Quantcast
Channel: Movies – Selipan.com
Viewing all 562 articles
Browse latest View live

Meski Nggak Mengisahkan Sosok Pahlawan, 5 Film Biopik Ini Tetap Sajikan Semangat Perjuangan yang Inspiratif

$
0
0

Kalau mendengar istilah film biopik, siapa sosok yang terlintas pertama kali di benak kamu? Apa Freddie Mercury dan bandnya, Queen?

Kebanyakan orang mengasosiasikan film biopik dengan sejumlah pahlawan nasional dan yang sudah meninggal. Semisal Soekarno, Tjokroaminoto, Jenderal Soedirman, Cut Nyak Dhien dan sejumlah tokoh lainnya yang berjasa terhadap perjuangan bangsa Indonesia.

Tapi tahukah kamu, banyak juga film Indonesia yang menghadirkan kisah tokoh terkenal yang bukan termasuk pahlawan nasional, bahkan beberapa di antaranya masih hidup di tengah-tengah kita. Penasaran? Yuk simak.

1. 3 Srikandi (2016)

Bunga Citra Lestari, Chelsea Islan dan Tara Basro dipercaya memerankan karakter 3 Srikandi/via youtube.com

Siapa atlet yang menyumbang medali Olimpiade pertama bagi Indonesia? Jawabannya tak lain dan tak bukan adalah Nurfitriyana Saiman, Lilies Handayani dan Kusuma Wardhani yang tergabung dalam tim panahan wanita untuk Olimpiade 1988 di Seoul, Korea Selatan. Ketiga atlet yang meraih medali perak ini sering disebut-sebut dengan istilah 3 Srikandi.

Hal inilah yang membuat sutradara Imam Brotoseno tergerak untuk mengisahkan perjuangan mereka lewat film berjudul 3 Srikandi. Film ini mengusung semangat perjuangan atlet untuk bertanding di Olimpiade. Kita akan disuguhkan bagaimana mereka harus melalui serangkaian proses mulai dari latihan yang rutin, karantina di tempat yang jauh dari keramaian, hingga berkonflik dengan urusan pribadi masing-masing.

2. 99 Cahaya di Langit Eropa (2013)

Dari dunia olahraga kita beralih ke dunia kepenulisan. Adalah Hanum Rais, penulis terkenal yang berjuang mengubah stigma atau pandangan negatif orang Eropa terhadap Islam melalui tulisannya. 99 Cahaya di Langit Eropa adalah film pertamanya yang mengisahkan perjuangannya tersebut.

Diceritakan dalam film ini, Hanum yang menemani Rangga, suaminya yang sedang kuliah doktorat di Austria, harus beradaptasi dengan lingkungan tempat tinggalnya. Dari sinilah mereka mulai bertemu dengan orang-orang sekeliling yang merendahkan Islam, hingga membawa mereka pada jejak-jejak Islam di Eropa.

Fatma Pasha (Raline Shah) adalah salah satu tokoh penting yang ditemui Hanum (Acha Septriasa) di 99 Cahaya di Langit Eropa / via youtube.com

Film yang diproduksi Maxima Pictures ini mendapat sambutan positif dari berbagai tokoh penting, kritikus, maupun penonton film. Respons itu juga yang akhirnya membuat perjuangan Hanum Rais tak selesai sampai di film ini saja. Ia melanjutkan perjuangannya hingga ke Amerika dalam Bulan Terbelah Langit di Amerika dengan membawa visi yang sama dengan pendahulunya.

Terbaru, Hanum Rais pun mempersembahkan karyanya dalam Hanum & Rangga yang akan tayang mulai 8 November 2018.

3. Chrisye (2017)

Tak mudah untuk menjadi seorang musisi yang dicintai hingga lintas generasi. Dan Chrisye adalah contoh nyata dari penyanyi Indonesia yang karya-karyanya abadi meski sosoknya telah tiada. Sejak kecil Chrisye sudah mendalami musik meski dilakukan secara diam-diam karena ayahnya menginginkan dia menjadi seorang insinyur. Konflik batin pun menyelimuti masa-masa perjuangannya dalam meniti karier di bidang musik. Perjuangan tersebut dilukiskan oleh Rizal Mantovani dalam Chrisye, film yang diproduksi oleh MNC Pictures dan Vito Global Visi.

Yang paling menarik dari film ini adalah fokus sutradara dalam menggali kegundahan Chrisye terhadap makna kehidupan. Tak dibuat secara musikal, Chrisye memang lebih condong ke arah religi, terlebih dengan kekuatan ada pada pengisahan di balik layar pembuatan lagu Ketika Tangan dan Kaki Berkata.

Selain itu, kekuatan utama film ini ada pada aktor Vino G. Bastian yang dipercaya memerankan Chrisye. Atas akting apiknya tersebut, Vino berhasil meraih penghargaan Pemeran Utama Pria Terbaik Indonesian Movie Actor Award 2018 dan nominasi Pemeran Utama Pria Terpuji di Festival Film Bandung 2018.

Oh Tuhan tolonglah aku cinta, aku cinta dia / via MNC Pictures

4. Hijrah Cinta (2014)

Fenomena selebriti berhijrah memang sedang marak belakangan ini. Salah satunya ditandai dengan ciri-ciri yang kasat mata, seperti selebriti wanita yang sebelumnya tak memakai hijab kini menggunakannya. Tapi, apakah makna hijrah sebatas itu?

Empat tahun lalu sutradara Indra Gunawan menafsirkan makna hijrah seorang selebriti dalam Hijrah Cinta. Indra memaknai hijrah adalah perubahan dari sesuatu yang buruk menjadi baik. Menariknya, iamenawarkan makna hijrah ini dalam serangkaian proses bukan hasil akhir.

Penasaran siapa selebriti yang dimaksud? Ya, dia adalah almarhum Ustad Jefri Al-Buchori yang lebih akrab disapa Uje.

Penampilan ceramah perdana Uje (Alfie Alfandy) di Hijrah Cinta/via youtube.com

Dalam Hijrah Cinta, perjuangan Uje yang terjerumus ke dalam narkoba hingga akhirnya menjadi seorang penceramah, dilukiskan cukup berliku dan tak mudah. Bahkan hingga akhir hayatnya, proses hijrah Uje masih diwarnai dengan kebimbangan atas dirinya sendiri.

Mungkin itulah makna hijrah sesungguhnya yang ditawarkan Hijrah Cinta, bukan semata-mata merasa paling benar karena merasa sudah berhijrah.

5. Sundul Gan: The Story of Kaskus (2016)

Siapa yang nggak tahu dengan startup terkenal asal Indonesia, Kaskus? Rasa-rasanya belum menjadi warganet yang sah jika belum menjadi kaskuser, terlepas aktif sebagai pengisi thread atau sekadar silent reader. Tapi apakah kamu tahu, bahwa untuk mendirikan Kaskus, Andre Darwis dan Ken Dean harus menempuh jalan yang rumit?

Kira-kira ekspresi mereka begitu, kenapa ya?/via youtube.com

Perjuangan mereka diisi dengan citra negatif Kaskus yang dituding sebagai situs esek-esek, kesulitan mencari investor, hingga konflik yang menyebabkan renggangnya persahabatan Andre dan Ken. Semua perjuangan keduanya dalam mendirikan dan membesarkan Kaskus, dipotret sutradara Naya Anindita dalam Sundul Gan: The Story of Kaskus.

Sayangnya, film ini cenderung luput dari perhatian penonton, bahkan dari kaskuser itu sendiri.

Sebetulnya masih banyak film-film biopik non pahlawan yang kisahnya cukup inspiratif. Namun, saya pilihkan 5 film di atas untuk mewakili dunianya masing-masing. Mulai dari dunia musik, kepenulisan, olahraga, dakwah, hingga teknologi informasi.

Gimana, kamu sudah nonton yang mana saja?

- Advertisement -

The post Meski Nggak Mengisahkan Sosok Pahlawan, 5 Film Biopik Ini Tetap Sajikan Semangat Perjuangan yang Inspiratif appeared first on Selipan.com.


Bukan Kisah Cinta Biasa, 5 Anime Romance Ini Kasih Kita Pelajaran Bagus soal Hubungan Asmara

$
0
0

Alkisah, ada seorang cewek atau cowok pemalu yang sedang dimabuk asmara. Ia sering memandang gebetannya dari jarak jauh. Setelah melalui berbagai rintangan yang menghadang (termasuk mengalahkan saingannya), akhirnya si cowok atau cewek pemalu itu bisa mendapatkan hati gebetannya. Mereka jadian, dan cerita pun tamat.

Sadar nggak kalau kebanyakan manga dan anime bergenre romance rata-rata punya jalan cerita yang simpel kayak di atas? Kesederhanaan cerita tersebut biasanya ditempeli juga dengan berbagai klise khas anime: teman masa kecil yang selalu menemani karakter utama, cinta segitiga, dan harem, harem, dan harem!

Maka dari itu, dalam artikel ini saya mau kasih rekomendasi anime berunsur romance yang nggak mainstream. Nggak semua anime di daftar ini murni drama romantis sih. Anime yang disusupi unsur komedi, psikologis, dan gore pun ada. Langsung aja deh kamu cek daftarnya.

1. Gekkan Shoujo Nozaki-kun (Monthly Girls Nozaki-kun)

via taykobon.com

Cerita yang dihadirkan manga shoujo dan romance selalu terasa romantis. Karakter prianya terlihat seakan mereka itu pangeran tampan yang mengendarai kuda putih. Sementara karakter wanitanya terlihat seakan mereka itu putri yang tengah menunggu pangeran tampan pengendara kuda putih.

Tapi, apa sebenarnya mangaka yang menulis cerita romantis itu pernah mengalami sendiri kejadian seperti di komik-komik shoujo? Belum tentu.

Dan di sinilah Gekkan Shoujo Nozaki-kun menyindir habis mayoritas manga dan anime shoujo lewat humor-humornya yang kocak. Ya, anime ini memang menyandang status komedi romantis, tapi humornya selalu mengena dan jauh dari kesan klise. Kelucuannya mungkin hampir bisa disetarakan dengan Gintama atau Saiki Kusuo no Psi-nan, dua anime yang selama ini banyak dianggap sebagai rajanya genre komedi.

Janganlah ditelan bulat-bulat perkataan mereka yang suka kasih kamu saran perihal hubungan asmara. Karena toh, belum tentu juga mereka tahu apa yang mereka bicarakan. Mungkin itu pesan dari Gekkan Shoujo Nozaki-kun.

2. Yamada-kun to 7-nin no Majo (Yamada-kun and the 7 Witches)

via animenachrichten.de

Satu lagi anime yang masuk kategori komedi romantis. Cerita Yamada-kun to 7-nin no Majo berkisar pada usaha siswa SMA berandalan yang udah bertobat untuk menemukan penyihir di sekolahnya.

Seperti yang bisa dilihat dari judulnya yang membawa-bawa penyihir, anime ini sarat dengan unsur fantasi dan supernatural. Karakter utama perempuannya saja punya kemampuan bertukar tubuh. Terlepas dari itu, Yamada-kun to 7-nin no Majo nggak lantas melupakan akar romance-nya kok.

Kamu yang introvert mungkin bakal terhubung sama karakter di anime ini. Melihat gimana usaha Yamada si karakter utama dalam mencari topik obrolan dengan gebetannya, atau gimana bingungnya Yamada saat mencoba menarik perhatian teman-temannya, mungkin kamu bakal bilang dalam hati, “Ini gue banget!”

Berteman dengan seseorang saat di bangku sekolah, lulus, berpisah, lalu saling melupakan. Itu adalah siklus kehidupan yang dialami banyak orang. Tapi Yamada-kun to 7-nin no Majo menghadirkan pengingat yang bagus bagi kita akan arti menjaga hubungan persahabatan.

3. Elfen Lied

via ign.com

Ini mah bukan anime romance, tapi horor!” mungkin sebagian dari kamu berpikir kayak gitu.

Yup, dugaan kamu nggak salah. Elfen Lied penuh banget sama adegan gore dan kekerasan (fisik dan seksuil), yang bikin anime ini pantas masuk genre horor atau thriller.

Tapi jangan lupakan juga kalau Elfen Lied itu menceritakan hubungan spesial antara dua insan yang berbeda. Well, lebih tepatnya, cewek dan cowok yang berbeda spesies: yang satunya manusia, yang satunya lagi makhluk yang disebut Diclonius. Dan perbedaan antara kedua karakter utama itulah yang mampu diramu dengan sangat baik dalam Elfen Lied; bagaimana suatu perbedaan yang kemudian disulut oleh prasangka buruk dan dendam bisa jadi jurang pemisah antara satu manusia dengan manusia lainnya.

Satu lagi, ketika saya selesai menonton anime ini, saya jadi berpikir apakah orang yang melakukan dosa besar pada kita pantas untuk dimaafkan, meskipun sebelumnya kita menaruh hati ke orang tersebut? Entah ya reaksi kamu kayak gimana saat menontonnya.

4. Byousoku 5 Centimeter (5 Centimeters Per Second)

via hanoigrapevine.com

Jangan salah paham dulu, ini bukan versi anime dari film 5 cm yang ambil lokasi syuting di Mahameru. 5 Centimeters Per Second ini merupakan anime yang terdiri atas tiga bagian yang saling berhubungan: Oukasho, Cosmonaut, dan Byosoku 5 Senchimetoru.

Pada bagian awal, anime ini cenderung terasa biasa aja. Istilah kerennya, nothing special. Tapi semua berubah ketika memasuki bagian Cosmonaut. Mulai bagian Cosmonaut, kamu harus siap-siap ngerasa sakit yang sangat di ulu hati.

Yup, keunggulan anime ini ada di kemampuannya membungkus cerita klise tentang persahabatan masa kecil berubah jadi cinta dengan alur cerita, musik latar, hingga kata-kata yang indah sekaligus menusuk hati. Kenyataan bahwa dua karakter utamanya semakin tumbuh dewasa dan memiliki kehidupan masing-masing malah makin menambah nuansa kesedihan.

