkan versi panjangnya dengan durasi 3,5 jam. Wow, itu lebih-lebih dari film India ya.

Film drama romantis karya Sunil Soraya ini diadaptasi dari novel berjudul sama karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang lebih dikenal dengan nama Hamka. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck sendiri bercerita tentang percintaan antara Zainudin (Herjunot Ali) dan Hayati (Pevita Pearce) yang ditentang oleh adat lokal.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Hayati dengan Uda Aziz yang kacamata hitamnya cool banget/ via youtube.com

Zainuddin hanya seorang melarat yang tak bersuku. Ibunya berdarah Bugis, sedangkan ayahnya berdarah Minang. Oleh sebab itu, ia dianggap nggak memiliki pertalian darah lagi dengan keluarganya di Minangkabau. Beda halnya dengan Hayati yang berstatus perempuan Minang santun keturunan bangsawan.

Atas kerja kerasnya di film ini, Herjunot Ali dan Pevita Pearce diganjar Pemeran Utama Terpuji di Festival Film Bandung 2014.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Paling suka bagian balas dendamnya Zainuddin ke Hayati di akhir film/via Soraya Intercine Films

Sebetulnya masih banyak karya sastra bagus yang belum dialihkan ke media audio visual. Jika produser berkenan, materi dari karya sastra Indonesia yang kental dengan kearifan lokal itu terhitung berlimpah ruah. Yaah, daripada sekadar memfilmkan novel cinta remaja klise ala wattpad ‘kan? Setuju?

- Advertisement -

The post Bukan Laskar Pelangi, Ini 4 Film Indonesia Terbaik Hasil Adaptasi dari Mahakarya Sastra appeared first on Selipan.com.

Review Aquaman, Sosok Penyelamat DCEU dari Keterpurukan Akhirnya Datang!

Seperti ada jurang pemisah, film superhero dari DC itu berbeda dari film superhero Marvel. Salah satu perbedaan besarnya, kamu juga pasti tahu, yakni soal respons. Alih-alih mendapat sambutan hangat dari penonton dan kritikus, film-film superhero DC sering banget diserang kritik negatif nan tajam.

Justice League (2017) misalnya, film yang digadang-gadang sebagai proyek besar DC tersebut malah berakhir mengenaskan. Mungkin saking buruknya, sampai-sampai kumis Henry Cavill pun ditunjuk jadi biang kerok keterpurukan Justice League.

Pun demikian, reputasi DC bisa sedikit terselamatkan oleh Wonder Woman (2017) yang meraih banyak pujian. Dan reputasi DC nampaknya akan kembali berkilau berkat kisah anggota Justice League yang juga sang penguasa lautan: Aquaman.

Film superhero dengan selipan isu global

Plot Aquaman sebenarnya sedikit mengingatkan kita pada Black Panther (2018). Aquaman alias Arthur (Jason Momoa) dikisahkan harus melawan saudara tirinya, King Orm (Patrick Wilson) untuk menduduki tahta sebagai Raja Atlantis. Arthur sebenarnya enggan berseteru dengan saudaranya itu. Ia bahkan tetap bergeming meski dipaksa oleh Mera (Amber Heard) yang justru merupakan tunangan dari Orm. 

Mera beranggapan Arthur lebih pantas memimpin Atlantis dibanding Orm, yang dicurigainya punya niat jahat. Sedangkan Arthur? Mera punya penilaian lain tentangnya karena sebelumnya Arthur berhasil mengalahkan Steppenwolf. Buat kamu yang lupa, Steppenwolf adalah sosok antagonis yang muncul dalam Justice League. Mera sendiri juga sempat hadir dalam Justice League lewat satu adegan ketika Steppenwolf menyerang Atlantis guna mengambil Mother’s Box. Hal ini seolah menegaskan kalau setting waktu Aquaman berlangsung setelah Justice League.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Pertarungan kakak beradik demi tahta raja/via w3livenews.com

Ngomong-ngomong, apakah rencana jahat yang ingin dilaksanakan oleh Orm? Orm rupanya ingin menghancurkan daratan yang dihuni manusia. Mungkin kamu merasa motif jahat dari Orm klise abis. Penjahat yang ingin menghancurkan dunia? Hah! Berapa banyak film yang mengandakan motif seperti itu!?

Tapi yang keren dari Aquaman, film ini menyelipkan satu pesan khusus di balik rencana jahat Orm tersebut.

Jadi begini, Orm ingin menghancurkan daratan karena menganggap manusia telah bertanggung jawab dalam merusak lautan lewat tumpukan sampah. Siapa sangka di balik status film superhero yang disandangnya, Aquaman membawa isu global yang sangat relevan dengan kehidupan nyata?

Setelah kita sering dijejali dengan penjahat yang entah kenapa selalu ingin menguasai dunia, Aquaman menghadirkan Orm sebagai antagonis yang punya motif dan alasan realistis untuk menaklukan peradaban.

James Wan sukses meramu Aquaman dengan spektakuler

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Sekilas visualisasi Atlantis yang menakjubkan/via inerd4u.com

Ya, saya nggak berlebihan saat menulis sub-judul di atas. Saya sampai terkagum-kagum melihat bagaimana James Wan yang identik dengan film horor ternyata mampu menuturkan jalan cerita Aquaman dengan rapi dan mendetail. Saking rapinya poin-poin cerita yang disampaikan, durasi film ini membengkak sampai hampir 2,5 jam.

Tapi kamu dijamin nggak akan rugi. Meskipun durasi 2,5 jam itu sedikit melelahkan buat ditonton, Wan menebusnya dengan terus menampilkan suguhan visual yang menakjubkan mata. Tampilan dunia Atlantis dibuat dengan sangat berwarna, sehingga saya terpaksa menulis catatan sambil terus memandangi layar.

Dan bukan cuma Atlantis yang dapat perlakuan spesial, kekaguman saya masih belum hilang ketika film menampilkan lokasi-lokasi lainnya. Mulai dari Gurun Sahara yang jadi petunjuk awal dalam mencari trisula Poseidon; Pulau Sicily di selatan Italia yang dibikin ‘babak belur’ oleh perkelahian Arthur dengan Black Manta; sampai pulau tersembunyi yang terletak di dalam inti bumi, semuanya diset dengan nyaris sempurna.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Black Manta yang punya misi sendiri terhadap Aquaman/via dccomics.com

Pengalaman Wan dalam membesut Furious 7 sepertinya turut membantu aksi spektakuler yang memenuhi Aquaman. Baku hantam, tembakan, ledakan, sampai pertarungan puncaknya seperti sengaja dirancang sedemikian rupa  untuk memenuhi dahaga para penggemar film superhero.

Segi visual efek dalam film ini pun layak diacungi jempol. Dengan banyak menggunakan latar di dalam air, saya nggak bisa menahan decak kagum kala melihat kibasan rambut dan jubah para karakter yang bisa terlihat natural selayaknya mereka sedang menyelam.

Ada lagi satu poin kecil tapi keren yang saya perhatikan dari film ini. Setiap kali karakter berbicara dalam air, suara mereka kentara banget perbedaannya dibanding saat mereka bicara di daratan. Kasarnya, ada efek redamnya gitu. Bayangkan saja kalau kamu lagi menyelam dalam air. Suara yang kamu dengar pasti nggak akan begitu jelas, teredam oleh air yang mengelilingi kamu.

Detail macam itu mungkin gampang banget terlewatkan oleh penonton. Tapi film ini nggak luput untuk menyertakannya. Dan bagi saya, itu adalah sesuatu yang patut mendapat pujian.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Patrick Wilson yang menjadi aktor langganan James Wan dalam filmnya/via reddit.com

Tapi karena Aquaman juga didukung oleh pasutri Zack dan Deborah Snyder yang duduk sebagai produser eksekutifnya, beberapa visual di dalamnya jadi terasa memiliki sentuhan Zack Snyder. Itu terlihat dengan masih digunakannya efek slow motion di beberapa adegan. Tujuannya pasti untuk dramatisasi adegan, tapi itu lebih terasa mengganggu.

Beberapa tone warna yang ditampilkan juga terlihat gelap (dark dan gloomy), mirip dengan yang dilakukan Snyder dalam Batman v Superman: Dawn of Justice. Adegan saat Arthur dan Mera bertarung melawan sekelompok makhluk bernama Trench di atas kapal adalah salah satu contohnya.

Hmm.. apa mungkin itu memang disengaja pihak studio demi tetap konsisten dalam memberikan tone  kelam khas DC?

Akhir kata, Aquaman muncul sebagai film superhero khas DC. Pembawaannya serius dan minim komedi, seperti orang yang sulit diajak bercanda.

Tapi pembawaan yang serius dan minimnya unsur komedi bukan patokan tepat untuk menilai film superhero. Selain Wonder Woman, Aquaman layak disebut sebagai yang  terbaik dalam rangkaian film DCEU. Apakah ini pertanda kita bisa berharap lagi pada film superhero DC di masa depan? Hanya waktu yang bisa menjawabnya.

- Advertisement -

The post Review Aquaman, Sosok Penyelamat DCEU dari Keterpurukan Akhirnya Datang! appeared first on Selipan.com.

Review Silam: Perpaduan Horor dan Drama Keluarga yang Bergerak Setengah Hati

Tayang berbarengan dengan Aquaman dan Spider-Man: Into the Spider-Verse, bisa dibilang film Indonesia yang satu ini cukup berani. Di saat film Indonesia lain banyak yang dimundurkan jadwalnya ke Januari 2019, ia tetap percaya diri untuk tayang di minggu kedua Desember dan sendirian pula.

Ya, Silam judulnya. Film horor terbaru yang diproduksi oleh Pichouse Films, anak perusahaan dari MD Pictures.

Lalu bagaimana Silam berkisah?

Menggunakan sudut pandang anak-anak

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Teman-teman Baskara yang bedebah. Kayaknya mereka harus diberi mata pelajaran PMP!/via youtube.com

Serupa Kuntilanak (2018), Silam menjadikan anak-anak sebagai protagonis utama dalam filmnya. Adalah Baskara (Zidane Khalid) yang menanggung peran protagonis dari Silam. Jika kamu bertanya bocah seperti apa Baskara itu, ia adalah anak yang selalu dimarahi ibunya, Fina (Nova Eliza), tanpa sebab yang jelas.

Jadi kalau Hachi si Lebah adalah anak yang selalu mencari ibunya, Baskara adalah anak yang selalu dimarahi ibunya. Tanpa alasan yang jelas pula. Kasihan…

Anyway, karena ibunya itu suka marah-marah, Baskara hanya memiliki ayahnya yang sudah almarhum sebagai teman bercerita. Apa pun yang kejadian yang dialami Baskara, ia selalu menceritakannya di depan kuburan sang ayah, termasuk peristiwa perisakan pemukulan di sekolahnya.

Saat sekolahnya mengadakan studi tur ke Museum Maritim, ia dikurung oleh teman-temannya di sebuah ruangan di museum tersebut. Konon katanya ruangan itu pernah digunakan sebagai tempat gantung diri. Kenapa mereka mengurung Baskara di ruangan tempat orang gantung diri? Itu karena mereka kesal terhadap Baskara yang nggak percaya hantu. Huff… dasar anak-anak.

Namun sejak saat itu, semuanya berubah bagi Baskara. Ia jadi bisa melihat hantu!

Drama keluarga yang menyentuh namun dilupakan begitu saja

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Aktingnya keren anak ini, serius!/via youtube.com

Saya jadi teringat bagaimana A Quiet Place menyuguhkan teror keseraman bukan dari penampakan hantu, melainkan lewat ikatan keluarga yang dihadirkan. Silam sesungguhnya punya potensi melakukan hal yang sama. Itu terlihat dari adegan pembukanya yang memperlihatkan Baskara bicara di kuburan ayahnya. Rasanya saya sendiri hampir mengeluarkan air mata karena adegan tersebut mampu menyentuh siapa pun yang merasa kehilangan sosok orangtua.

Dari adegan pembuka tersebut, Silam bisa saja lebih menggali cerita tentang sisi keluarga dan psikologis karakter utama yang seorang anak kecil. Sayang, Silam seperti setengah hati untuk bergerak ke arah sana.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Kehangatan keluarga Anton yang bikin Baskara iri sekaligus aneh. Lho kok?/via youtube.com

Di tengah film, Silam memang memperkuat drama keluarga dengan menghadirkan keluarga Anton (Surya Saputra) yang hidup harmonis dengan istri dan kedua anak kembarnya. Baskara yang merasa tak disayang lagi oleh ibunya, memutuskan kabur ke rumah Anton yang merupakan saudara kembar ayahnya.

Setelah itu akan ada satu adegan yang patut kamu perhatikan, yakni ketika Baskara curhat pada bibinya, Ami (Wulan Guritno). Curhatannya sendiri berkisar mengenai ibunya dan rasa iri yang ia lihat pada keluarga pamannya. Tapi Zidane, yang baru melakoni debut perdananya, memerankan adegan itu dengan sepenuh hati.

Sayangnya, drama keluarga ini harus terlupakan begitu saja menjelang akhir durasi. Silam malah membelokkan haluan ke film horor kebanyakan yang lagi demen janjian sama setan. Alhasil, drama keluarga yang sudah dibangun runtuh seketika, menjadikan Silam tak bisa lagi menyentuh hati mereka yang menontonnya.

Parade hantu dengan artistik yang maksimal

Image may be NSFW.
Clik here to view.
“Clap your hand, come on!”/via youtube.com

Kehangatan yang dirasakan Baskara di rumah Anton pada akhirnya nggak berlangsung lama. Pasalnya, ia sering diganggu oleh setan yang menghuni rumah Anton.

Bicara hantu-hantu yang dilihat Baskara, Frans Dede V selaku penata artistik sukses menciptakan hantu dengan penampakan yang menyeramkan. Cukuplah untuk membuat bulu kuduk saya berdiri ketika mereka muncul di layar. Meskipun, trik menakut-nakutinya masih sehati dan sejiwa dengan film horor mayoritas: penampakan closeup dan musik yang mengagetkan.

Menarik tapi bukan sesuatu yang baru

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Nangis sih pas adegan ini / via Pichouse Films

Cerita tentang anak kecil yang bisa melihat dan atau berteman dengan hantu menjadi ruh utama dalam novel horor yang ditulis Risa Saraswati, termasuk Silam. Meski nggak termasuk dalam Danur Universe, Silam nyatanya tetap memiliki materi yang menarik. Tapi, ketika menonton Silam, materi tersebut jadi nggak terasa original lagi. Dalam pendekatannya, Silam seperti banyak memadukan elemen dari film horor lain semisal The Doll, Mata Batin, hingga Mirror.

Salah satunya terlihat di adegan memasukkan arwah iblis ke sebuah boneka. Padahal sejak awal, boneka tersebut nggak pernah dieksplorasi. Jadi kenapa arwah iblis itu harus dimasukkan ke boneka?

Atau adal lagi adegan kesurupan Nova Eliza yang mirip dengan apa yang juga dilakukan Jose Poernomo pada Celine Evangelista di Ruqyah: The Exorcism. Padahal nih ya, adegan-adegan tersebut justru mereduksi kekuatan horor yang sudah dibangun dengan baik sepanjang film.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Ini bukan cicak-cicak di dinding lho/via youtube.com

Pada akhirnya, Silam nggak terlahir sebagai karya horor yang istimewa. Tapi jika dibandingkan dengan film horor lainnya semisal Tusuk Jelangkung di Lubang Buaya, Arwah Tumbal Nyai, Bayi Gaib, atau Alas Pati; Silam termasuk film horor yang masih dibuat dengan memakai akal sehat.

- Advertisement -

The post Review Silam: Perpaduan Horor dan Drama Keluarga yang Bergerak Setengah Hati appeared first on Selipan.com.