Buat saya sendiri, anime ini bisa membuat penontonnya mengingat kembali keluguan masa sekolah dulu, di saat kita hanya bisa menanggapi gebetan dengan senyum simpul cool yang dibuat-buat. Padahal dalam hati, kita dibuat berbunga-bunga banget.

(Spoiler alert!) Dan akhirnya cinta monyet kita itu pun kandas karena si gebetan udah keburu nikah sama orang lain.

5. Shigatsu wa Kimi no Uso (Your Lie in April)

via cinelol.it

Hati-hati aja kalau kamu belum nonton, Your Lie in April ini merupakan anime yang menguras air mata.

Kousei Arima, tokoh utama dalam anime ini adalah pianis yang sangat handal. Namun, Arima nggak pernah lagi menyentuh dan memainkan piano setelah kematian ibunya yang sekaligus menjadi gurunya. Ya, kematian ibunya membuat Arima mengalami trauma yang hebat… sampai ia bertemu Kaori Miyazono, seorang pemain biola berbakat yang menyembunyikan rahasia besar dari Arima.

Jalan cerita yang nggak mudah ditebak jadi salah satu alasan anime ini wajib ditonton. Ada kalanya kita dibikin bahagia oleh adegan-adegannya, lalu kita dibuat berharap, dan akhirnya perasaan kita dijatuhkan hingga hancur berkeping-keping. Persis kelakuan gebetan kamu ya? He he he.

Mengingat ini adalah anime yang berkaitan dengan musik, kamu akan dimanjakan dengan sajian musik-musik yang berkualitas. Musik yang hadir di dalam anime ini nggak cuma jadi pemanis, tapi juga jadi penguat cerita yang memengaruhi emosi. Pilihan musiknya pun bikin kamu serasa nonton drama musikal.

Percuma hanya baca lewat artikel ini. Kalau kamu pengin dapat kesan yang lengkap, dan kenapa banyak orang yang dibuat baper sama anime ini, baiknya kamu tonton langsung Your Lie in April.

Itulah 5 anime dengan kisah percintaan yang unik. Selamat menonton ya!!

- Advertisement -

The post Bukan Kisah Cinta Biasa, 5 Anime Romance Ini Kasih Kita Pelajaran Bagus soal Hubungan Asmara appeared first on Selipan.com.

Review Overlord: Lebih Mengutamakan Aksi, Abai dalam Mengulas Eksperimen Gila Nazi

$
0
0

Ini adalah film yang menjadikan kisah tentang tentara Nazi dengan eksperimen gilanya sebagai  benang merah utama. Tapi sepanjang durasi, Overlord malah berputar-putar menceritakan segelintir tentara yang mengemban satu tugas, dan mereka terjebak di daerah perbatasan Prancis.

Diawali dengan aksi dan drama

via imdb.com

Overlord dibuka dengan adegan yang fantastis. Desing tembakan hingga dentuman ledakan ikut memacu adrenalin penonton saat menyaksikan sekelompok tentara Amerika yang tengah bertugas dalam suatu misi. Mereka ditugaskan untuk menghancurkan menara komunikasi tentara Nazi di perbatasan Prancis demi melemahkan pertahanan lawan.

Singkat cerita, hanya sebagian dari mereka yang selamat: Boyce (Jovan Adepo), Tibbet (John Magaro), Chase (Ian De Caestecker), Dawson (Jacob Anderson), dan Kopral Ford (Wyatt Russell). Kelima tentara tersebut kemudian nggak sengaja bertemu dengan warga setempat yang membantu mereka dalam melanjutkan misi. Adalah Chloe (Mathilde Olivier), warga setempat yang diceritakan berjenis kelamin perempuan.

Hmm… apakah film yang bernuansakan ‘maskulin’ punya kewajiban untuk memasukkan karakter sebagai pemanis di dalam cerita?

Sosok Chloe si pemanis dalam Overlord/via denofgeek.com

Sampai sini Overlord terlihat sebagai tipikal film action dengan sedikit bumbu drama yang diselipkan di dalamnya. Drama tersebut bisa dibilang hadir lewat Chloe yang hanya hidup berdua dengan sang adik, Paul (Gianny Taufer), sambil merawat bibinya yang sakit akibat eksperimen Nazi.

Eksperimen gila yang ingin melebihi Tuhan

Eksperimen Nazi tersebut akhirnya baru mulai disinggung di pertengahan durasi. Well, saya sedikit kecewa sih sebenarnya karena hal tersebut hanya dimunculkan sekilas. Ibaratnya eksperimen itu hanya untuk perkenalan bagi penonton pada apa yang akan dihadapi para tentara, saat nantinya mereka menjalankan misi utama.

via ew.com

Padahal saya penasaran dan ingin tahu lebih dalam perihal percobaan gila yang menggunakan aspal sebagai bahan baku utamanya. Bisa kamu bayangin, ada ilmuwan yang terobsesi menyuntikkan ter ke tubuh manusia? Alih-alih dieksplorasi lebih jauh, penonton hanya sekadar diberi tahu kalau eksperimen tersebut diniatkan menjadi senjata massal untuk menciptakan tentara yang sukar dikalahkan.

Di sini akhirnya saya baru bisa mengerti makna dari penggunaan judul Overlord, yang jika diterjemahkan secara harafiah berarti “Melebihi Tuhan”. Ya, ilmuwan Nazi seolah bertindak di luar batas untuk menghidupkan orang yang sudah mati, sekaligus tetap menggunakan manusia yang masih hidup sebagai kelinci percobaan. Hal ini juga menjadi ironi karena lokasi laboratoriumnya diceritakan ada di ruang bawah tanah sebuah gereja.

Terlepas dari isu ketuhanan, pertanyaan terkait eksperimen tetap dibiarkan menggantung. Saya heran kenapa ada hasil eksperimen yang dianggap tak berbahaya seperti bibi dari Chloe, tapi di sisi lain ada hasil eksperimen yang bisa bertindak brutal dan nggak kenal ampun. Setiap individu yang disuntik sepertinya mendapat reaksi yang berbeda tergantung kondisi. Bingung ‘kan?

Film kelas B dari produser kelas A

Daya tarik Overlord, yang juga jadi bahan promosinya, memang terletak di nama J. J. Abrams yang duduk di bangku produser. Ya, hanya sebatas produser. Sedangkan bangku sutradara Overlord diduduki oleh Julius Avery yang lebih sering membuat film pendek. Ia baru tercatat menyutradarai satu film panjang lewat Son of a Gun di tahun 2014.

Barisan pemainnya sendiri diisi oleh nama-nama asing dengan wajah yang juga kurang familiar. Overlord akhirnya menjadi semacam film kelas B yang tampil klise dengan menggunakan unsur aksi, kekerasan, dan darah. Coba misalkan film ini nggak diproduseri oleh J. J, Abrams, apakah pihak studio bisa lebih percaya diri dalam mempromosikan Overlord?

via paramount.com

Tapi Overlord nggak hanya mengandalkan nama Abrams semata. Naskah Overlord ditulis oleh duet Billy Ray yang pernah menulis The Hunger Games (2012) dan Captain Phillips (2013), serta Mark L. Smith yang pernah menulis Vacancy (2007) dan The Revenant (2015). Kolaborasi Ray dan Smith akhirnya mampu menghadirkan kisah Overlord yang dipenuhi aksi, drama, hingga gore yang nggak bisa dipandang sebelah mata. Saking sadisnya, beberapa adegan di dalam bioskop cukup kentara terkena sensor.

Overlord memang terhitung menjanjikan kalau melihat produser dan penulis naskahnya. Eksekusi filmnya juga bisa tampil dengan intensitas ketegangan yang hadir dengan akting para pemain yang nggak bisa dibilang jelek. Tapi kalau kamu menginginkan penjelasan lebih tentang eksperiman Nazi yang dimaksudkan sedari awal, sebaiknya kamu nggak perlu terlalu berharap banyak pada Overlord.

- Advertisement -

The post Review Overlord: Lebih Mengutamakan Aksi, Abai dalam Mengulas Eksperimen Gila Nazi appeared first on Selipan.com.

Review A Man Called Ahok: Drama Keluarga yang Penuh dengan Nilai Kebaikan

$
0
0

Beberapa hari sebelum A Man Called Ahok tayang, tersiar kabar larangan menonton film ini karena dianggap propaganda, terutama terkait kasusnya yang dituding sebagai penista agama. Eitts… bentar dulu. Kayaknya mereka yang menyebar info tersebut belum nonton ya. Setelah saya nonton, ternyata film ini nggak membahas kasus tersebut sedikit pun. A Man Called Ahok malah bercerita masa kecil Ahok di Belitung dan porsinya pun malah tak banyak.

Penasaran seperti apa filmnya? Yuk simak!

Drama keluarga yang menyentuh

Diceritakan Ahok kecil (Eric Febrian) lahir di keluarga Kim Nam (Deny Sumargo), pengusaha tambang terpandang di Belitung. Kim Nam dikenal sebagai seorang yang dermawan, sering membantu tetangga yang kesulitan keuangan. Apa yang dilakukan Kim Nam semata-mata untuk mendidik anaknya agar memiliki jiwa penolong.

Kehidupan keluarga Kim Nam dilukiskan dengan baik pada paruh pertama film. Bagian ini dipergunakan sutradara Putrama Tuta untuk mengeskplorasi karakter utama. Putrama pun berhasil membuat saya peduli pada karakter-karakter yang ada di keluarga Kim Nam. Filosopi-filosopi dan nasihat yang dilontarkan dari seorang ayah kepada anaknya begitu meresap di hati. Yang paling membekas tentu ketika Kim Nam mengajarkan filosopi tentang “Berburu dengan saudara sekandung”. Paham bagaimana maksudnya?

Selain itu ada banyak nilai yang dihadirkan dalam paruh pertama film, mulai dari tanggungjawab, kejujuran, hingga kepedulian terhadap sesama.

Selalu merasa hangat jika melihat kebersamaan keluarga di layar lebar/via youtube.com

Intensitas yang kurang terjaga

Tidaklah mudah menjaga konsistensi satu karakter yang diperankan oleh dua orang yang berbeda. Selain tanggungjawab aktor untuk bermain dengan pas, ada peran sutradara yang harus lihai menjaga konsistensi. Nggak akan sama persis, tapi setidaknya nggak melenceng jauh dari awalnya.

Berkaitan dengan intensitas tersebut, paruh kedua film ini berjalan sedikit keteteran. Transisi dari paruh pertama yang menceritakan masa kecil Ahok ke paruh kedua saat Ahok dewasa (Daniel Mananta) sedikit kurang mulus. Meskipun di paruh pertama saya sudah dibuat peduli pada karakter utama, saya seperti harus menjalani lagi proses memahami karakter yang sama di paruh kedua.

Namun, seakan menyadari hal tersebut, A Man Called Ahok cukup cerdas menyiasatinya. Sesekali masa kecil Ahok dan ayahnya ditampilkan kembali di paruh kedua, sehingga saya merasa diingatkan akan karakter yang sudah dibangun sebelumnya.

Belum apa-apa udah ngutang/via youtube.com

Sokongan pemeran pendukung yang apik

Jajaran aktor dalam film ini diberikan tantangan untuk berbicara dengan logat asli Belitung, meski sesekali mereka juga harus menggunakan bahasa Tionghoa. Atas tantangan ini, hampir seluruh pemeran pendukung memainkan perannya dengan sangat apik. Mulai dari Dewi Irawan, Donny Damara, Verdi Solaiman, Donny Alamsyah, hingga Ferry Salim. Tapi yang paling mencuri perhatian saya tentu aktor Deny Sumargo yang berhasil memerankan sosok ayah ketika Ahok kecil.

Penggunaan dwi bahasa dalam film ini pun seakan menjadi pengantar pertanyaan Ahok kepada ayahnya, “Kita ini Indonesia apa Cina?”, sekaligus menjadikan film ini sebagai karya yang menghargai keragaman budaya.

Suka nih aktingnya Eric sebagai Ahok kecil. Pas dalam memainkan ekspresi / via youtube.com

Ahok tidak dominan kok

Ahok dewasa justru tak tampil dominan di A Man Called Ahok. Awalnya saya kira setelah transisi ke paruh kedua, sosok Ahok akan mengambil peran, tapi rupanya sosok ayahnya (Chew Kin Wah) tetaplah dominan. Dari sini saya merasa penulis sedikit kebingungan bagaimana memunculkan sosok Ahok ke permukaan. Karena bagaimanapun juga, judul film ini adalah A Man Called Ahok, maka penonton harus tahu siapa Ahok; bukan sebatas kisah hidupnya, tapi juga pemikirannya.

Kebingungan ini menjadikan perkenalan Ahok tak ubahnya seperti tulisan biografi di situs Wikipedia. Penulis skenario hanya mengumpulkan peristiwa-peristiwa penting yang dijalani Ahok dan sedikit melupakan visi, misi dan pemikirannya. Seharusnya dengan eksplorasi keluarga yang begitu baik di paruh pertama, bisa berimplikasi pada perkembangan karakter Ahok dewasa.

Tapi…usaha Daniel Mananta dalam meniru Ahok layak diapresiasi. Awal yang bagus untuk karir akting Daniel / via youtube.com

Pada akhirnya, A Man Called Ahok bisa saja fokus pada nilai-nilai keluarga yang ingin disampaikan, daripada dipaksakan sebagai biopik yang menampilkan perjalanan Ahok hingga terpilih menjadi bupati. Perjalanan Ahok masih panjang!

- Advertisement -

The post Review A Man Called Ahok: Drama Keluarga yang Penuh dengan Nilai Kebaikan appeared first on Selipan.com.