Review Spider-Man: Into the Spider-Verse, Ini Baru Spider-Man yang Amazing!

Siapakah karakter komik superhero yang paling sering diadaptasi ke dalam bentuk film live-action?

Jawabannya, jika DC punya Batman dan Superman, Marvel punya Spider-Man. Dari pergantian millenium sampai tahun 2018 saja sudah ada tiga aktor berbeda yang memerankan Spider-Man: Tobey Maguire, Andrew Garfield, dan Tom Holland. Hal yang sama juga berlaku pada Bibi May, yang bertransformasi dari yang awalnya karakter nenek-nenek sampai jadi wanita seksi di Spider-Man: Homecoming.

Berapa banyak lagi film Spider-Man yang bakal hadir selama kita hidup? Apakah Bibi May bakal lebih seksi lagi di film Spider-Man selanjutnya?

Pun demikian, Sony dengan percaya diri merilis versi animasi dari si manusia laba-laba tersebut. Dengan mengandalkan judul Spider-Man: Into the Spider-Verse, apakah ini usaha dari Sony untuk membangun universe Spider-Man sekaligus menyaingi MCU dan DCEU?

Menonton Spider-Man: Into the Spider-Verse itu serasa “Menonton” komik

Bagi saya, keputusan untuk membuat Spider-Man: Into the Spider-Verse dalam bentuk animasi ini bisa saja berujung blunder. Spider-Man: Homecoming yang rilis 2017 lalu sanggup memenuhi ekspektasi banyak penonton. Dan sebagai versi live-action, adegan aksi dan visualnya juga mampu memikat mata.

Lalu apa yang bisa ditawarkan Spider-Man: Into the Spider-Verse yang berbentuk animasi? Untuk kamu yang punya rasa skeptis seperti saya, saya kasih tahu: film ini unik!

Dan keunikan itu terlihat dari bagaimana film ini memakai pendekatan grafis khas komik lewat pengkotakan gambar dalam beberapa adegan. Balon dialog yang biasa menyertai juga ikut berseliweran di dalamnya. Mendengarkan efek suara “Ponk!” secara langsung tentu memberikan sensasi tersendiri dibanding jika kamu cuma membacanya di komik.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Ya, kamu bakal mendengar suara dari “Ponk”/via geeksofcolor.co

Kedua hal khas komik tersebut bisa berpadu dengan amat baik di dalam film ini. Menonton Into the Spider-Verse jadi terasa seperti membaca gambar komik yang bergerak dengan lebih hidup.

Oh ya, dan jangan lupakan juga ceritanya yang hampir-hampir mirip cerita ala komik. Bagi saya cerita yang dihadirkan Into the Spider-Verse bagaikan oase di padang pasir; ia memberikan penyegaran yang berbeda pada film superhero. Bahkan mungkin saja Stan Lee sendiri bakal bangga jika melihat film ini.

Film Spider-Man yang paling meriah

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Keenam Spider-Man dalam Into the Spider-Verse/via polygon.com

Bukan tanpa alasan saya bilang Into the Spider-Verse sebagai film Spider-Man yang paling unik sekaligus meriah. Nggak tanggung-tanggung, di film ini kamu bisa menyaksikan enam sosok Spider-Man sekaligus. Tokoh sentralnya pun bukan Peter Parker, melainkan Miles Morales (Shameik Moore) yang secara nggak sengaja bertemu dengan para Spider-Man lain dari dunia berbeda.

Selain Miles, kelima Spider-Man lain adalah Peter B. Parker (Jake Johnson), ‘kembaran’ dari Peter Parker; Gwen Stacy (Hailee Steinfeld) yang menjadi Spider-Woman; Spider-Man Noir (Nicolas Cage) yang tampil monokromatik; Peni Parker (Kimiko Glenn) sebagai Spider-Man ala anime; dan Peter Porker (John Mulaney) alias Spider-Ham yang berwujud seekor babi. Keenamnya bertemu akibat ulah Kingpin (Liev Schreiber) yang membuka portal dimensi untuk menyelamatkan anak serta istrinya yang telah wafat.

Sebagai lawan yang imbang, Kingpin bukanlah satu-satunya penjahat yang harus dihadapi oleh para Spider-Man. Mereka juga harus melawan Doctor Octopus (Kathryn Hahn), Green Goblin (Jorma Taccone), dan Scorpion (Joaquin Cosio). Belum lagi dengan hadirnya satu penjahat lain bernama Prowler (Mahershala Ali) yang misterius. Kurang seru apalagi film ini?! Into the Spider-Verse benar-benar memanjakan para penggemarnya dengan sangat maksimal.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Sosok Prowler yang misterius/via gamespot.com

Into the Spider-Verse memang cukup menjanjikan sebagai permulaan bagi Sony untuk mengembangkan universe si manusia laba-laba. Dalam wawancaranya, Amy Pascal yang bertindak sebagai produser pun mengungkapkan jika sosok Spider-Woman direncanakan untuk diset sebagai fokus cerita dalam sekuelnya nanti.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Sosok Kingpin yang dialihsuarakan oleh Liev Schreiber/via fandom.wikia.com

Layaknya sebuah universe yang dibangun, Into the Spider-Verse berpotensi menghadirkan karakter protagonis lain untuk bisa ikut dimunculkan. Saya rasa nggak berlebihan sih untuk berkhayal tentangnya. Gimana nggak, Kingpin yang dihadirkan sebagai antagonis dalam Into the Spider-Verse sejatinya juga lebih dikenal sebagai musuh abadi Daredevil. ia juga pernah berhadapan dengan Punisher.

Siapa tahu Sony akhirnya menjadi pelopor yang menghadirkan universe superhero di dunia sinematik meski hanya sebatas film animasi.

- Advertisement -

The post Review Spider-Man: Into the Spider-Verse, Ini Baru Spider-Man yang Amazing! appeared first on Selipan.com.

Bikin Baper, Ini 5 Soundtrack Film Indonesia 2018 yang Harus Kamu Dengar

Terkadang ketika menonton film, soundtrack-nya justru lebih membekas dalam ingatan kita ketimbang jalan ceritanya. Lagu dan film kadang punya hubungan simbiosis mutualisme. Ada soundtrack yang melejit gara-gara filmnya. Tapi nggak jarang juga terjadi kebalikannya: popularitas suatu film jadi naik karena terbantu soundtrack yang bagus.

Coba kamu ingat-ingat judul film ini: Dealova (2005), Alexandria (2005), dan Cinta Pertama (2006). Apa kamu lebih ingat jalan ceritanya, atau malah langsung teringat sama soundtrack-nya yang bikin baper?

Tapi, itu kan film-film lama. Banyak lho film Indonesia rilisan tahun 2018 yang menggandeng soundtrack keren sekaligus bikin baper. Berikut saya kasih 5 soundtrack dari film Indonesia yang  yang bikin baper, tapi bakal kamu putar ulang terus.

1. Rindu Sendiri – Iqbaal Ramadhan

Rasanya kurang pas jika nggak memasukkan salah satu lagu dari film terlaris 2018 sejauh ini. Ya, Dilan 1990 yang mengumpulkan lebih dari 6 juta penonton punya beberapa soundtrack yang bikin baper. Tapi, yang saya pilih di daftar ini adalah lagu Rindu Sendiri yang dinyanyikan langsung oleh pemeran utamanya, Iqbaal Ramadhan.

Rindu Sendiri menceritakan salah satu jurus Dilan untuk merayu Milea. Masih ingat dengan ucapan “Milea, rindu itu berat, biar aku saja”?

Ya sudah, sambil nunggu lanjutannya Dilan 1991, boleh kamu putar lagi ya lagunya. Jangan lupa siapkan tisu (basah) barangkali kamu teringat mantan.

2. Satu Sayap Tertinggal – Krisdayanti

“Mana mungkin aku terbang menggapai bintang, bila satu sayapku tertinggal di bumi”

Kalau kamu nonton Hanum & Rangga, pasti masih terngiang-ngiang dengan lirik lagu di atas, iya ‘kan?

Nggak hanya film bertema remaja, film tentang drama orang dewasa juga punya soundtrack yang enak didengar. Apalagi lagunya dinyanyikan oleh diva sekelas Krisdayanti. Sebelum ini, Krisdayanti juga pernah sukses bikin baper lewat lagu-lagunya seperti Surga yang Tak Dirindukan dan Dalam Kenangan (Surga yang Tak Dirindukan 2).

Intinya buat kamu yang sedang mengalami pasang surut hubungan dengan pasangan, lagu ini cocok kamu dengar. Karena bagaimanapun juga, kamu dan pasanganmu ibarat dua sayap yang harus bersama. Kalau satu sayapnya tertinggal, mana mungkin bisa terbang.

3. Mencintaimu – Morgan Oey & Claresta

Film ini merupakan remake dari film lama. Soundtrack-nya pun daur ulang dari lagu lama. Tapi, jangan salah, lagu yang dinyanyikan ulang oleh pemeran utama filmnya ini tetap bisa bikin kamu baper.

Lagu apakah itu? Jawabannya tentu Mencintaimu yang dibawakan oleh Morgan Oey untuk film Arini. Namun, dalam lagu yang sempat populer oleh Krisdayanti di era 2000-an ini, Morgan Oey tak sendirian. Ia mengajak penyanyi Claresta untuk berduet. Hasilnya pun nggak kalah dengan versi lawasnya, masih bikin baper dengan aransemen yang lebih beda.

4. Berdua Bersama – Jaz

Sejak mengeluarkan single pertamanya, Dari Mata, Jaz disambut antusias oleh penggemar musik di Indonesia. Dan siapa sangka karier penyanyi asal Brunei Darussalam itu terus melaju hingga single berikutnya yakni Kasmaran dan Teman Bahagia.

Melihat penggemarnya yang cukup banyak, rumah produksi Starvision pun mengajak Jaz untuk mengisi soundtrack film terbarunya, Milly & Mamet. Alhasil lagu berjudul Berdua Bersama menjadi andalan untuk film tersebut. Meski filmnya baru akan tayang pada 20 Desember 2018, tapi lagunya sudah wara-wiri duluan.

5. Menyimpan Rasa – Devano Danendra

Dan lagu paling bikin baper jatuh pada musisi muda, Devano Danendra. Kok bisa? Ini lagu beda dari empat lagu di atas. Isinya menceritakan seorang cowok yang sulit jatuh cinta lalu bertemu dengan gadis yang dicintainya. Namun, sang cowok sulit sekali untuk mengungkapkan perasaannya. Ia hanya bisa menyimpan rasa itu di lubuk hatinya yang paling dalam. Apakah kamu juga termasuk jenis cowok seperti itu?

Menyimpan Rasa sendiri dijadikan soundtrack Dear Nathan Hello Salma, film remaja produksi Rapi Films. Lagunya sih sudah happening sebelum filmnya dirilis pada Oktober 2018. Bahkan sampai sekarang pun, lagunya masih sering diputar di radio.

“Tuhan tolong dengarkanku, beri aku dia. Tapi jika belum jodoh, aku bisa apa”

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Mungkin ada yang belum tahu, kalau cowok ini adalah anak dari penyanyi dangdut Iis Dahlia / via youtube.com

Apakah kamu sudah denger kelima lagu di atas dan nonton filmnya? Kalau belum, coba kamu dengerin pas hujan melanda, saat malam hari, atau di saat kamu lagi sendirian. Dijamin kamu bakal baper.

Kalau ada daftar lain, sila ditambahkan ya!

- Advertisement -

The post Bikin Baper, Ini 5 Soundtrack Film Indonesia 2018 yang Harus Kamu Dengar appeared first on Selipan.com.

Review Milly & Mamet: Drama Komedi Keluarga yang Hangat dan Mengalir Apa Adanya

“Yang kamu lakukan ke saya itu, JAHIT!”

“Jahit? Jahat kali, Kak! Tolong ya, itu ada saltik. Masa situs sekelas Selipan bisa publish artikel yang salah ketik”

Begitulah kiranya komentar yang muncul ketika pembaca pertama kali membaca kalimat di atas, sebuah kalimat fenomenal yang diucapkan Cinta pada Rangga di Ada Apa Dengan Cinta 2 (2016). Tapi, pendapat kamu akan berubah setelah menonton film Indonesia terbaru, Milly & Mamet.

Berangkat dari dunia AADC

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Kehadiran geng Cinta di Milly & Mamet / via youtube.com

Rangga dan Cinta bisa saja idola penonton AADC. Tapi, AADC nggak hanya diisi oleh Rangga dan Cinta. Masih ada karakter lain yang, jika mendapat jatah eksplorasi lebih, mungkin lebih menarik daripada Rangga dan Cinta. Karakter tersebut adalah Milly dan Mamet, yang akhirnya dibuatkan film spinoff-nya oleh Miles Film dan Starvision.

Dan untuk mengarahkan film ini, tongkat penyutradaraan jatuh pada Ernest Prakasa yang tiga tahun berturut-turut berkolaborasi dengan Starvision dalam Ngenest (2015), Cek Toko Sebelah (2016), dan Susah Sinyal (2017). Menariknya, Ernest mampu melanjutkan cerita AADC dengan menghadirkan semesta mereka lewat hadirnya tokoh Maura (Titi Kamal) dan Karmen (Adinia Wirasti).

Konektivitas nyawa AADC dengan film-film yang pernah digarap Ernest pun terasa begitu menyatu. Milly & Mamet tak berusaha terlalu keras untuk membuat penonton tertawa, pun tak mendayu-dayu untuk menjadi drama. Film ini berjalan natural dan apa adanya.

Cerita sederhana namun memikat

Image may be NSFW.
Clik here to view.
via Miles Film

Ide cerita Milly & Mamet sungguhlah sederhana. Kisah pribadi Milly dan Mamet dieksplorasi lebih jauh, mulai dari mereka berpacaran hingga akhirnya menikah dan memiliki satu anak.

Alkisah Mamet yang hobi masak-memasak memiliki impian membangun restoran sendiri, akhirnya harus mengubur impiannya dalam-dalam. Mimpinya terkubur karena ia harus membantu mertuanya (Roy Marten) menjalankan bisnis pabrik konveksi. Begitupun juga dengan Milly yang harus mundur dari pekerjaannya di bank demi fokus mengurus bayi kecilnya, Sakti.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
via youtube.com

Lika-liku pasangan muda inilah yang hendak diceritakan Milly & Mamet. Sederhana bukan? Tapi kesederhanaan ini justru menjadi kekuatan utama Milly & Mamet dalam mengantarkan pesannya kepada penonton.

Di film ini, Ernest Prakasa yang juga menulis skenario bersama istrinya, Meira Anastasia, lebih rapi dalam menyusun struktur cerita dibanding ketiga film garapannya dulu. Fokus cerita terhadap kehidupan pasangan muda mampu dieksplorasi oleh Ernest dengan lebih dalam dan hangat.

Drama dan komedi berjalan saling beriringan, tapi nggak tumpang tindih

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Jadi salah aku ya di sini / via youtube.com

Sama seperti film Ernest sebelumnya, Milly & Mamet masih mengusung genre drama komedi keluarga. Istilahnya kalau kamu nonton film genre seperti ini, kamu harus bisa terharu dan juga tertawa.

Untuk urusan membuat tangis, Sissy Prescilla (Milly) dan Dennis Adhiswara (Mamet) diberi tantangan khusus menangani adegan drama. Mulai dari adegan salah paham, kecemburuan, hingga kejadian sehari-hari yang biasanya terjadi di kehidupan rumah tangga.

Tak disangka, Sissy dan Dennis berhasil menaklukkan segala tantangan yang diberikan dan mampu menambah rasa dari karakter Milly dan Mamet sebagaimana di dua film Ada Apa Dengan Cinta.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Mereka juga bisa beradegan mesra nan romantis / via youtube.com

Sementara untuk komedi, Ernest masih melakukan formula yang sama: menghadirkan komika sebagai pemancing tawa. Sama seperti di film lainnya, banyolan yang dilontarkan ada yang berhasil dan ada pula yang terkesan dipaksakan.