Review Hanum & Rangga: Isu yang Ditawarkan Menarik, Penyelesaiannya Cenderung Konyol

$
0
0

“Akankah dunia lebih baik tanpa Islam?”

Itu adalah suatu pertanyaan besar dan mengusik nurani. Siapa yang bisa menjawab, membuktikan, atau membantahnya? Adalah Hanum Rais, seorang jurnalis muslim dan cerdas yang ingin membuktikan pada orang-orang di luar sana bahwa dunia akan lebih baik dengan Islam. Caranya?

Yuk kita simak kisahnya dalam Hanum & Rangga, film yang mengisahkan usaha Hanum Rais untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Isu yang ditawarkan selalu menarik

Tentu bukan hal yang mudah bagi Hanum untuk memperjuangkan citra Islam di negeri yang warga Islamnya jadi minoritas. Namun, ia beruntung karena selalu menemukan materi-materi yang menarik untuk tulisannya. Sama seperti empat seri sebelumnya, Hanum & Rangga pun memiliki materi yang menarik.

Kali ini isu yang diangkat adalah mengenai proses ‘di balik layar’ sebuah berita yang lebih sering mengedepankan share dan rating. Menurut saya, ini adalah isu yang paling menarik dibandingkan dengan film sebelumnya. Mengapa? Karena isu tersebut dekat dengan keseharian tokoh utama yang merupakan jurnalis.

Diceritakan Hanum (Acha Septriasa) mendapat kesempatan magang di GNTV (Global New York TV), sebuah media ternama di New York. Pemimpin media ini, Andy Cooper (Arifin Putra), memilih Hanum karena terpesona akan artikel yang ditulisnya mengenai sosok Azima Husein dan Philipus Brown sebagai korban tragedi 9/11 di WTC. Kisah ini diceritakan di seri sebelumnya, Bulan Terbelah di Langit Amerika. Selain itu, Cooper adalah idolanya Hanum. Maka tak heran Hanum begitu berambisi agar bisa menjadi bagian dari GNTV.

Bagi media, rating adalah Tuhan/via youtube.com

Formula konflik suami-istri yang sudah usang

Ambisius seorang Hanum dalam menggapai impiannya selalu terbentur konflik dengan suaminya, Rangga Almahendra. Rangga yang kali ini diperankan oleh Rio Dewanto (empat seri sebelumnya oleh Abimana Aryasatya), masih diceritakan sebagai seorang suami yang sabar dan peduli pada karier sang istri. Meski terkadang ia harus mengalah pada kepentingannya, termasuk disertasinya yang sejak 2013 tidak pernah selesai.

Jadi jangan heran kalau film-film Hanum akan selalu diisi oleh pertengkaran antara Hanum yang egois dan Rangga yang penyabar. Dan yang disayangkan, dialog-dialog tentang peranan suami-istri yang hadir di Hanum & Rangga nyaris tak berkembang dari film sebelumnya. Terlebih dengan hadirnya tokoh Iis (Ayu Dewi) yang menyebabkan Hanum cemburu pada Azima (Titi Kamal). Alih-alih dibuat sebagai peran komikal, hadirnya Iis malah terkesan berlebih dan nggak relevan dengan perkembangan karakter utama.

Beruntung, Acha Septriasa masih memerankan Hanum Rais dengan begitu baiknya. Isak tangis Acha adalah kunci agar film ini bisa dinikmati dengan khidmat.

Apa pentingnya Ayu Dewi ya di sini? Secara WhatsApp kan sudah ada fitur Delete Message/via youtube.com

Penyelesaian yang cenderung konyol

Isu media yang dilatari dengan konflik suami istri tersebut ternyata membawa Hanum & Rangga pada akhir yang tak semenarik tawarannya. Alih-alih menjawab pertanyaan yang menjadi isu besar dalam film ini, Hanum & Rangga malah menyajikan twist ala-ala film religi MD Pictures sebelumnya. Menyaksikan solusi yang ditawarkan Hanum & Rangga, sama gelinya ketika saya menyaksikan solusi operasi tukar wajah di Ayat-Ayat Cinta 2.

Penasaran nggak gimana akhirnya?

Acha mah totalitas mulu/via youtube.com

Posisinya di Hanum Cinematic Universe?

Hanum & Rangga masihlah terasa koheren dalam penceritaannya. Akhir yang konyol pun masih bisa dimaklumi jika dibandingkan dengan seri Bulan Terbelah di Langit Amerika yang lebih banyak diselesaikan oleh kebetulan semata. Tapi jika dibandingkan dengan seri 99 Cahaya di Langit Eropa, Hanum & Rangga masihlah jauh di bawahnya. 99 Cahaya terasa lebih tulus dan ikhlas dalam memperjuangkan citra Islam, tidak berlebihan dan tidak bombastis.

Apa mungkin aku yang salah ya mas, kata Hanum. Lha emang iya, kok nggak nyadar ya / via youtube.com

Jika tidak berharap film ini mengupas lebih dalam menjawab pertanyaan besarnya, Hanum & Rangga masih bisa dinikmati berkat lagu Krisdayanti yang mengalun indah serta penampilan Alex Abbad yang mampu membuat senyum merekah.

- Advertisement -

The post Review Hanum & Rangga: Isu yang Ditawarkan Menarik, Penyelesaiannya Cenderung Konyol appeared first on Selipan.com.

Diadaptasi dari Game Populer, Simak 5 Fakta Menarik dari Film Dreadout

$
0
0

Dikisahkan sekelompok pelajar putih abu-abu terpaksa masuk ke sebuah kampung terbengkalai ketika mereka sedang karyawisata. Ya, karena layaknya karya bergenre horor, alih-alih putar balik, para pelajar itu malah nekat memasuki kampung tersebut.

Keputusan yang terbukti berbuah malapetaka. Dalam kampung tersebut, Linda sang karakter utama dan kawan-kawannya terperangkap dalam satu sekolah berhantu. Nasib sial masih belum berhenti menyapa, karena mereka pun harus terpisah satu sama lain.

Dengan dibekali telepon genggam yang cerdas (baca: smartphone) dan lambang Tut Wuri Handayani di seragam SMA-nya, kini Linda harus mencari teman-temannya sekaligus menemukan jalan keluar dari tempat terkutuk itu.

via techinasia.id

Familiar dengan cerita Linda di atas? Ya, bagi kamu penyuka game Dreadout pastinya sudah tak asing lagi dong. Tapi tahukah kamu, kalau game tersebut diangkat ke layar lebar? Kabarnya, Dreadout akan tayang pada Januari 2019. Sebelum kamu nonton di bioskop, yuk kita simak dulu 5 fakta menariknya berikut ini.

1. Mengisahkan prekuel

Di dalam permainannya, Linda diceritakan bisa melihat hantu melalui telepon genggam.

via techinasia.id

Sejalan dengan karakter Linda, filmnya akan mengisahkan prekuel dari sosoknya tersebut. Yup, film Dreadout akan bercerita mengenai proses bagaimana Linda memiliki kemampuan tersebut.

Dengan kata lain, Dreadout versi filmnya akan menawarkan hal yang sedikit berbeda dengan apa yang ada di permainannya. Namun, menurut produser Wida Handoyo, film Dreadout masih tetap akan menampilkan suasana horor yang ada di permainannya.

2. Mengusung genre survival horror dipadu thriller ala Kimo Stamboel

via Digital Happines

Sedari dulu, bekerjasama dengan Kimo Stamboel merupakan cita-cita Rachmad Imron selaku pembuat game Dreadout. Menurutnya, jika game Dreadout diadaptasi ke layar lebar, sutradaranya harus Kimo. Alasannya sederhana, Imron sangat menyukai karya-karya Kimo di layar lebar seperti Rumah Dara (2009), Killers (2014), dan Headshot (2016).

Masih menurut Imron, Dreadout masih akan tetap mempertahankan survival horor sesuai dengan genre awal permainannya, tapi akan dipadukan dengan elemen thriller khas film-film Kimo.

Wah, makin penasaran ‘kan bagaimana jadinya Dreadout di layar lebar?

3. Butuh waktu empat tahun untuk mengembangkan naskah

Produksi Dreadout ternyata tidak main-main lho. Untuk proses pembuatan skenarionya saja mereka butuh waktu empat tahun. Goodhouse ID, selaku rumah produksi yang dipercaya membuat Dreadout, sering melakukan brainstorming naskah dengan Digital Happines, pemilik game tersebut.

Diakui Wida, produser Goodhouse ID, dirinya bersama Kimo dan partner produser lainnya, Edwin Nazir, terus menerus mencari formula yang pas untuk Dreadout agar bisa menyajikan film horor yang beda dan berkualitas dari kebanyakan film yang ada saat ini.

Proses panjang itu akhirnya berbuah hasil setelah penyusunan skenario sampai pada tahap draft 8. Bukan kerja yang mudah tentunya. Namun, seluruh kru yang terlibat melakukannya dengan semangat kekeluargaan, mengingat orang-orang yang berada di Goodhouse ID dan Digital Happines sudah berteman sejak lama. Mereka betul-betul berkolaborasi untuk kemajuan perfilman nasional, selain juga untuk menyalurkan hobi sebagai gamer.

Apakah hantu pocong naik motor ini juga akan muncul di filmnya?/via Digital Happines

4. Dipenuhi bintang-bintang muda berbakat

Dreadout itu mengisahkan sekelompok pelajar SMA. Jadi nggak heran dong karakter-karakternya bakal diperankan bintang-bintang muda berbakat yang punya fans bejibun.

Sosok Linda akan diperankan Caitlin Halderman, yang sebelumnya sering bermain di ranah drama remaja seperti Ada Cinta di SMA, Surat Cinta untuk Starla the Movie, dan Forever Holiday in Bali. Dreadout sendiri merupakan film horor pertama bagi Caitlin.

Irsyadillah dan Caitlin Halderman, pemeran utama Dreadout/via filmindobdg

Mendampingin Caitlin, ada aktor Irsyadillah yang akan memerankan Beni. Empat karakter lainnya akan diperankan oleh Jefri Nichol sebagai Erik, Marsha Aruan sebagai Jessica, Ciccio Manassero sebagai Alex, dan Susan Sameh sebagai Dian.

Untuk mendukung karakter lainnya, sederet pemain senior pun didapuk untuk bergabung dalam film ini. Mereka di antaranya adalah Mike Lucock sebagai Satpam Heri, Miller Khan sebagai Ketua Cult, dan Hannah Al Rashid sebagai Ibu Guru Sisca.

5. Akan dibawa ke pasar internasional

Game Dreadout tidak hanya populer di Indonesia, tapi juga di luar negeri, terutamanya Korea, Jepang, Amerika Serikat, hingga beberapa negara di Eropa. Hal inilah yang membuat produser memantapkan hatinya untuk membawa film Dreadout ke pasar internasional.

Niatan tersebut bahkan sudah ditanamkan sejak awal pembuatan Dreadout, sehingga dalam proses produksinya sudah memperhatikan aspek-aspek teknis agar film ini bisa dinikmati oleh pasar luar negeri. Salah satunya dengan menghadirkan subtitle yang sesuai konteks masing-masing negara yang akan dituju.

Untuk membawa Dreadout ke pasar internasional, mereka bekerjasama dengan CJ Entertainment, rumah produksi besar asal Korea yang sedang mengembangkan sayapnya ke berbagai negara, termasuk Indonesia. Beberapa film Indonesia yang sempat bekerjasama dengan CJ adalah Catatan Dodol Calon Dokter (2016), Sweet 20 (2017), Pengabdi Setan (2017), Belok Kanan Barcelona (2018), dan Aruna & Lidahnya (2018).

Poster karakter Dreadout/via Goodhouse ID

Sampai saat ini, Dreadout sudah menyelesaikan produksinya, meskipun promonya baru sebatas meluncurkan teaser trailer. Rencananya trailer dan poster resminya akan diluncurkan akhir November ini.

Ya sudah, mari kita lihat saja dulu teaser trailer-nya ya.

Gimana, apakah kamu tertarik buat nonton? Kalau saya sendiri tertarik dong, mengingat ini adalah film Indonesia pertama yang diadaptasi dari game yang juga asli buatan anak bangsa. Semoga dengan hadirnya Dreadout bisa membangkitkan industri kreatif, terutama sektor game dan film.

- Advertisement -

The post Diadaptasi dari Game Populer, Simak 5 Fakta Menarik dari Film Dreadout appeared first on Selipan.com.

4 Contoh ketika Duet Aktor Cowok Sukses Menghasilkan Chemistry Mengagumkan di Film

$
0
0

Seorang aktor hebat harus selalu bisa berperan menjadi apa saja. Ia juga harus mau dipasangkan dengan siapa saja. Tapi, ketika harus berduet, ia dan pasangan mainnya harus mengalahkan ego masing-masing demi bisa menampilkan akting yang menawan sebagai pasangan.

Kita mungkin bakal susah melupakan karakter Rangga & Cinta yang diperankan Nicholas Saputra & Dian Sastrowardoyo. Atau bagaimana kita melihat pesona Irwansyah & Acha Septriasa di setiap film yang mereka bintangi. Lebih baru lagi, ada pasangan Jefri Nichol & Amanda Rawles yang diminati anak muda zaman sekarang.

Tapi, nggak semua film itu selalu memasangkan aktor cowok dengan aktor cewek. Ada juga film yang meminta aktor cowok untuk berduet dengan aktor cowok lainnya sebagai pemeran utama, dan tentu mereka juga dituntut menghasilkan chemistry yang kuat.

Ingin tahu siapa saja? Berikut 4 pasangan aktor yang berhasil memerankan karakter mereka dengan sangat baik. Harus kamu ingat tapinya, ini bukan berarti karakter yang mereka perankan punya orientasi seksual yang menyimpang ya.