Tapi yang patut dipuji dari komika di Milly & Mamet adalah penempatannya memiliki konteks yang jelas. Kehadirannya dijadikan sebagai penguat karakter sang tokoh utama. Ini merupakan kemajuan yang perlu diapresiasi jika dibandingkan dengan Susah Sinyal, yang menempatkan komika minim konteks dan terlalu berlebihan.

Selain komika, Ernest pun mengajak bintang-bintang terkenal untuk menjadi bagian dari komedinya. Hasilnya, dua nama penyanyi Isyana Sarasvati dan Melly Goeslaw bisa dibilang yang paling berhasil menyajikan suguhan komedi dengan tepat.

Image may be NSFW.
Clik here to view.

Bicara juga tentang passion

“Mimpi itu bagi yang bujang, Lex”, ucap Mamet kepada teman kuliahnya, Alexandra (Julie Estelle), yang mengajak Mamet untuk kembali menghidupkan mimpinya membangun restoran.

Kalimat tersebut serasa sindiran sekaligus kenyataan. Mungkin banyak yang menganggap momen pasca-pernikahan akan mengorbankan banyak ego diri, termasuk juga urusan mengejar mimpi. Milly & Mamet pun berusaha memasukkan elemen ini terhadap cerita filmnya.

Diceritakan Mamet menerima tawaran Alex untuk membangun restoran impiannya. Untuk urusan dana, Mamet tak perlu memusingkannya. Pacar Alex, James (Yoshi Sudarso), bersedia menjadi investornya. Wah kok mau-maunya ya dia jadi investor. Ada apaaaaa ya sebenarnya?

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Ada apa dengan mereka? / via youtube.com

Satu hal lain yang patut dipuji dari Milly & Mamet adalah ia tak menjadikan passion menjadi raja dalam kehidupan manusia, sebagaimana yang sering didengungkan oleh para motivator. Milly & Mamet cukup mengajak penontonnya untuk berpikir bahwa konsep penerimaan diri jauh lebih perlu diusahakan daripada sekedar mimpi tanpa perencanaan.

Last but not least, Milly & Mamet mengajak kita kembali merenungkan apa arti kebersamaan, kepercayaan, dan hubungan baik. Tak sekedar menghibur, ia juga penuh dengan makna kehidupan. Milly & Mamet bisa disebut sebagai bukti kedewasaan Ernest Prakasa dalam memilih dan memilah unsur drama dan komedi dengan porsi yang seimbang lagi nyaman untuk ditonton.

Nggak percaya? Buktikan sendiri di bioskop pada 20 Desember 2018!

- Advertisement -

The post Review Milly & Mamet: Drama Komedi Keluarga yang Hangat dan Mengalir Apa Adanya appeared first on Selipan.com.


Melangsungkan Gala Premiere di Kapal Pesiar, Ini 5 Fakta dari Film Asal Kau Bahagia

Di tengah tren film horor yang menjamur sejak awal tahun 2018, ternyata ada satu rumah produksi yang sampai saat ini enggan membuat film dengan genre tersebut. Adalah rumah produksi Falcon Pictures yang lebih memilih menyajikan film melodrama Asal Kau Bahagia untuk mengisi liburan akhir tahun. Mereka merilis film dgn judul Asal Kau Bahagia yang merupakan film keenamnya tahun ini.

Setelah sebelumnya ada Teman Tapi Menikah; Benyamin Biang Kerok; Hoax; Si Doel the Movie; dan Gila Lu Ndro!, apa yang ditawarkan film keenam Falcon Pictures di tahun 2018 ini? Mari kita simak fakta menarik dari film yang disutradarai oleh Rako Prijanto tersebut.

1. Diadaptasi dari lagu terkenal

Image may be NSFW.
Clik here to view.
via Tribun

“Katakanlah sekarang bahwa kau tak bahagia, aku punya ragamu tapi tidak hatimu. Kau tak perlu berbohong, kau masih menginginkannya, ku rela kau dengannya, asalkan kau bahagia”

Kalau smartphone kamu dipenuhi dengan lagu-lagu pop Indonesia, tentu nggak asing lagi dong dengan penggalan lirik lagu di atas? Ya, lagu Asal Kau Bahagia yang dibawakan oleh Armada sempat jadi salah satu hits pada tahun 2017. Lagu itu bahkan mengantarkan Armada masuk nominasi AMI Award 2017. Ketenaran lagu tersebutlah yang membuat Frederica, produser Falcon Pictures, berhasrat untuk mengangkatnya ke layar lebar.

Budaya mengadaptasi lagu menjadi film memang belum sepopuler dibanding film yang hasil adaptasi buku/novel. Tapi sebelum ini, lagu milik Virgoun yang berjudul Surat Cinta untuk Starla sempat juga diangkat ke layar lebar di akhir tahun 2017.

2. Penuh bintang muda berbakat

Image may be NSFW.
Clik here to view.
via Falcon Pictures

Asal Kau Bahagia mendapuk Aliando Syarief (Janji Hati, Pertaruhan) dan Teuku Rasyya (7 Hari Menembus Waktu, Cerita Cinta) sebagai bintang utamanya. Keduanya akan terlibat cinta segitiga dengan Aurora Ribero, aktor pendatang baru yang sempat memukau dalam Susah Sinyal.

Ini tentu kesempatan buat kamu jika selama ini kurang memerhatikan kualitas dari aktor-aktor muda Indonesia. Reza Rahadian dan Acha Septriasa memang selalu memukau di setiap penampilan mereka. Tapi, aktor berkualitas dari Indonesia bukan cuma mereka doang lho.

3. Nama asli aktor bakal dipakai untuk nama karakternya

Image may be NSFW.
Clik here to view.
via Falcon Pictures

Jika umumnya karakter di film nggak memakai nama asli aktornya, beda halnya dengan Asal Kau Bahagia. Karakter dalam Asal Kau Bahagia akan menggunakan nama-nama asli mereka. Jadi kalau nama asli aktornya Juned, karakter yang ia mainkan juga akan bernama Juned. Meskipun, yaah… agak sulit membayangkan film drama romantis zaman sekarang yang karakter utamanya bernama Juned.

Keputusan untuk menggunakan nama asli aktor ini jujur saja, terdengar menarik. Dengan begini, para pemain diharapkan bisa lebih menjiwai perannya masing-masing.

4. Gala Premiere di kapal pesiar

Image may be NSFW.
Clik here to view.

Setelah berhasil menelurkan film-film yang berhasil meraih jutaan penonton, Falcon memang jadi salah satu rumah produksi yang patut diperhitungkan di kancah perfilman, terutama dari sisi promosi mereka. Menurut Frederica di sebuah kesempatan, terkadang biaya promosi malah lebih besar daripada biaya untuk produksi film itu sendiri. Wah, mantap sekali ‘kan?

Dan tahukah kamu, apa yang dilakukan Falcon untuk promosi Asal Kau Bahagia?

Gila! Untuk pertama kalinya dalam sejarah perfilman Indonesia, gala premiere diselenggarakan di atas kapal pesiar. Asal Kau Bahagia melangsungkan premiere-nya di kapal pesiar Genting Dream Cruise, Singapura, pada 19 – 21 Desember 2018.

Tak tanggung-tanggung, Falcon pun membawa rombongan pemain, kru, serta awak media menikmati acara premiere tersebut. Sayangnya, saya nggak diajak ikut serta. Padahal, kalau diundang sih, saya nggak bakalan nolak. Hehe.

5. Siap tayang pada 27 Desember 2018

Image may be NSFW.
Clik here to view.
via Falcon Pictures

Asal Kau Bahagia direncanakan tayang pada 27 Desember 2018 dan menjadi film Indonesia terakhir tahun ini. Alasan dipilihnya akhir tahun untuk tayang perdana karena Falcon ingin memanfaatkan momen liburan anak sekolah dan tahun baru untuk mendapatkan penonton. Diharapkannya, Asal Kau Bahagia ini mampu menembus angka 1 juta penonton dan masuk dalam jajaran Top 15 Film Indonesia terlaris tahun 2018.

Gimana, apakah kamu tertarik nonton film yang semula akan dikerjakan Falcon bersama Dapur Films ini?

- Advertisement -

The post Melangsungkan Gala Premiere di Kapal Pesiar, Ini 5 Fakta dari Film Asal Kau Bahagia appeared first on Selipan.com.

Tampil Memukau di Film Perdananya, Inilah 5 Aktor Pendatang Baru Paling Menjanjikan!

Perfilman Indonesia tahun 2018 memang masih dihiasi oleh aktor kawakan yang kemampuan aktingnya nggak perlu diragukan lagi. Sebut saja Acha Septriasa yang memukau di tiga film: Bunda Kisah Cinta 2 Kodi, Jaga Pocong, dan Hanum & Rangga. Itu dari sisi aktor perempuan. Dari jajaran aktor laki-laki, salah satunya ada Ario Bayu yang jadi pasangan Acha di Bunda Kisah Cinta 2 Kodi. Aktingnya juga memukau kita di film seperti 22 Menit, Buffalo Boys, dan Sultan Agung.

Namun demikian, regenerasi itu penting. Nggak mungkin kan 20 tahun mendatang kita masih melihat Acha Septriasa berperan sebagai wanita muda!?

Untungnya, sejumlah aktor pendatang baru ikut meramaikan kancah perfilman Indonesia tahun 2018. Penampilan mereka pun bisa dibilang menjanjikan banget. Bahkan satu di antara mereka berhasil masuk nominasi piala citra.

Penasaran ‘kan siapa saja mereka? Berikut 5 aktor, yang menurut saya, punya potensi besar untuk jadi aktor kelas wahid di masa depan.

1. Vanesha Prescilla

Image may be NSFW.
Clik here to view.
via youtube.com

Dilan 1990 nggak hanya mengorbitkan Iqbaal Ramadhan, tapi juga Vanesha Prescilla. Adik kandung dari artis Sissy Prescillia ini berhasil memerankan Milea menjadi sosok yang dikagumi penonton. Menjadi wajar ketika film yang dibintanginya berhasil meraih lebih dari 6 juta penonton.

Tak hanya sampai di situ saja, Vanesha langsung mengembangkan sayap ke film keduanya, Teman Tapi Menikah. Berperan sebagai Ayudia bing Slamet, Vanesha lagi-lagi tampil memukau dalam dunia seni peran. Diduetkan dengan Adipati Dolken yang lebih berpengalaman, Vanesha cukup terampil mengimbangi permainan sang lawan main.

Semoga tahun depan Vanesha lebih banyak bermain film dengan karakter yang berbeda-beda ya.

2. Adinda Azani

Image may be NSFW.
Clik here to view.
via MNC Pictures

Sosok yang satu ini boleh saja baru kelihatan di layar lebar, tapi ia sudah cukup lama malang melintang di dunia pertelevisian. Ya, Adinda Azani yang berperan sebagai Wulan dalam Rompis ini cukup berhasil membuat penonton baper dengan karakter manja-manja ngeselinnya. Karakter yang agak gimana gitu, mirip seorang cewek yang mau-mau tapi malu. Dan Adinda cukup sukses memainkan mikro ekspresi sesuai peran yang harus dibawakannya.

Keberhasilan Adinda tentu tak luput dari lawan mainnya, Arbani Yasiz. Keduanya bisa menjalin ikatan yang pas karena sebelumnya sudah dibina sebanyak puluhan episode dalam Roman Picisan the Series yang tayang di RCTI.

Harapan saya, semoga tahun depan wajah Adinda dan Arbani masih menghiasi dunia perbioskopan tanah air.

3. Wafda Saifan Lubis

Image may be NSFW.
Clik here to view.
via Drelin Amagra Pictures

Kalau kamu pernah nonton Jelita Sejuba dan terpukau pada akting pemeran utama laki-lakinya yang berperan sebagai tentara, kamu nggak salah dalam menilai. Ia memang pas memerankan sosok suami yang harus meninggalkan istri karena tugas negara. Apalagi ia harus berduet dengan peraih piala citra Pemeran Utama Wanita Terbaik FFI 2017, Putri Marino.

Siapakah laki-laki yang dimaksud? Ia adalah Wafda Saifan Lubis. Selain sebagai aktor, dirinya pernah juga mengisi soundtrack Surga yang Tak Dirindukan 2 yang dinyanyikannya bersama Laudya C. Bella.

Wah, cukup multitalenta ya. Mungkin ia bisa jadi penerus Irwansyah, aktor yang juga sering mengisi soundtrack film?

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Kalau ada biopik tentang Kapten Pierre Tendean, kayaknya ia bisa jadi kandidat kuat sebagai aktornya/via Drelin Amagra Pictures

4. Della Dartyan

Debut perdananya dalam Love for Sale langsung merebut hati juri FFI 2018 untuk memasukkkannya ke dalam nominasi Pemeran Utama Wanita Terbaik. Sayang, piala citra harus jatuh pada Marsha Timothy yang tampil gemilang lewat Marlina si Pembunuh Dalam Empat Babak.

Meski gagal mendapat piala, bukan berarti aktingnya nggak bagus lho. Artis yang juga jadi finalis Puteri Indonesia ini tampil natural sebagai Arini di film tersebut. Karakter Arini sendiri diceritakan sebagai teman kencan seorang pria yang disewanya dari sebuah aplikasi.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
via Visinema ID

Selain bermain di Love for Sale, ia juga membintangi satu series yang berjudul Kenapa Belum Nikah? Dan aktingnya di series ini pun, betul-betul menjiwai karakternya.

Selamat datang di dunia perfilman Indonesia, Della Dartyan!

5. Ayu Tingting

Image may be NSFW.
Clik here to view.
via RA Pictures

Bicara jumlah film, maka artis yang satu ini mengalahkan empat aktor yang sudah disebutkan di atas. Bayangkan saja, di tahun 2018 ia sudah terlibat di empat film. Dan filmnya dari berbagai genre pula, mulai dari horor hingga komedi romantis.

Namanya mungkin sudah tak asing lagi, karena sebelumnya ia lebih dikenal sebagai penyanyi dangdut papan atas. Ya, tiada lain dan tiada bukan, ia adalah Ayu Tingting.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Tuh kan totalitas banget perannya/via youtube.com

Debut perdananya di Dimsum Martabak memaksa ia untuk berperan sebagai gadis miskin namun dengan bulu mata dan blush on yang senantiasa terjaga. Alhasil, banyak penonton yang memuji akting perdana dari pelantuan Sambalado ini.

Setelah Dimsum Martabak, Ayu kemudian muncul di Kesempatan Kedu(d)a dan dwilogi Arwah Tumbal Nyai. Dan satu fakta penting yang harus kamu tahu: keempat film yang dibintanginya diproduksi oleh RA Pictures, rumah produksi milik Raffi Ahmad.

“Memang penting ya informasinya?” Yaah, itu tergantung interpretasi kamu sih.

Itulah daftar 5 aktor pendatang baru yang menurut saya bisa jadi harapan baru bagi regenerasi aktor di Indonesia. Dari daftar tersebut, siapa yang paling kamu suka?

- Advertisement -

The post Tampil Memukau di Film Perdananya, Inilah 5 Aktor Pendatang Baru Paling Menjanjikan! appeared first on Selipan.com.

Anak 90an Pasti Masih Ingat Sama Vampir yang Hobi Loncat-loncat ini, Nostalgia Yuk!