1. Vino G. Bastian – Herjunot Ali (Realita Cinta & Rock n Roll)

Dulu cowok koloran doang ke pusat keramaian masih menjadi tren/via youtube.com

Pernah berlaku nakal nggak di sekolah dulu? Bolos karena nggak suka pelajarannya, misalnya? Atau kamu ngambil makanan lima tapi ngakunya tiga ke penjaga kantin sekolah?

Kalau pernah, kamu nggak usah khawatir. Vino G. Bastian dan Herjunot Ali juga pernah nakal kok waktu SMA. Mereka sering bolos karena lebih mencintai musik daripada sekolah. Bahkan mereka bolos hanya untuk bersenang-senang atau pergi ke toko kaset milik Nadine Chandrawinata. Senakal itukah mereka?

Ya, tapi itu hanya ada di Realita Cinta & Rock n Roll, film remaja besutan Upi keluaran 2006. Di film ini, Vino yang berperan sebagai Ipang dan Junot yang berperan sebagai Nugi sukses menancapkan standar karakter ‘pelajar bandel’ di film Indonesia. Jadi jangan heran kalau karakternya bengal di film remaja masa kini sedikit banyak terinspirasi dari Ipang dan Nugi.

2. Chicco Jerikho – Rio Dewanto (Filosopi Kopi)

Sahabat sejatiku hilangkah dari ingatanmu di hari kita saling berbagi/via Visinema ID

Tidak hanya di tataran pelajar saja, persahabatan dua karakter laki-laki bisa sampai dewasa, bahkan membangun bisnis bersama. Adalah Chicco Jerikho dan Rio Dewanto yang memukau pencinta film Indonesia lewat Filosopi Kopi (2015). Mereka berhasil memerankan Ben & Jody yang harus jatuh bangun dalam mendirikan bisnis kedai kopi. Tak jarang, persahabatan mereka berdua pun menjadi taruhannya.

Menariknya, mereka berdua nggak hanya berhasil mendirikan kedai kopi di film belaka. Mereka juga membuka sebuah kedai yang diberi nama Kedai Filosopi Kopi di dunia nyata.

3. Deddy Sutomo – Oka Antara (Mencari Hilal)

Berkat Mencari Hilal, Deddy Sutomo berhasil menggondol Piala Terpuji dari Festival Film Bandung pun Piala Citra dari Festival Film Indonesia/via MVP

Chemistry yang kuat dari pasangan aktor laki-laki bisa juga terlukis dalam hubungan keluarga. Banyak lho film Indonesia yang mengisahkan tentang hubungan seorang ayah dan seorang anak. Namun, yang paling berkesan bagi saya adalah penampilan almarhum Deddy Sutomo yang berduet dengan Oka Antara dalam Mencari Hilal (2015).

Film ini menceritakan perjalanan keduanya dalam mencari hilal. Selama dalam perjalanan, perbedaan karakter keduanya sangat menonjol. Salah satunya tercermin ketika mereka tersesat. Deddy Sutomo bersikeras untuk bertanya ke warga sekitar, sementara Oka lebih memilih menggunakan Google Maps.

4. Oka Antara – Kazuki Kitamura (Killers)

Berdasarkan pengalaman saya menonton film Indonesia, dari zaman saat saya masih bocah ingusan sampai sekarang ingusnya sudah jadi danau, pasangan aktor inilah yang paling memukau. Mereka adalah Oka Antara dan Kazuki Kitamura yang dipasangkan dalam Killers (2014).

Mereka berdua sama-sama berperan sebagai seorang pembunuh, tapi cerita mereka dilukiskan berlainan. Oka diceritakan beraksi di Indonesia sedangkan Kazuki di Jepang. Namun di babak akhir film, mereka harus bertemu dan bertarung. Lantas, siapa yang akan menang?

Kalau mau diibaratkan dalam konser dangdut, pertarungan mereka di babak akhir film terlihat seperti duet maut yang sulit saya lupakan. Suara tembakan, desing peluru, hingga darah bercucuran di mana-mana, memberikan pengalaman sinematik terbaik dari mereka berdua.

Saking totalitasnya Oka Antara dalam berperan, ilernya sampai keluar beneran lho/via youtube.com

Gimana, apakah kamu suka juga dengan daftar di atas? Kalau masih ada daftar yang lain boleh ditambahkan ya.

- Advertisement -

The post 4 Contoh ketika Duet Aktor Cowok Sukses Menghasilkan Chemistry Mengagumkan di Film appeared first on Selipan.com.

Sadar Nggak, 6 Karakter Disney Ini Mungkin Punya Gangguan Mental Serius

$
0
0

Selain Doraemon, Sailor Moon, dan WWF Smackdown, saya yakin kamu pasti pernah nonton film animasi Disney saat kecil dulu. Mungkin kamu nonton film Disney karena dulu bercita-cita jadi princess; mungkin kamu gemas sama karakter-karakternya; atau mungkin juga karena kamu punya hasrat tersembunyi untuk disekap oleh monster buruk rupa di kastil raksasa, layaknya putri Belle.

Ya, Belle itu cantik dan gemar memakai gaun kuning. Ia bisa menerima kekurangan pria yang ia cintai, nggak peduli pria itu punya tampang monster. Belle itu sosok sempurna idaman pria jomblo.

Tapi, izinkan saya memberi pandangan yang bisa merusak pengalaman masa kecil kamu. Beberapa karakter Disney yang selalu digambarkan ceria itu ternyata punya gejala gangguan mental. Sebagai contoh…

1. Princess Belle (Beauty and the Beast) – Stockholm Syndrome

via indiewire.com

Stockholm Syndrome itu kurang pantas sih dimasukkan dalam kategori gangguan mental. Sindrom ini lebih condong masuk ke kondisi atau fenomena psikologis.

Apa hubungannya dengan Belle?

Gejala dari Sindrom Stokholm itu mirip banget dengan karakteristiknya Belle. Ia diculik dan disekap dengan paksa oleh the Beast di kastil. Hari demi hari dijalaninya sebagai tawanan, di mana Belle nggak diperbolehkan pulang. Tapi semua kekangan itu nggak menghalangi Belle untuk jatuh cinta pada penculiknya. Dan, coba tebak, mereka pun akhirnya hidup bahagia bersama selamanya.

Hey, Belle… saya penasaran, apa kamu benar-benar jatuh hati sama the Beast?

2. Prince Phillip (Sleeping Beauty) – somnophilia

via kmfa.org

Individu pengidap somnophilia atau Sleeping Beauty Syndrome seringkali terangsang secara seksual pada lawan jenis yang tengah tertidur/dalam kondisi tak sadar. Jadi sepertinya lebih tepat jika sindrom ini dimasukkan dalam ranah kelainan seksual alih-alih gangguan mental.

Apa hubungannya dengan Philip?

Di sini kita sedang membicarakan seorang pangeran yang melecehkan perempuan yang tengah tak berdaya. Kerjaannya si pangeran ini apa sih? Nggak ada. Setelah nongol sebentar, dia tiba-tiba muncul lagi dan langsung terangsang kala melihat Aurora tertidur pulas. Lalu, seperti yang kita tahu, ia mencium putri yang tengah tertidur itu. Ia melakukannya dengan senang hati pula.

Intinya, Prince Phillip itu cabul. Nggak heran munculnya nama Sindrom Sleeping Beauty dipengaruhi dari tindakan semena-mena sang pangeran.

3. Prince Florian (Snow White) – pedofilia

via cosmopolitan.com

Pedofilia adalah… well, kamu pasti tahu lah.

Apa hubungannya dengan Florian?

Berapakah umur Snow White ketika pangeran Florian mencumbunya? Ternyata umurnya masih 14 tahun. Jadi bisa dikatakan, Snow White itu masih di bawah umur. Apalagi kata yang tepat untuk menggambarkan Prince Florian selain pedofil?

4. Alice (Alice in Wonderland) – skizofrenia

via losbuffo.com

Skizofrenia = suatu gangguan mental yang membuat penderitanya mengalami halusinasi dan delusi. Mereka pun kesulitan membedakan realitas dan halusinasi yang disebabkan kekacauan berpikirnya.

Apa hubungannya dengan Alice?

Dunia anak kecil itu penuh dengan imajinasi. Tapi kita nggak bisa mengenyampingkan kemungkinan kalau segala keajaiban yang dilihat Alice itu merupakan halusinasinya, sebagai akibat dari skizofrenia. Ini masih diperkuat lagi dengan ketakutan Alice pada ratu yang ingin menghabisi nyawanya. Dengan kata lain, Alice mengalami paranoid, suatu gejala yang biasanya dialami oleh penderita skizofrenia.

Jadi ada kemungkinan apa yang kita tonton di Alice in Wonderland itu merupakan dunia rekaan hasil dari penyakit skizofrenia-nya Alice. Toh, nggak ada karakter lain yang melihat kucing melayang selain Alice, bukan?

5. Peter Pan (Peter Pan) – Peter Pan Syndrome

via slashfilm.com

Satu lagi gangguan mental yang dinamai dari perilaku karakter fiksi. Seseorang, biasanya laki-laki, bisa disebut memiliki Sindrom Peter Pan jika ia berperilaku tak sesuai umurnya yang telah dewasa. Mereka terus bertingkah layaknya anak kecil.

Apa hubungannya dengan Peter Pan?

Peter Pan sendiri aslinya adalah orang dewasa yang menolak untuk tumbuh dewasa. Yang ada di otaknya hanyalah bersenang-senang, layaknya anak kecil yang belum dibebani tanggung jawab. Dan ia mendapatkan keinginannya tersebut.

Peter Pan, bocah yang selamanya akan menjadi bocah. Konsekuensinya, kelakuan dan cara berpikirnya pun akan terus seperti bocah.

6. Cinderella (Cinderella) – Gangguan Kepribadian Ketergantungan

via wnyc.org

Gangguan Kepribadian Ketergantungan atau Dependant Personality Disorder ditandai oleh ketergantungan yang sangat tinggi pada orang lain untuk memerhatikan dan mengurusnya. Orang yang menderita gangguan ini biasanya juga mengalami gangguan kecemasan perpisahan (separation anxiety disorder) saat masih kecil.

Apa hubungannya dengan Cinderella?

Cinderella merupakan yatim piatu yang ditinggal mati kedua orangtuanya. Setelah kematian ayahnya, ia kemudian diurus oleh ibu tirinya yang jahat. Setiap hari ia selalu disuruh seenaknya oleh sang ibu dan dua saudara tirinya. Plusnya lagi, ia juga menerima perlakuan yang kejam.

Tapi, seberapa parah pun Cinderella disiksa, ia enggan meninggalkan ibu tirinya itu. Hidupnya seolah sangat bergantung pada ibu tirinya, sampai-sampai jika mereka berpisah, Cinderella nggak akan berdaya.

Perubahan baru terjadi saat ibu peri menolongnya (atau mengurusnya) agar Cinderella bisa ikut pesta dansa. Setelah peran ibu peri selesai, giliran pangeran tampan yang mengambil alih tugas mengurus Cinderella.

Saya jadi penasaran lagi nih, siapa kiranya orang yang akan mengurus Cinderella jika ia berpisah dengan si pangeran?

Akhir kata, saya bukan dokter atau psikologis. Di artikel ini saya cuma membicarakan tentang kemungkinan. Jadi bukan berarti Belle itu pasti mengalami Stockholm Syndrome ya.

Dan saya pun nggak punya niatan sedikit pun untuk memberi konotasi negatif pada penderita gangguan mental. Mereka bukanlah orang-orang yang harus kita jauhi. Sebaliknya, sebaiknya kita memberikan dukungan yang positif agar mereka bisa sembuh. Setuju?

- Advertisement -

The post Sadar Nggak, 6 Karakter Disney Ini Mungkin Punya Gangguan Mental Serius appeared first on Selipan.com.


Fantastic Beasts: The Crimes of Grindelwald, Sebuah Film yang Kebingungan dalam Berkisah

$
0
0

The Crimes of Grindelwald, suatu sub judul yang terdengar garang. Membaca sub judul tersebut, mungkin banyak juga dari kamu yang penasaran melihat sepak terjang Grindelwald (Johnny Depp) dalam usahanya membuat keributan di dunia sihir, keributan yang terjadi jauh sebelum Lord Voldemort bikin rusuh.

Tapi sepertinya kamu harus menelan kekecewaan. Meski nama Grindelwald ditulis dalam judul, The Crimes of Grindelwald sendiri malah lebih banyak menceritakan tentang karakter lain. Sayangnya, kebingungan yang terlihat pada judul itu turut berimbas pada hampir keseluruhan aspek di film ini; cerita yang dangkal, karakter yang terlihat dibuat setengah jadi, dan detail-detail yang sebenarnya nggak perlu dimunculkan.

Menempatkan nama Grindelwald dalam judul, tapi lebih banyak menceritakan Newt dan Credence

Grindelwald yang diperankan Johnny Depp/via usatoday.com

Sosok Grindelwald sebenarnya langsung mendapat sorotan yang cukup intens di bagian pembuka film. Lewat adegan kejar-kejaran yang fantastis, kita seperti dijanjikan untuk terus dipacu dengan adegan-adegan intens lain yang melibatkan sosok Grindelwald ke depannya. Tapi ternyata itu hanya sekadar harapan muluk saya.

Setelah itu film malah balik lagi memusatkan cerita pada Newt Scamander (Eddie Redmayne), yang sejatinya adalah tokoh utama sejak film pertamanya dirilis tahun 2016. Alih-alih menyuguhkan aksi kejahatan Grindelwald seperti judulnya, film ini malah memberikan kita kisah romansa yang belum tentu dipedulikan oleh penonton. Coba, apa kamu peduli sama hubungan antara Newt dengan Tina (Katherine Waterston), serta Queenie (Alison Sudol) dengan Jacob (Dan Fogler)?

Seolah belum cukup, penonton juga disisipi kisah cinta segitiga antara Newt-Leta (Zoë Kravitz)-Theseus (Callum Turner). Ini perang dunia sihir apa perang perasaan antar karakter sih?