Buat kamu yang lahir pada tahun 90-an ke bawah, pasti udah nggak asing sama sosok makhluk berwajah pucat yang demen loncat-loncat ini. Apalagi kalau kamu demen nonton film Mr. Vampire atau film Boboho yang berjudul Shaolin Popeye. Citra vampir yang dulunya menyeramkan dan brutal seakan berubah drastis di zaman now. Gara-gara sparkling vampir yang berwajah rupawan dan berkelakuan romantis, nih! Kamu tahu lah, siapa yang dimaksud.

Sekedar mengingat kembali seperti apa vampir jaman dulu, coba lihat deh video satu ini.

Nah, vampir itu ternyata punya nama, lho. Namanya adalah Jiangshi/Geungsi dari Tiongkok dan Hong Kong. Vampir ini bisa dibilang seperti zombie, bukan zombie seperti di film Walking Dead atau game Left 4 Dead, tapi lebih ke voodoo zombies.

Awal mula dari vampir ini bukan disebabkan oleh virus atau percobaan ilmuwan gila, tapi lebih ke mistis. Tujuannya sendiri punya maksud baik, lho. Menurut kepercayaan Tiongkok, salah satu penyebab arwah dari orang yang meninggal bisa marah dan menyimpan dendam adalah karena tidak dikubur di kampung halaman mereka. Jadi, anggota keluarga yang meninggal tersebut menggunakan jasa pendeta Tao untuk membimbing mayat untuk pulang ke kampung halamannya.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
via sohu.com

Pendeta tersebut nantinya akan memasang talisman ke wajah sang mayat, setelah itu, si mayat akan bangkit kembali. Karena tubuhnya telah kaku (atau biasa disebut rigor mortis), maka si mayat hanya bisa loncat-loncat mengikuti pendeta dengan diiringi suara lonceng sampai ke tempat tujuan.

Yang menjadi permasalahan adalah, apabila talisman yang dipasang di wajah sampai terlepas, maka si mayat akan menjadi liar, nakal, brutal, membuat semua orang menjadi gempar. Bacanya jangan sambil nyanyi, cuy. Biasanya si mayat akan mengincar esensi kehidupan (chi) atau darah dari makhluk hidup lain. Kebiasaan menggiring mayat untuk pulang ini dipercaya bermula sejak jaman Dinasti Qing, oleh karena itu, nggak heran kalau di gambar-gambar, pakaian yang mereka kenakan kebanyakan berasal dari Dinasti Qing.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
via ajhalliwell.blogspot.co.id

Sama seperti legenda vampir di Eropa, apabila kamu digigit oleh Geungsi, maka kamu juga akan menjadi seperti mereka. Cara pencegahannya adalah langsung menempelkan beras ketan ke luka gigitan, katanya sih beras ketan bisa menarik keluar virus tersebut, sehingga kamu nggak akan menjadi Geungsi meski telah digigit.

Lantas, apakah benar supaya tidak terdeteksi oleh Geungsi adalah dengan menahan nafas? Coba lihat video di bawah ini dulu deh. Di video tersebut dijelaskan tingkatan Geungsi dan bagaimana cara mengalahkan mereka.

Nah, sekarang sudah tahu kan dari mana asal-usul vampir yang hobi loncat-loncat ini?

- Advertisement -

The post Anak 90an Pasti Masih Ingat Sama Vampir yang Hobi Loncat-loncat ini, Nostalgia Yuk! appeared first on Selipan.com.

Apa yang Bikin Bumblebee Pantas Jadi Karya Terbaik dari Seluruh Film Transformers? Jawabannya Sederhana

Tahun 2007 memang telah lama berlalu. Tapi pada tahun itu, ada satu film yang mengenalkan saya pada nama Megan Fox. Judul film tersebut adalah Transformers. Dan ya, saya berterima kasih pada Transformers karena telah mengenalkan Megan Fox. Alasannya, tahu sendiri lah. Saya ini laki-laki, dan Megan Fox merupakan aktor perempuan yang… uhuy!

Tapi Transformers nggak cuma soal Megan Fox. Secara keseluruhan, ia juga mendapat respons yang cukup positif. Kritikus, penggemar film action, sampai tetangga saya banyak yang kasih tanggapan bagus. Pada umumnya kritikus memuji guratan efek dan karakterisasi dari para robot yang terasa hidup sekaligus nyata. Sedangkan tetangga saya? Mereka bilang, “Bro, udah nonton film Transformers belom? Gila, keren banget tuh film!”

Namun semenjak film keduanya, Revenge of the Fallen (2009), sampai film terakhirnya, The Last Knight (2017), film-film Tranformers rutin mendapat kritik negatif meski dari segi pendapatan box office selalu sukses. Saya pun termasuk orang yang kurang puas dengan Tranformers hasil arahan sutradara Michael Bay. Jadi wajar dong kalau awalnya saya agak skeptis terhadap Bumblebee yang merupakan spin off dari Transformers.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Bumblebee dalam wujud lama dan baru yang sempat berdampingan dalam film Transformers/via seibertron.com

Kenyataannya, skeptimisme saya langsung luntur kala menonton langsung Bumblebee.

Di banyak situs, Bumblebee pun meraih skor yang tinggi. IMDB, dan bahkan Rotten Tomatoes nggak ketinggalan memberi film ini apresiasi positif. Respons dari kritikus pun sebelas dua belas.

Lalu apa yang jadi keunggulan dari film yang disutradarai Travis Knight ini, bila dibandingkan dengan film-film Transformers yang digarap Michael Bay?

Bumblebee yang minim aksi, tapi penuh drama

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Hailee Steinfeld menjadi pemanis anyar dalam franchise Transformers/via deadline.com

Apa yang akhirnya membuat Bumblebee justru dianggap sebagai film terbaik dari franchise Transformers? Jawabannya sederhana: akar cerita yang kuat. Christina Hodson yang bertugas sebagai penulis naskah nampaknya memerhatikan betul kritik tentang plot yang kurang jelas pada barisan film Transformers terdahulu.

Berbeda dengan film-film sebelumnya, Bumblebee justru hadir dengan kuantitas aksi yang minim. Fokusnya pun lebih dipusatkan pada drama. Singkatnya, kamu salah kamar kalau mengharapkan banyak adegan pertempuran masif antar robot dalam film ini. Kamu hanya akan menemukan pertarungan tersebut di bagian awal dan akhir film saja.

Membawa judul Bumblebee, film memang lebih difokuskan pada sosoknya semata. Pemusatan karakter ini akhirnya jadi terasa lebih efektif bagi penonton awam yang kebingungan untuk sekedar membedakan yang mana Optimus Prime, mana Megatron, dan mana Ironhod. Sosok antagonis yang dihadirkan di film ini pun hanya berjumlah dua robot saja, yakni Shatter (Angela Bassett) dan Dropskick (Justin Theroux).

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Shatter dan Dropskick yang menjadi lawan dari Bumblebee/via screenrant.com

Hubungan persahabatan antara Bumblebee dengan Charlie benar-benar dieksplorasi sepanjang durasi film. Saya sendiri bisa ikut larut dengan kesedihan yang dirasakan Charlie saat Bumblebee ditangkap. Saya pun bisa sama marahnya dengan Bumblebee saat melihat Charlie diperlakukan dengan kasar oleh Jack.

Inilah yang akhirnya membuat Bumblebee keluar sebagai pemenang di antara barisan film Transformers. Bumblebee bisa hadir dengan lebih hangat dan bernyawa lewat fondasi dramanya, dibanding sekedar mengedepankan porsi aksi yang bombastis semata.

Namun di balik sematan positif yang menempel pada Bumblebee, timbul satu pertanyaan mengganjal dalam benak saya:

Bumblebee sebenarnya spin-off atau remake dari Transformers sih?

Transformers (selanjutnya disingkat TF) dan Bumblebee (selanjutnya disingkat BB) sama-sama membuka film dengan adegan peperangan antara kubu Autobots dengan Decepticons di planet Cybertron. Saat TF mengakhiri perang dengan jatuhnya Megatron ke bumi, BB justru menceritakan jika bumi menjadi salah satu tempat bersembunyi anggota Autobots.