Credence malah kembali mendapat sorotan dalam The Crimes of Grindelwald/via ew.com

Ya, Grindelwald yang digadang-gadang muncul sebagai karakter utama malah berakhir macam tempelan belaka. Plot akhirnya lebih berkutat di sekitar Newt dan Credence (Ezra Miller), karakter yang sempat mencuri perhatian di film pertama Fantastic Beast.

Bagaimana dengan kejahatan Grindelwald yang dimaksud dalam judul? Kejahatan Grindelwald malah jadi semacam aksi di bagian pembuka dan penutup film saja.

Jadi, kayaknya bakal lebih baik jika nama Grindelwald dihapus dari judul film ini. Saya terpikir, kenapa bukan Credence saja yang ditulis di judul? Toh, di penghujung durasi film ada kejutan besar yang melibatkan Credence lho.

Tiga hal penting yang disajikan kurang mendalam: Nagini, Nicolas Flamel, dan Deathly Hallows

Sesuai judul utamanya, Fantastic Beasts, film ini masih tetap menghadirkan makhluk-makhluk dunia sihir yang menakjubkan. Nifflers dan Bowtruckles yang sudah sempat muncul di film pertama kembali dihadirkan, meningat sosok mereka memang bisa dibilang cukup ikonik.

Dan jangan lupakan juga visualnya yang memanjakan mata. Sebagai tambahan terbaru, di film ini kamu bisa melihat penampakan Kelpie, makhluk berbentuk kuda yang hidup di air; kucing penjaga Kementrian Prancis bernama Matagot; hingga kucing raksasa bernama Zouwu. Fawkes si burung phoenix bahkan ikut kebagian porsi nongol.

Zouwu si kucing raksasa/via horrorbuzz.com

Tapi dari semua makhluk tersebut, nggak bisa dipungkiri kalau perhatian utama dalam The Crimes of Grindelwald terletak pada Nagini (Claudia Kim), sosok yang sempat menghebohkan jagat maya beberapa waktu lalu.

Dengan kehadiran Nagini yang sudah banyak penonton tahu merupakan ular peliharaan Voldemort, awalnya saya mengira bakal ada sedikit petunjuk atau cerita yang mengarahkan bagaimana Nagini bisa bergabung dengan penyihir berhidung pesek tersebut.

Tapi dengan banyaknya karakter yang muncul dalam film, Nagini malah terasa terlalu dini untuk dihadirkan. Ia hanya digambarkan sebagai teman dari Credence yang bergabung di sebuah sirkus. Saya pun jadi skeptis kalau keberadaan Nagini dalam The Crimes of Grindelwald nggak lebih dari sekadar trik promosi semata.

Karena, ya balik lagi, film ini lebih berkutat pada Newt dan Credence.

Nagini yang masih berwujud manusia (cantik)/via polygon.com

Bukan cuma Nagini saja yang keberadaannya dirasa nggak perlu. Nicolas Flamel (Brontis Jodorowsky) pun terasa dipaksakan untuk hadir. Seperti yang sudah diketahui, Flamel adalah pencipta batu bertuah yang bisa membuat pemiliknya hidup abadi. Batu bertuah itu sendiri merupakan satu dari tiga Deathly Hallows selain tongkat Elder Wand dan jubah tak terlihat.

Tapi kenyataannya, di sepanjang durasi film hanya tongkat Elder Wand (masih dipegang oleh Grindelwald) yang ditampilkan. Cukup disayangkan mengingat poster film ini menampilkan lambang Deathly Hallows dengan gamblang. Udah dikecewakan sama Nagini, eh tertipu dengan iming-iming Deathly Hallows juga.

Ngomong-ngomong masalah tertipu, ada beberapa adegan dalam trailer versi Comic Con yang nggak dimunculkan lho. Salah satunya adegan deluminator. Buat kamu yang lupa, deluminator adalah alat ciptaan Dumbledore berbentuk seperti korek api yang bisa menyimpan cahaya lampu.

Adegan deluminator yang tak ada di dalam film/via youtube.com

Jalinan cerita dalam Fantastic Beasts sejatinya memang sebuah prekuel dari saga Harry Potter yang dihadirkan untuk memperluas cerita. Siapa sih yang rela  dunia magis Harry Potter berakhir begitu saja di layar perak? The Crimes of Grindelwald bahkan memberikan sentuhan nostalgia dengan menampilkan adegan di dalam Hogwarts, lengkap dengan Albus Dumbledore muda (Jude Law) yang masih menjabat sebagai seorang guru.

Pun demikian, The Crimes of Grindelwald nggak memberikan begitu banyak hal baru untuk bisa disajikan kepada penontonnya. Sedari awal Fantastic Beasts and Where to Find Them diadaptasi, ceritanya saja sudah melenceng dan sekadar meminjam judul. Ia nggak mutlak menceritakan Newt dalam usahanya mencari makhluk magis semata.

Fantastic Beasts: The Crimes of Grindelwald terkesan hanya semacam usaha ekstensi franchise yang sengaja diulur demi terciptanya bagian trilogi. Atau mungkin benar-benar disiapkan menjadi lima rangkaian film seperti yang J. K. Rowling bilang dalam  wawancara di tahun 2016? Kita tunggu saja.

- Advertisement -

The post Fantastic Beasts: The Crimes of Grindelwald, Sebuah Film yang Kebingungan dalam Berkisah appeared first on Selipan.com.

Review Suzzanna Bernapas Dalam Kubur: Nostalgia Horor Romantis yang Menyenangkan

$
0
0

Bicara film horor Indonesia tak akan lepas dari film-film yang dibintangi Suzzanna. Puluhan film seperti Ratu Ilmu Hitam (1981), Telaga Angker (1984), Ratu Sakti Calon Arang (1985), hingga Malam Satu Suro (1988) telah ia bintangi. Sosoknya yang khas dengan tawa yang nyaring, dipadu dengan tata rias yang pas, membuat Suzzanna menjadi legenda bagi perfilman horor nasional.

Sayangnya, Indonesia kehilangan sang legenda tatkala Suzzanna menghembuskan napas terakhirnya pada 2008 silam. Memori-memori tentangnya hanya hadir lewat film-filmnya yang biasa diputar ulang di stasiun televisi.

Beruntunglah kita karena rumah produksi Soraya Intercine Films kembali menghidupkan sosok Suzzanna lewat Suzzanna: Bernapas Dalam Kubur, film yang mulai bergentayangan di bioskop sejak 15 November 2018.

via Soraya Intercine Films

Nostalgia yang menyenangkan

Di awal-awal proses produksi, Soraya menegaskan kalau Suzzanna: Bernapas Dalam Kubur bukanlah remake atau reboot dari salah satu film Suzzanna. Bernapas Dalam Kubur menghadirkan cerita baru tanpa menghilangkan suasana yang hadir dalam momen-momen ikonik di film Suzzanna.

Sunil Soraya, Ferry Lesmana, dan Bene Dion Rajagukguk yang menggawangi departemen cerita dan skenario, memang memasukkan unsur-unsur klasik yang membuat penonton bernostalgia. Beberapa di antaranya adalah adegan nonton layar tancap, set pabrik tua, daster putih yang berdarah di bagian belakang, hingga kehadiran para asisten rumah tangga yang konyol dan lucu.

Sayang, adegan sate 200 tusuk tidak ada di film ini/via youtube.com

Mempertahankan suasana komedi

Masih ingat dengan Bokir dan Dorman Borisman yang ada film-film Suzzanna zaman dulu? Ya, kehadiran Bokir dan Dorman membuat film Suzzanna menjadi segar dan menghibur tanpa saling tumpang tindih dengan elemen horornya. Sama dengan film lawasnya, Rocky Soraya dan Anggy Umbara yang duduk di kursi sutradara pun masih mempertahankan suasana komedi lewat karakter yang unik.

Di film ini, bagian tersebut dipercayakan pada Mia (Asri Welas), Tohir (Ence Bagus), dan Pak Rojali (Opie Kumis). Hasilnya, mereka berhasil mempersembahkan adegan lucu yang membuat tawa seisi ruang bioskop yang saya masuki. Bahkan di adegan ikonik menerawang hantu menggunakan kain  kafan, mereka berhasil mengolah bagian tersebut sebagai adegan yang lucu sekaligus menyeramkan di saat yang bersamaan.

Desain produksi yang serius

Ayunan menjadi kunci penting di akhir film/via youtube.com

Soraya Intercine Films memang nggak pernah main-main dalam mengeluarkan dana untuk produksi filmnya. Lihat saja film-film seperti 5 CM (2012), Supernova (2014), dan Single (2015); tiga film yang menyajikan visual megah dan sedap dipandang mata karena dikerjakan dengan serius.

Melihat hal tersebut, saya memiliki harapan yang tinggi pada Suzzanna: Bernapas Dalam Kubur, terlebih disebut-sebut biaya yang dikeluarkan setara dengan film termahal Soraya, Tenggelamnya Kapal van Der Wijck (2013).

Jadi bagaimana hasilnya?

Yang paling menonjol adalah penataan artistik film yang mendukung sekali suasana tahun 80-an. Adanya mobil dan lukisan antik, serta pernak-pernik rumah menghadirkan kesan nuansa klasik yang kental. Selain artistik, Bernapas Dalam Kubur pun unggul dari segi penataan kamera. Banyak teknik yang dimainkan oleh Ipung Rachmat Saipul mampu menciptakan pengalaman sinematik yang berbeda sekaligus memuaskan.

Nggak kalah mengejutkan adalah penataan musik yang dikerjakan dengan tepat. Bernapas Dalam Kubur tahu betul kapan suatu musik harus muncul mengiringi adegan dan kapan ia harus diam. Semua ditata apik oleh Andhika Triyadi yang sebelumnya menonjol di film-film remaja seperti Perahu Kertas, Ada Cinta di SMA, dan Marmut Merah Jambu.

Kapan lagi melihat setan ketakutan sambil pake mukena/via youtube.com

Luna Maya = Suzzanna Wanna Be

Jika kamu berharap Luna Maya tampil sama persis dengan Suzzanna, kamu mengharapkan sesuatu yang nggak mungkin terjadi. Karena bagaimanapun, mereka adalah dua orang yang berbeda, meskipun produser tetap harus melakukan usaha agar Luna Maya menyerupai sosok aslinya sedekat mungkin.

Tentang hal tersebut, Soraya sampai membuat topeng prostetik yang menyerupai Suzzanna lho.

Usaha itu pun tak sia-sia. Luna Maya terbukti mampu menjadikan Suzzanna seperti hidup kembali. Saya kira Luna Maya mempersembahkan akting horor terbaiknya di film ini.

Berduet dengan Herjunot Ali yang berperan sebagai Satria (suaminya), Luna Maya pun berhasil menciptakan ikatan yang pas sebagai seorang istri. Bisa dikatakan penampilan duet Junot dan Luna adalah salah satu penampilan romantis terbaik di sinema horor Indonesia.

Mau kemana kalian?/ via youtube.com

Cerita klise tapi penceritaannya mengikat

Bernapas Dalam Kubur patuh pada alur film-film Suzzanna sebelumnya: Suzzanna mati terbunuh, menjadi hantu, lalu diakhiri dengan balas dendam pada orang yang menjahatinya. Sesederhana itu. Tapi di balik kesederhanaan alurnya, banyak elemen kejutan yang dihadirkan dalam film ini, termasuk bagaimana proses tewasnya para penjahat yang membunuh Suzzanna.

Sebagai pecinta film horor/thriller, Bernapas Dalam Kubur tampil memuaskan dalam hal memenuhi dahaga saya yang “haus akan darah”. Momen tewasnya Dudun (Alex Abbad), salah seorang pembunuh Suzzanna, bisa dikata sebagai adegan pembunuhan yang paling keren yang ditawarkan dalam film ini.

Selain memang adegan-adegannya menakjubkan, motivasi setiap adegan yang dihadirkan sangat kuat. Dalam penceritannya, Suzzanna: Bernapas Dalam Kubur nggak pernah keluar dari batasan yang ia buat sendiri; konsisten dan mengikat.

Semua hal positif di atas masih dibantu pula oleh penampilan para aktor yang gemilang. Apresiasi tinggi perlu disematkan pada Teuku Rifnu Wikana, Verdi Solaiman, Kiki Narendra, dan Norman Akyuwen.

“Berarti kita pembantunya setan”/via youtube.com

Pada akhirnya, selain memberikan rasa nostalgia akan film lawasnya, Suzzanna: Bernapas Dalam Kubur juga sangat bergairah dalam membangun cerita. Yang seperti ini lah, yang layak disebut penghormatan bagi sang legenda.

- Advertisement -

The post Review Suzzanna Bernapas Dalam Kubur: Nostalgia Horor Romantis yang Menyenangkan appeared first on Selipan.com.

5 Alasan Kenapa Kamu Harus Nonton Film Calon Bini

$
0
0

Screenplay Films termasuk rumah produksi yang cukup produktif membuat film setiap tahunnya. Tahun 2018 saja tercatat 7 film sudah diproduksi, yang di antaranya adalah London Love Story; The Perfect Husband; Jailangkung 2; Dancing in the Rain; dan Something in Between. Sementara untuk tahun 2019, Screenplay sudah mempersiapkan beberapa film keren, termasuk Calon Bini.

Jadwal rilisnya memang masih beberapa bulan lagi, tapi saya mau kasih 5 alasan yang bisa jadi bahan pertimbangan kenapa kamu harus nonton Calon Bini.

via Screenplay Films

1. Mengusung genre drama komedi

Sepak terjang Screenplay di layar lebar memang lebih terkenal dalam meramu film genre drama cinta remaja. Beberapa filmnya sukses menembus jajaran film Indonesia terlaris di setiap tahun.