Penonton kemudian dikenalkan dengan karakter manusia: Sam Witwicky (Shia LaBeouf) dalam TF dan Charlie (Hailee Steinfeld) dalam BB. Keduanya sama-sama bertemu dengan Bumblebee dan menjalin hubungan persahabatan.

Karena BB juga merupakan prekuel, Sam seenggaknya harus berterima kasih pada Charlie karena telah berjasa dalam memberikan nama Bumblebee yang bernama asli B-127. Charlie pula yang membantu memperbaiki radio Bumblebee agar bisa berkomunikasi setelah sensor suaranya rusak dalam pertarungan. Yup, Bumblebee sempat ditunjukkan bisa berbicara normal layaknya robot-robot yang lain.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
via imdb.com

Baik Sam dan Charlie yang mengetahui rahasia tentang Bumblebee akhirnya berusaha menyembunyikan keberadaan sang robot dengan bantuan pasangan masing-masing. Kamu tentunya ingat dengan Mikaela (Megan Fox) yang menjadi pasangan dari Sam dalam TF. Dalam BB, hadir Memo (Jorge Lendeborg Jr.) yang menaruh hati pada Charlie.

Robot yang bersembunyi juga diceritakan menjadi incaran pihak militer untuk diburu. Ingat sosok Kapten Lennox (Josh Duhamel) dan Sersan Robert (Tyrese Gibson) dalam TF yang membantu para Autobots? BB menghadirkan sosok Jack Burns (John Cena) sebagai anggota militer yang malah kurang bersahabat dengan Bumblebee.

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Jack Burns yang diperankan John Cena/via traileraddict.com

Lewat karakter Jack pula, penonton kemudian dikenalkan dengan Dr. Powell (John Ortiz), ilmuwan yang terobsesi untuk meneliti teknologi para robot. Sosok ilmuwan seperti itu pun juga dihadirkan dalam TF lewat karakter Agen Seymour (John Turturro) yang tampil dengan jenaka.

Jadi, dengan semua kesamaan tersebut, Bumblebee sebenarnya spin off atau remake dari Transformers sih?

Tapi kesamaan tersebut hanyalah riak kecil di tengah samudra. Semoga saja spin off berikutnya yang akan memasang Optimus Prime bisa berakhir sama baiknya dengan Bumblebee. Lebih bagus lagi kalau formula dasar dari Transformers nggak kembali diulang sih.

- Advertisement -

The post Apa yang Bikin Bumblebee Pantas Jadi Karya Terbaik dari Seluruh Film Transformers? Jawabannya Sederhana appeared first on Selipan.com.

Ini Dia 5 Film Horor Indonesia Terbaik Sepanjang 2018, Mana Favoritmu?

Image may be NSFW.
Clik here to view.
via Twitter.com

Coba kita amati gambar di atas. Gambar di atas bukan cuma sekadar judul-judul film horor Indonesia yang jenis font-nya mirip kayak nama band metal. Gambar di atas juga merupakan bukti kalau variasi hantu yang dibuat oleh sineas kita sepanjang 2018 itu banyak banget.

Tapi apakah hasil filmnya memuaskan?

Jujur, saya cukup kesulitan menentukan film horor Indonesia terburuk tahun ini. Bila saya menyebut Wahana Rumah Hantu sebagai film horor terburuk, nantinya kasihan dong Arwah Tumbal Nyai, Jaran Goyang, dan Get Lost yang juga sama buruknya.

Maka dari itu, saya lebih baik menentukan kategori terbaik saja. Ini jelas lebih mudah, karena kandidatnya mudah ditebak oleh sebagian besar penonton film Indonesia. Mungkin kamu juga bisa setuju dengan beberapa pilihan di daftar ini?

5. Jaga Pocong

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Suster Mila nampaknya menyesal datang ke rumah itu / via Spectrum Film

Di posisi buncit ada film horor karya Hadrah Daeng Ratu. Sebetulnya filmnya nggak bagus-bagus amat sih. Tapi dibanding yang lain, Jaga Pocong lumayan untuk dipakai sebagai bahan menakut-nakuti. Selain itu ada juga faktor Acha Septriasa yang bermain cantik di film ini. Meskipun di pertengahan durasi film, ia cuma teriak “Novi..Novi..Novi”.

Tapi ya, kalau aktor hebat diberi skenario singkat, padat, jelas, dan berulang-ulang saja, ia masih bisa melafalkannya dengan baik dan berbeda intonasi.

4. Kafir: Bersekutu dengan Setan

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Pelajaran penting dari film ini adalah jangan pernah merebut laki orang kalau nggak ingin kena karmanya / via Starvision

Kafir: Bersekutu dengan Setan bisa saja mendapat posisi lebih tinggi andaikata nggak ada adegan yang super lebay di akhir film. Adegan itu agak merusak kengerian yang sudah dibangun sejak awal.

Padahal film ini nggak hanya memanfaatkan suara minimalis tapi mencekam guna membangun tingkat keseramannya, ia juga cerdas dalam memakai permainan kamera dan pencahayaan yang keren. Wajar kalau di Festival Film Bandung 2018, Kafir: Bersekutu dengan Setan meraih penghargaan Penata Kamera Terpuji.

Tapi adegan akhirnya itu lho…

3. Kuntilanak

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Jangan lagi ah bercermin di depan kaca mistis / via MVP

Kamu boleh banget nggak setuju dengan masuknya Kuntilanak di posisi 3. Pasalnya, banyak penonton yang kecewa setelah nonton film ini. Kebanyakan sih bilang porsi horornya sedikit dan lebih dominan unsur komedinya. Itu memang ada benarnya, saya juga merasa begitu. Rekan saya di Selipan pun berpendapat demikian di ulasannya.

Eittts… tapi itu juga bisa dianggap sebagai kelebihan Kuntilanak yang nggak dimiliki film horor lain tahun ini. Buat saya, Kuntilanak tetap punya potensi buat jadi sajian horor komedi yang nggak murahan, nggak seperti horor di tahun 2008-2012. Terlebih, sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang anak-anak.

2. Sebelum Iblis Menjemput

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Senang banget melihat mereka ditendang, dibanting, dimasukin lumpur / via Sky Media

Penampilan Chelsea Islan & Pevita Pearce di Sebelum Iblis Menjemput menghadirkan sensasi tersendiri bagi saya. Mereka adalah duet yang nggak bisa didustakan. Selain duet mereka, Sebelum Iblis Menjemput juga turut hadirkan cerita yang mengikat dan mencekam.

1. Suzzanna: Bernapas dalam Kubur

Image may be NSFW.
Clik here to view.
Nggak hanya menyeramkan, Suzzanna juga tampil romantis / via Soraya Intercine Films

Suzzanna: Bernapas dalam Kubur dan Sebelum Iblis Menjemput adalah dua film horor Indonesia terbaik tahun ini. Sulit untuk memilih mana yang layak ada di posisi pertama. Keduanya punya keunggulan yang sama; mulai dari akting para pemain, sinematografi, dan desain produksi yang serius.

Namun, setelah bertapa ratusan purnama, saya memutuskan Suzzanna: Bernapas dalam Kubur di posisi teratas. Kenapa? karena materi film ini bersumber dari kearifan lokal Indonesia.

Dengan bergentayangannya Suzzanna di tahun 2018, saya juga punya harapan ke depannya makin banyak sineas yang mengeksplorasi hantu-hantu lokal. Tentu digarapnya harus serius. Saya yakin kiblat film horor itu bukan hanya James Wan, Indonesia juga punya kiblat yang bisa dijadikan rujukan.

Lagipula, lebih seram mana sih hantu asli Indonesia dan makhluk supranatural khas negeri Barat? Bagi saya, Wewe Gombel atau Kuntilanak jauh lebih seram dibanding zombie, Dracula, atau suster The Nun sekalipun. Iya, nggak?

- Advertisement -

The post Ini Dia 5 Film Horor Indonesia Terbaik Sepanjang 2018, Mana Favoritmu? appeared first on Selipan.com.

Viewing all 562 articles
Browse latest View live