Tapi film yang akan diarahkan Asep Kusdinar, sutradara langganan Screenplay, ini agak sedikit berbeda. Pasalnya, Calon Bini sudah dipersiapkan Screenplay untuk mengocok perut dan menghadirkan tawa, meskipun masih akan dibalut dengan drama khas Screenplay Films.

2. Kembalinya duet Rizky Nazar & Michelle Ziudith

Calon Bini akan mempertemukan kembali dua aktor yang menjadi kesayangan Screenplay: Rizky Nazar dan Michelle Ziudith. Keduanya didapuk menjadi pemeran utama setelah pernah berduet di London Love Story 2 pada awal 2017. Tapi di film ini, Rizky dan Ziudith ditantang untuk memerankan karakter di luar zona nyaman mereka selama ini.

Ziudith akan berperan sebagai Ningsih, gadis asal Jogjakarta yang mempunyai mimpi setinggi angkasa. Di sisi lain, pamannya berkeinginan menjodohkan Ningsih dengan anak Kepala Desa. Mengetahui hal ini, Ningsih pun kabur ke Jakarta demi menghindari perjodohan sekaligus menggapai impiannya. Di sanalah ia bertemu dengan seorang cowok ganteng nan rupawan yang diperankan Rizky Nazar.

Calon Bini merupakan film komedi pertama bagi Rizky dan Ziudith, dan mereka dituntut harus mampu menciptakan suasana yang lucu dan menghibur.

3. Didukung pemain-pemain senior

Belakangan ini film-film Screenplay selalu mendapat sokongan dari para pemain senior kelas satu, semisal Slamet Rahardjo di The Perfect Husband dan Christine Hakim di Dancing in The Rain. Calon Bini pun demikian. Slamet Rahardjo akan kembali ambil bagian dalam film ini sebagai Prawira, atasan Ningsih ketika bekerja di Jakarta.

Selain Slamet, Niniek L. Karim, Cut Mini, Dian Siddik, Butet Kertaradjasa, hingga Minati Atmanegara akan turut serta bermain dalam film yang melakukan proses syuting di Jogjakarta ini.

4. Penampilan khusus dari cucu Antonio Blanco

Tahu siapa Antonio Blanco? Mungkin fans Rizky Nazar & Michelle Ziudith kurang familiar dengan nama Antonio Blanco. Ya wajar juga sih, karena dia bukan seorang aktor melainkan pelukis terkenal asal Filipina yang menghabiskan hidupnya di Indonesia.

Calon Bini akan menghadirkan salah satu cucu Antonio Blanco di filmnya. Penasaran juga ‘kan, apa hubungannya penampilan cucu dari Blanco dengan alur cerita Calon Bini?

5. Pernah ada sinetronnya

via youtube.com

Kalau kamu pecinta sinetron dan punya ingatan yang bagus, pasti akan teringat dengan satu sinetron dengan judul yang sama. Ya, Calon Bini pernah digunakan sebagai judul sinetron yang ditayangkan oleh SCTV di tahun 2011.

Sinetronnya sendiri dibintangi oleh Vino G. Bastian dan Marsha Timothy. Apakah film Calon Bini ini merupakan sekuel atau remake dari sinetronnya, mengingat film dan sinetronnya diproduksi oleh rumah produksi yang sama?

Apakah 5 alasan di atas bikin kamu tertarik buat nonton Calon Bini? Kalau saya sih iya, mengingat ini film komedi pertama bagi Ziudith dan Rizky. Penasaran juga bagaimana penampilan dan akting keduanya di genre yang baru mereka bintangi ini.

- Advertisement -

The post 5 Alasan Kenapa Kamu Harus Nonton Film Calon Bini appeared first on Selipan.com.

Menikmati Aksi Perebutan Software yang Dikemas bak Spionase dalam The Girl in the Spider’s Web

$
0
0

The Girl in the Spider’s Web sejatinya merupakan sekuel dari The Girl with the Dragon Tattoo yang rilis tahun 2011. Meski berstatus sebagai film lanjutan, Spider’s Web nyatanya diset menjadi soft-reboot dengan perubahan aktor utama, yang asalnya Rooney Mara diganti jadi Claire Foy. Inilah yang akhirnya bikin Spider’s Web tetap bisa dengan mudah diikuti walaupun kamu belum sempat menonton film pendahulunya.

Rooney Mara sebagai Lisbeth Salander dalam The Girl with the Dragon Tattoo/via geekinsider.com

Usaha mencuri balik barang curian

The Girl di dalam judul merujuk pada sosok Lisbeth Salander (Claire Foy), seorang peretas atau hacker yang ingin menegakkan keadilan dengan caranya sendiri. Salah satu aksinya, yang terbilang unik dan keren, bisa kamu lihat saat Lisbeth membobol rumah seorang pelaku dan menggantungnya di langit-langit rumah.

via variety.com

Sepak terjang Lisbeth yang beraksi secara underground membuatnya dipercaya oleh Frans Balder (Stephen Merchant) untuk mengemban tugas penting. Balder meminta Lisbeth menggondol suatu program bernama Firefall yang sebelumnya diambil oleh kelompok kriminal. Karena merasa bertanggung jawab pada Balder, Lisbeth pun berusaha mengambil kembali Firefall sambil mencari tahu identitas kelompok kriminal tersebut.

Ibaratnya sih Lisbeth berusaha mencuri barang yang sebelumnya juga dicuri oleh dirinya sendiri. Keadaan jadi menjadi semakin rumit ketika pihak Amerika memburu Lisbeth karena dianggap telah mencuri Firefall.

Plot bak jaring laba-laba yang mudah dicerna

Karena Spider’s Web merupakan film action, sudah bisa dipastikan kamu bakal melihat banyak aksi menegangkan yang dilakukan oleh Lisbeth. Dan berhubung Lisbeth digambarkan sebagai peretas, aksi-aksinya sering melibatkan kemampuan Lisbeth dalam memanfaatkan teknologi.

Alih-alih menggunakan perangkat komputer, handphone yang Lisbeth bawa seolah menjadi senjata mematikan. Lisbeth bisa dengan mudah melakukan banyak aksi yang menghadangnya, seperti mengendalikan mobil atau memata-matai dari jauh hanya dengan bermodalkan ponsel.

via rogerebert.com

Meskipun jualan utama dari Spider’s Web terletak pada sajian action yang beberapa kali digeber di sepanjang durasi, film ini juga menghadirkan kelebihan yang terletak pada drama kisah masa lalu Lisbeth. Isu politik, keluarga, sampai LGBT juga bisa kamu temukan tanpa harus merasa terganggu dengan cara penyisipannya.

Sama seperti judulnya, Spider’s Web atau jaring laba-laba, banyak isu yang saling berpilin dalam film ini. Tapi untungnya, jalinan cerita dalam Spider’s Web bisa mengalir tanpa terasa bertele-tele. Padahal awalnya saya pikir film bakal berjalan dengan rumit dan penuh intrik layaknya permainan catur yang dimainkan Lisbeth muda di awal film dimulai.

Penggunaan Stockholm sebagai latar tempat cerita dan penggambaran dinginnya salju juga terbukti mampu memperkuat tone cerita, sekaligus turut mengentalkan pribadi karakter Lisbeth secara nggak langsung. Sepak terjang Lisbeth yang tampil dingin dan tangguh bikin ia terlihat layaknya Jason Bourne versi perempuan.

Ya, Lisbeth bisa dikata merupakan satu-satunya karakter yang memegang peranan penting untuk menghidupkan cerita secara keseluruhan.

via theplaylist.net

Meski awalnya bukan diset sebagai film bertema spionase, Claire Foy kayaknya layak diadukan dengan karakter mata-mata pria. Semoga saja sekuel lanjutannya nanti nggak mengganti Claire Foy sebagai pemeran utamanya.

- Advertisement -

The post Menikmati Aksi Perebutan Software yang Dikemas bak Spionase dalam The Girl in the Spider’s Web appeared first on Selipan.com.

Selain Fantastic Beast, Ini 5 Kisah Lain tentang Dunia Sihir Harry Potter yang Bisa Diangkat dalam Film

$
0
0

Tujuh seri novel dan delapan film adaptasi yang sama-sama meraup sukses besar. Rasanya nggak berlebihan jika kita menyebut Harry Potter sebagai salah satu karya fiksi paling fenomenal di muka bumi ini. Hebatnya lagi, tujuh novel dan delapan film itu pun bukanlah akhir dari universe Harry Potter. Coba kamu hitung deh, sudah berapa banyak buku dan film yang berhubungan dengan dunia magis Harry Potter?

Tahun 2010 lalu, J. K. Rowling sempat berujar nggak akan pernah lagi menulis kisah tentang Harry Potter. Meskipun nyatanya, ia menulis lagi Harry Potter and the Cursed Child untuk pertunjukan drama teater yang kemudian dicetak ke dalam bentuk buku.

Di tahun yang sama, Rowling menulis tiga e-book berjudul Hogwarts: An Incomplete and Unreliable guide; Short Stories from Hogwarts of Power, Politics and Pesky Poltergeists; serta Short Stories from Hogwarts of Heroism, Hardship and Dangerous Hobbies.

J. K. Rowling sang pengarang kisah fenomenal Harry Potter/via medium.com

Jangan lupakan pula usaha Rowling melebarkan dunia fiksi rekaannya lewat tiga buku lain: Fantastic Beasts and Where to Find Them, Quidditch Through the Ages, dan The Tales of Beedle the Bard. Mengikuti jejak Harry Potter, Fantastic Beasts and Where to Find Them pun dibuatkan versi adaptasi filmnya yang rilis tahun 2016.

Jadi, totalnya sudah berapa? Lumayan banyak juga ya.

Tapi berhubung masih banyak hal yang bisa diulik dan karakter yang juga masih bisa dieksplorasi, berikut ini ada beberapa kisah lain dalam universe Harry Potter yang punya potensi untuk diangkat dalam film.

1. Cinta segitiga Severus-Lily-James

via wizardsandwhatnot.com

Severus Snape itu merupakan sosok yang awalnya dibenci. Tapi ia berubah jadi sosok yang dicintai saat kisah masa lalunya terbongkar di film terakhir. Ya, siapa sangka kalau Severus sebenarnya menyimpan rasa pada Lily, yang notabenenya adalah ibu dari Harry Potter!?

Well, setelah kita dibombardir dengan kisah pertarungan antara yang jahat dengan yang baik, kayaknya nggak ada salahnya kalau kisah cinta segitiga antara Severus – Lily – James mendapat sorotan yang lebih dalam. Cerita asmara mereka bisa dibawakan dalam bentuk drama romantis ringan, meski tetap menggunakan unsur sihir sebagai pendukung visual yang cantik.

Hitung-hitung kita bisa mengenal Hogwarts lebih dalam juga, ‘kan?

2. Death Eaters

via knightmodels.com

Kalau kamu termasuk penonton yang masih mengharapkan banyak adegan pertarungan sihir, saya yakin cerita tentang kelompok Death Eaters yang merupakan pengikut setia Voldemort bisa jadi pilihan bagus untuk diangkat.

Cerita Death Eaters ini bisa mengeksplorasi para pengikutnya seperti Lucios Malfoy, Peter Pettigrew, atau Bellatrix Lestrange. Tapi bakal lebih seru lagi kalau Voldemort juga ambil bagian dalam fokus ceritanya.

Nggak menutup kemungkinan juga jika nantinya kisah Death Eaters merembet ke karakter-karakter lain seperti Remus Lupin dan Sirius Black yang sempat berteman dengan Pettigrew.

3. Keluarga Pure Blood

Contoh silsilah pohon keluarga dalam cerita Harry Potter/via reddit.com

Di dunia sihir ciptaan Rowling, ada istilah Darah Murni dan Darah Campuran bagi seorang penyihir. Dikatakan Murni jika penyihir tersebut lahir dari orangtua yang juga penyihir; Campuran jika ada penyihir yang lahir dengan salah satu orangtuanya merupakan muggle alias nggak punya kemampuan sihir.

Dalam cerita Rowling juga ada beberapa nama keluarga yang menjunjung tinggi nilai kemurnian tersebut, seperti keluarga Malfoy, Lestrange, dan Black. Bakal menarik sih melihat nenek moyang dari ketiga keluarga tersebut, apalagi keturunan dari mereka ada yang saling menikah hanya demi mempertahankan keturunan berdarah murni.

4. Sekolah Beauxbatons dan Durmstrang

Murid-murid aduhai dari Beauxbatons yang sempat muncul dalam kisah Goblet of Fire/via harrypotter.wikia.com

Selain Hogwarts, Rowling mengenalkan dua sekolah lain: Beauxbatons di Prancis dan Durmstrang di Irlandia. Mungkin nanti ceritanya bisa dikembangkan lewat karakter Fleur Delacour yang berasal dari Beauxbaxtons, dan Viktor Krum yang mewakili Durmstrang. Ngomong-ngomong, Grindelwald juga diceritakan dari Durmstrang lho.

Seru juga kalau kita bisa melihat sekolah sihir lain di luar Hogwarts. Tapi kalau harus memilih, saya lebih pengin mengenal Beauxbatons lebih jauh sih. Alasannya apalagi kalau bukan banyaknya murid perempuan cantik di sana!

5. Hagrid

via screenrant.com

Dari beberapa guru yang ada di Hogwarts, sosok Hagrid punya tempat spesial di ingatan sebagian besar penggemar Harry Potter. Dan menurut saya, sekelumit kisah masa lalu Hagrid yang beberapa kali disinggung dalam cerita flashback bisa lebih dieksplorasi secara khusus untuk mengetahui kisahnya secara utuh.

Lagipula jika kisah Newt Scamander saja bisa dibuatkan filmnya dengan menampilkan banyak makhluk fantastis sesuai minatnya, kita harusnya bisa dong melihat makhluk buas kegemaran Hagrid. Aragog dan naga misalnya?

Dari beberapa kisah tersebut, mana yang paling kamu idamkan untuk diangkat jadi film? Siapa tahu diam-diam J. K. Rowling dan pihak studio juga punya niatan yang sama. Siapa tahu…

Kalau kamu punya opini lain, silakan tulis di kolom komentar ya.

- Advertisement -

The post Selain Fantastic Beast, Ini 5 Kisah Lain tentang Dunia Sihir Harry Potter yang Bisa Diangkat dalam Film appeared first on Selipan.com.

6 Karakter Anime dengan Penampilan yang Paling Nggak Sedap Dipandang Mata

$
0
0

Berdasarkan pengalaman saya menonton anime dalam belasan tahun belakangan, saya menyadari satu fenomena yang… sebenarnya nggak penting-penting amat sih. Tapi demi kemaslahatan umat manusia, akhirnya saya memberanikan diri untuk mengungkit fenomena ini.

Apa yang saya temukan adalah lumayan banyak anime yang memberlakukan dua kutub ekstrem dalam menggambarkan fisik karakternya. Coba bandingkan:

Dengan…

Bagai dua kutub yang berseberangan, fisik mereka beda banget ‘kan?

Karakter tipe kedua ini biasanya punya fungsi sebagai antagonis atau figuran. Tapi entah apa pun posisi mereka, yang jelas banyak anime yang membutuhkan kehadiran karakter-karakter unik dan buruk rupa ini. Jadi dalam rangka menghormati mereka, saya memutuskan untuk membuat daftar karakter anime yang paling kurang sedap dipandang.

1. Pandemonium – Gintama

via ginnodangan.wordpress.com

Kamu yang mengikuti manga atau anime Gintama pasti nggak asing sama Pandemonium. Dan entah kenapa saya selalu ketawa-ketawa sendiri kalau mengingat adegan cinta antara Pandemonium dan Shinpachi.

Pandemonium memang layak dikategorikan sebagai karakter anime yang paling nggak saya harapkan merayap di lantai rumah. Gimana nggak? Coba kita perhatikan dengan saksama wujudnya yang antik itu.

Matanya yang besar melotot berwarna kuning; alih-alih rambut, kepalanya ditumbuhi urat yang menonjol; dan yang paling menjijikan adalah bibirnya yang terbuka lebar.

Duh! Nggak cuma masalah mukanya, kamu pasti tahu lah kalau Pandemonium ini punya tubuh larva yang kalau diamati dengan seksama nampak seperti kecoa. Kamu nggak merasa jijik? Gimana kalau kamu lihat Pandemonium ngeluarin lendir?

2. Big Mom – One Piece 

via wwgossip.com

Charlotte Linlin alias Big Mom adalah salah satu karakter antagonis di One Piece. Yah siapa sih yang bakal lupa sama karakter ini? Wujud perempuan raksasa dan bertubuh bulat (bahkan saking bulatnya, dagu dan lehernya susah banget dibedain) ini pasti meninggalkan jejak mendalam di ingatan penggemar One Piece.

Dengan tubuh raksasanya, kesan nggak banget dari Big Mom diperparah lagi dengan riasan wajahnya yang menor abis: eyeshadow super tebal dan lipstik merah menyala. Oh, belum lagi warna pink dari rambut dan pakaiannya yang bercorak polkadot itu nggak nyambung sama topi bajak lautnya. Mungkin ahli fashion bakal bilang kalau tampilan Big Mom ini  fashion disaster!

3. Witch of The Waste – Howl’s Moving Castle

via disney.wikia.com

Kalau sebelumnya ada Big Mom, sekarang ada Witch of The Waste yang sanggup bikin penglihatan kita terasa nggak nyaman. Ia punya tubuh yang penuh lemak, terlebih di bagian lehernya, yang bikin kepalanya jadi terlihat kecil. Ukuran badan dan kepalanya memang nggak proporsional banget, super aneh!

Mirip dengan Big Mom, Witch of The Waste ini doyan banget pakai eyeshadow super tebal dan lipstik dengan warna yang meriah. Eyeshadow super tebalnya juga bikin tatapan mata Witch of The Waste makin terlihat culas, mirip tatapan ala sinetron gitu lho. Ugh!

4. Bon Clay – One Piece

via funnyjunk.com

Karakter yang satu ini berasal dari One Piece (lagi). Memang sih, One Piece itu sarang dari karakter-karakter dengan penampilan yang ajaib. Tapi penampilan Mr. 2 lebih spesial dari karakter-karakter aneh lainnya di One Piece. Bon Clay alias Mr. 2 dari tim Baroque Works ini bener-bener punya penampilan yang menyakiti logika fashion.

Begini, Bon Clay adalah sesosok pria flamboyan yang mengenakan baju balet biru ala kerajaan Eropa era pertengahan, jubah merah muda panjang dengan aksen bola bulu, sepatu balet merah muda, serta sayap dan dua kepala angsa sebagai ‘pemanis’ penampilannya. Satu nilai plus lain dari Mr. 2 bisa dilihat dari bulu kakinya yang nggak dicukur.

Sekarang bayangkan jika kamu punya janji kencan buta dengan seseorang, dan orang itu ternyata punya penampilan mirip Mr. 2. Kira-kira apa yang akan kamu lakukan?

5. Ichiya – Fairy Tail

via budyfight.wikia.com

Ini nih, Ichiya dari Fairy Tail. FYI, Ichiya ini termasuk karakter anime yang sering menuai hujatan. Kasihan ya? Cuma ya mau bagaimana lagi, Ichiya punya wajah yang mau diapain juga nggak bakal jadi cakep. Susah deh pokoknya.

Dengan raut wajah yang cenderung tua dan nampak seperti om-om genit, dagu yang berbentuk belahan bokong, lengkap dengan tatapan mata yang mengundang kita untuk menamparnya, membuat Ichiya memenuhi semua komponen karakter yang kurang sedap dipandang. Apalagi kalau kamu tahu sihir andalan Ichiya adalah parfum kecantikan.

6. Nakajima – Rave Master

via absoluteanime.com

Yang terakhir namun tak kalah menjijikannya adalah karakter non-manusia dari anime Rave Master, Nakajima! Beliau ini adalah karakter yang bikin kamu nggak bisa berkata-kata, jika sekiranya kamu bertemu langsung sama dia. Bentuknya yang seperti bunga matahari berwarna hijau, ditempeli muka yang gimana pun ekspresinya tetap nggak akan enak dilihat. Ditambah lagi anggota tubuhnya cuma terdiri dari kepala dan tangan.

Konon, Nakajima sebenarnya adalah serangga! Dengan bentuk seperti itu, ternyata ia adalah serangga!?

Itu dia karakter-karakter dalam anime yang penampilannya kurang sedap dipandang. Intinya sih, mereka itu jelek. Ada karakter yang terlewatkan di daftar ini, nggak?

- Advertisement -

The post 6 Karakter Anime dengan Penampilan yang Paling Nggak Sedap Dipandang Mata appeared first on Selipan.com.

Review Robin Hood (2018): Satu Karya Remake yang Nggak Perlu untuk Dibuat

$
0
0

Sepertinya saya nggak perlu mengenalkan ke kamu siapa itu Robin Hood. Hampir semua orang di dunia ini kayaknya tahu tentang Robin Hood, seorang bangsawan yang suka mencuri dari sesama bangsawan, lalu membagi hasil rampasannya itu ke masyarakat miskin. Lagipula kisah Robin Hood udah berulang kali diangkat ke layar lebar.

Lalu apa yang ditawarkan film adaptasi terbaru dari Robin Hood ini?

Lupakan sejenak semua tentang Robin Hood. “Lupakan tentang sejarah, lupakan semua yang kau tahu…” begitulah kata narator di bagian pembuka film. Ia seperti menekankan bahwa Robin Hood versi tahun 2018 ini akan membuat kita tercengang dengan pembaharuan cerita dan karakter Robin Hood.

Tapi sejujurnya, film ini nggak begitu banyak mengalami perbedaan berarti dari karya-karya Robin Hood sebelumnya yang jauh lebih baik. Mungkin Hollywood benar-benar sudah kehabisan ide segar untuk membuat film.

Sentuhan modernisasi yang kelewat modern

Perbedaan paling menonjol dalam adaptasi terbaru Robin Hood ini adalah sentuhan modernisasi. Mungkin karena ingin mengadaptasi cerita klasik dengan bebas sekaligus leluasa, film ini bahkan nggak memberitahukan informasi tentang setting waktu kapan peristiwa dalam film berlangsung.

Hal ini kemudian terlihat dari penggunaan kostum yang kelewat modern. Ya, untuk sebuah kisah yang katanya terjadi di abad pertengahan, kostum yang dipakai para karakter di film ini memang kelewat modern.

Sisi modernisasi lain yang terasa kentara ada pada sisi scoring. Joseph Trapanese yang bertugas menggubah musik sebagai pendukung latar adegan, menghadirkan iringan yang terdengah riuh untuk menaikkan tensi. Tapi pilihan irama musiknya sama sekali jauh dari kesan zaman dulu. Apalagi saat credit title bergulir, pilihan lagu berirama rock berjudul Viktor yang dinyanyikan oleh Bonnie Brae terasa kurang nyambung.

via forbes.com

Bukti bahwa kisah Robin Hood ini terjadi di masa kuno hanya terlihat dari senjata yang digunakan. Robin Hood memakai busur dan panah; bukan pistol, bedil, atau senapan.

Terbantu oleh performa aktor yang bermain maksimal

Jamie Dornan sebagai magnet penonton kaum hawa/via imdb.com

Robin Hood versi 2018 ini sepertinya memang sengaja memasukkan sentuhan modernisasi demi menjaring penonton berusia muda. Pilihan aktornya pun semakin memperkuat dugaan itu.

Sebut saja nama Taron Egerton yang berperan sebagai Robin Hood atau Jamie Dornan yang berperan sebagai Will ‘Scarlet’ Tillman. Duo aktor tersebut merupakan jaminan daya pikat bagi kaum hawa muda untuk menonton film ini. Tapi untungnya, mereka nggak sekadar jual tampang doang. Keduanya bisa tampil dengan baik dalam membawakan peran masing-masing.

Pujian pun harus dilemparkan pada Eve Hewson yang memerankan Marion, love interest dari Robin. Marion hadir nggak hanya sebagai karakter pemanis atau bahan romansa dalam cerita, karena ia juga berperan penting dalam membantu Robin. Dari semua karakter, hanya Marion yang bisa mengenali Robin meski wajahnya tertutup masker. Kekuatan cinta memang ajaib ya!

via collider.com

Satu poin plus lain dari film ini didapat dari chemistry antara Robin dan Yahya a.ka. John (Jamie Foxx) yang berjalan apik.

Simpulannya?

via myvue.com

Kalau kamu mengincar adegan aksi, Robin Hood menawarkan adegan yang terlihat gahar, meskipun: 1) Efek CGI yang digunakan masih kentara, sehingga terkadang kelihatan bohongannya; 2) Penggunaan teknik slow motion mampu memberikan intensitas keseruan yang lumayan memikat, walaupun kekuatan busur dan panah kadang terasa begitu overpowered.

Robin Hood sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menunjukkan performanya lewat adegan aksi dan barisan pemainnya.

Tapi kalau melihat eksekusi jalan ceritanya yang agak berantakan, Robin Hood mungkin lebih baik tetap dibawakan sebagai dongeng pengantar tidur seperti yang diucapkan oleh Robin sendiri dalam narasi pembukanya, alih-alih sebagai film. Bahkan para aktornya layak mendapat simpati, karena mereka bisa saja bermain di film yang lebih bagus.

- Advertisement -

The post Review Robin Hood (2018): Satu Karya Remake yang Nggak Perlu untuk Dibuat appeared first on Selipan.com.


Memaknai Kebijakan dalam Menggunakan Internet lewat Ralph Breaks the Internet

$
0
0

Bukan cuma manusia yang bisa merasakan jenuh dalam menjalani rutinitas. Vanellope (Sarah Silverman) yang merupakan karakter dari sebuah video game ternyata bisa merasakan kebosanan juga. Ia bosan terus-terusan balapan dengan rute dan lintasan yang sama tanpa adanya tantangan baru di dalam permainan tersebut.

via geektyrant.com

Ralph (John C. Reilly) sang sahabat kemudian berinisiatif ‘membuka’ jalur baru untuk dieksplorasi Vanellope. Namun tindakan Ralph tersebut malah membuat konsol Sugar Rush rusak dan terancam nggak bisa dimainkan sama sekali. Ralph dan Vanellope pun berusaha mencari suku cadang yang hanya tersisa satu-satunya di dunia dengan masuk ke dalam dunia internet.

Petualangan Ralph dan Vanellope itu bisa kamu saksikan di Ralph Breaks the Internet.

Dimanjakan dengan banyak cameo karakter ikonik

Mengambil latar enam tahun setelah film pertamanya, Ralph Breaks the Internet rupanya masih berkutat tentang persahabatan antara Ralph dan Vanellope sebagai dua karakter utamanya. Sepanjang film berjalan, cerita memang terasa lebih difokuskan pada dua karakter tersebut, dan mengenyampingkan karakter lain yang sempat tampil di film pertamanya seperti pasangan Felix (Jack McBrayer) dan Calhoun (Jane Lynch).

Penjelajahan Ralph dan Vanellope yang mengarungi internet nyatanya malah membuat mereka (sekaligus penonton) bertemu dengan banyak karakter lain yang nggak kalah menariknya. Ada Shank (Gal Gadot), si pembalap dari game online Slaughter Race; KnowsMore (Alan Tudyk), yang sama seperti Google; kepala algoritma situs BuzzTube bernama Yesss (Taraji P. Henson); hingga avatar iklan clickbait yang justru ramah dan jauh dari kesan mengganggu, Spamley (Bill Hader).

Ralph, Yesss, dan Vanellope mengarungi internet/via vox.com

Ingat dengan film Ready Player One yang menghebohkan lewat banyaknya referensi pop culture? Formula budaya pop tersebut ternyata diikuti juga oleh film ini yang hadir dengan visualisasi yang nggak kalah epik.

Beberapa nama situs besar bermunculan disini seperti Google, IMDB, Twitter, eBay, sampai Pinterest. Tapi bukan Disney namanya kalau nggak bisa memanjakan para penonton. Kemeriahan terbesar dalam film ini terletak dari banyaknya cameo yang bermunculan saat Ralph dan Vanellope mengarungi internet.

Kamu bisa melihat banyak karakter ikonik dari dunia perfilman: mulai dari Stormtrooper, R2-D2, C-3PO, Buzz Lightyear, Baymax, Eeyore, Groot, sampai sosok legendaris Stan Lee. Gong terbesar tentunya hadir lewat crossover para putri Disney yang rela mengolok-olok diri mereka sendiri sebagai bahan lelucon di dalam film. Gokil juga melihat usaha Disney tersebut karena sampai menghadirkan para pengisi suara asli dari tiap karakter yang notabene hanya hadir sekilas.

Crossover paling fenomenal sejauh ini di dunia perfilman/via ign.com

Membawa pesan positif bagi anak-anak dan orang dewasa

Lewat Ralph Breaks the Internet, Disney seolah ingin memberikan pelajaran pada anak-anak juga orang dewasa jika internet bukanlah tempat yang benar-benar menyenangkan. Beberapa pesan yang disampaikan juga sebenarnya lebih ngena bagi penonton dewasa.

Dari kisah Ralph dan Vanellope, penonton bisa mengambil pelajaran jika persahabatan memang terkadang rumit layaknya hubungan sepasang kekasih. Bukan cuma pasangan saja yang bisa bingung mengambil keputusan untuk kelangsungan masa depan. Hubungan persahabatan juga bisa menjadi rumit saat ada masalah yang melibatkan mimpi dan ambisi. Karena pada akhirnya yang bisa dilakukan seorang sahabat hanyalah mendukung dan menghargai keputusan tersebut meski awalnya sulit menerima.

Pesan terkait internet juga bisa menjadi semacam self reminder tersendiri. Wejangan singkat berupa “Be fear of the internet” yang diucapkan oleh penjaga portal Wi-Fi seolah jadi sebuah peringatan dini sebelum Ralph dan Vanellope menyusup masuk. Toh dibalik gemerlapnya dunia internet, ada juga tempat yang biasa disebut sebagai Dark Web di mana kejahatan digital banyak bersemayam.

Hingar bingar keseruan Ralph saat menjadi sensasi video viral pun dipatahkan saat ia termenung membaca banyaknya komentar negatif di antara pujian terhadap dirinya. Dialog Yesss yang berkata “First rule of the internet: don’t read the comments” semacam jadi sindiran tersendiri bagi banyaknya orang yang ingin terkenal dengan jalan singkat meski harus mempermalukan dirinya sendiri.

Apakah kamu sudah merasa bijak dalam bersahabat dan menggunakan internet?

- Advertisement -

The post Memaknai Kebijakan dalam Menggunakan Internet lewat Ralph Breaks the Internet appeared first on Selipan.com.

4 Contoh ketika Duet Aktor Cewek Sukses Menghasilkan Chemistry Mengagumkan di Film

$
0
0

Sebelumnya, kita sudah membahas tentang duet aktor cowok yang menghasilkan chemistry luar biasa ketika diduetkan dalam film. Nggak adil dong rasanya kalau kita nggak membahas aktor ceweknya? Betul? Makanya, di artikel ini saya membuat daftar kombinasi duet aktor cewek yang bikin kita terpana dengan akting mereka.

Ingin tahu siapa saja? Berikut 4 pasangan aktor yang dimaksud. Harus kamu ingat tapinya, ini bukan berarti karakter yang mereka perankan punya orientasi seksual yang menyimpang ya.

1. Titi Kamal – Kinaryosih (Mendadak Dangdut)

Lay lay lay lay, panggil aku si jablay/via youtube.com

“Neng, ikut abang dangdutan yuk.”

“Najis lu!”

Penggalan dialog di atas mungkin jadi salah satu dialog yang dikenang dari dunia perfilman Indonesia. Ya, dialog tersebut muncul dalam Mendadak Dangdut yang diproduksi oleh SinemArt pada tahun 2006. Tak sebatas dialog tersebut, film ini pun menjadi spesial berkat akting menawan dari Titi Kamal dan Kinaryosih.

Kegemilangan Titi Kamal tergambarkan dengan jelas lewat perannya sebagai Petris, seorang penyanyi rock alternatif yang selalu memandang remeh segala sesuatu. Sedangkan Kinaryosih? Ia berperan sebagai Yulia, kakak sekaligus manajernya Petris, yang sering dibentak-bentak oleh adiknya itu.

Kalau dipikir-pikir, ini adalah pasangan yang suka melengkapi satu sama lain. Yang satu suka membentak; yang satu suka dibentak-bentak. Sempurna!

2. Adinia Wirasti – Prisia Nasution (Laura & Marsha)

“Pada saat lu sudah gak punya apa-apa lagi, berarti udah gak ada lagi yang bisa hilang dong, jadi lu bisa bener-bener bebas ngelakuin apapun”/via youtube.com

Pernah bepergian dengan sahabat tercinta? Kalau belum cobain deh, soalnya ada pepatah mengatakan kita belum bisa mengenal orang lain sebelum melakukan tiga hal dengannya. Salah satunya adalah bepergian bersama. Itulah yang dilakukan oleh duet aktor Adinia Wirasti dan Prisia Nasution yang bepergian bersama ke Eropa dalam Laura & Marsha (2013).

Ternyata perjalanan mereka jauh dari kata mulus. Persahabatan mereka yang sudah terjalin dari SMA nggak menjamin keduanya sama-sama terbuka satu sama lain. Tanpa diketahui Marsha, Laura sebenarnya punya agenda tersendiri yang membuatnya setuju pergi ke Eropa.

Penampilan mereka berdua yang teramat menawan (dan mampu menguras emosi penonton), dijamin kamu nggak akan bosan selaman nonton film ini. Berkat Laura & Marsha pula Adinia Wirasti yang berperan sebagai Marsha berhasil menyabet Piala Citra Pemeran Utama Wanita Terbaik FFI 2013.

3. Marsha Timothy – Acha Septriasa (Nada Untuk Asa)

via youtube.com

Secara usia, Marsha dan Acha hanya terpaut 10 tahun. Namun siapa sangka, dalam Nada Untuk Asa (2015), Marsha dan Acha harus berperan sebagai ibu dan anak. Atas peran ini, Marsha Timothy yang berperan sebagai Nada, ibunya Asa, harus terlihat lebih tua dan berperan dengan meyakinkan sebagai seorang ibu.

Segala usaha yang dilakukan oleh keduanya memang tampak meyakinkan ketika saya menontonnya. Kepedihan seorang ibu yang mendapati anaknya terkena sebuah penyakit dilakoni Marsha dengan baik. Pun Acha yang tampil gemilang mengimbangi Marsha.

Marsha dan Acha bisa dibilang salah satu duet yang menguras emosi dan air mata saya. Terbukti, kerja keras mereka pun diapresiasi oleh penghargaan tanah air. Marsha Timothy mendapat Pemeran Utama Wanita Terbaik di Indonesian Movie Actor Awards 2015, sementara Acha Septriasa berhasil meraih nominasi Pemeran Pembantu Wanita Terpuji di Festival Film Bandung 2015.

4. Chelsea Islan – Pevita Pearce (Sebelum Iblis Menjemput)

Keduanya masuk nominasi Pemeran Utama Wanita Terpuji FFB 2018 / via youtube.com

Tiada yang paling membahagiakan selain melihat Chelsea Islan dan Pevita Pearce berada dalam satu frame. Terlebih melihat permainan mereka bukan dalam balutan drama cinta ala Hayati atau Ilona, tapi dalam balutan darah. Semua itu bisa kita saksikan di Sebelum Iblis Menjemput, film horor/thriller karya Timo Tjahjanto yang tayang pada Agustus 2018.

Dalam film ini, Chelsea dan Pevita ditantang untuk memerankan karakter di luar zona nyaman mereka, di mana keduanya harus terbiasa dengan aksi pembunuhan penuh darah dan kengerian.

Menurut saya, kolaborasi mereka dalam Sebelum Iblis Menjemput adalah sebuah nikmat yang tak bisa didustakan. Kapan lagi coba lihat Chelsea Islan bermain dalam kubangan lumpur?

via youtube.com

Segitu dulu saja ya contohnya. Kalau kamu punya daftar lain, jangan ragu tambahkan di kolom komentar.

- Advertisement -

The post 4 Contoh ketika Duet Aktor Cewek Sukses Menghasilkan Chemistry Mengagumkan di Film appeared first on Selipan.com.

Ini Dia 10 Film Baru Desember 2018 yang Wajib Masuk Daftar Tontonan

$
0
0

Bulan Desember itu berarti sama dengan makin dekatnya kita dengan pergantian tahun. Nah, sambil menunggu tahun baru, saya mau kasih kamu beberapa pilihan film baru Desember 2018 yang bisa kamu tonton untuk mengisi waktu luang. Siapa tahu kamu terinspirasi untuk mengunjungi beberapa tempat yang jadi latar dalam film-film berikut buat merayakan tahun baru. Menyelam ke dasar laut seperti Aquaman sambil bawa-bawa trisula, misalnya?

Jason Momoa sebagai Aquaman/via cnet.com

1. Mortal Engines (5 Desember 2018)

Diangkat dari buku karangan Philip Reeve, visualisasi dari trailer film bersetting dunia post-apocalyptic ini sekilas mengingatkan dengan film Mad Max: Fury Road yang fenomenal itu. Kisahnya sendiri masih seputar pemberontakan dalam latar kota London yang diceritakan sudah berubah dalam bentuk kendaraan yang bisa berpindah-pindah. Cukup seru juga kayaknya, apalagi film ini diproduseri oleh Peter Jackson yang pernah sukses menghasilkan trilogi Lord of the Rings dan The Hobbit.

2. Mary Queen of Scots (7 Desember 2018)

Film hasil adaptasi buku lagi nih. Film baru Desember 2018 nomor dua ini merupakan adaptasi dari buku berjudul Queen of Scots: The True Life of Mary Stuart karangan John Guy. Saya cukup penasaran juga sama film ini, mengingat Josie Rourke yang sebelumnya banyak berkecimpung dalam penyutradaraan drama teater bertindak sebagai sutradaranya.

Filmnya sendiri memusatkan cerita tentang Queen of Scots, Mary (Saoirse Ronan) yang berusaha mengambil tahta sepupunya, Queen Elizabeth I (Margot Robbie).

Kamu suka drama sejarah? Mary Queen of Scots merupakan pilihan yang tepat buat kamu.

3. Spider-Man: Into the Spider-Verse (12 Desember 2018)

Ini film Spider-Man yang bergaya animasi sih. Dan saya tahu, nggak semua dari kamu itu suka sama film animasi.

Tapi daripada kesal nunggu sekuel Spider-Man: Far From Home yang baru tayang tahun 2019, mending kamu pemanasan dulu bersama Spider-Man: Into the Spider-Verse yang cuplikannya sempat muncul di post-credit Venom. Apalagi film ini bakal melibatkan banyak sosok Spider-Man yang bersatu dalam dimensi paralel

Untuk apa para Spider-Man ini kumpul bareng, kamu tanya? Untuk menghentikan satu ancaman besar yang mengancam. Nggak tahu tuh apa jenis ancamannya.

4. The Mule (14 Desember 2018)

The Mule mengisahkan tentang seorang veteran yang beralih menjadi pengedar narkoba. Ia yang tadinya berhadapan dengan ancaman peluru yang beterbangan, kini berusaha menyelundupkan obat-obatan terlarang ke bandar besar.

The Mule menawarkan ide cerita yang menarik, terlebih film ini mengangkat kisah nyata yang pernah dimuat di The New York Times. Artikel berjudul The Sinaloa Cartel’s 90-Year-Old Drug Mule ditulis oleh Sam Dolnick.

Film ini juga punya potensi yang menjanjikan dengan dibintangi banyak nama besar: Clint Eastwood (yang juga bertindak sebagai sutradara), Bradley Cooper, Laurence Fishburne, Michael Peña, Dianne West, dan Andy Garcia.

5. Aquaman (19 Desember 2018)

DC terlihat cukup percaya diri dengan hanya mengandalkan satu film di sepanjang tahun 2018 lewat Aquaman. Apalagi film ini ditempatkan di penghujung tahun lewat Aquaman.

Seperti yang terlihat dari judulnya, tentunya kisah dalam film ini bakal difokuskan dengan sepak terjang Arthur Curry alias Aquaman (Jason Momoa) yang sebelumnya sempat nongol di Justice League. Penasaran juga sih gimana sutradara spesialis genre horor bakal mengeksekusi film bertema superhero.

Ya, film ini distutradarai James Wan lho. Kamu belum tahu? Ke mana saja dirimu selama ini?

6. Bumblebee (19 Desember 2018)

Layaknya Baladewa yang tak pernah bosan mendengarkan lagu Risalah Hati-nya Dewa 19, mungkin masih ada orang di luar sana yang terus menginginkan kelanjutan franchise Transformers. Kalau nggak gitu, kita nggak akan disuguhi satu spin-off Transformer yang diberi judul Bumblebee di bulan Desember 2018 ini.

Bumblebee bakal menyoroti kisah salah satu robot ikonik yang juga bernama Bumblebee. Kenapa namanya mesti Bumblebee ya, bukan Dark Evil Megalodon Pyromaniac Bee? Padahal nama terakhir kedengarannya lebih keren.

Film ini juga bisa dikategorikan sebagai prekuel karena kisahnya mengambil jarak waktu 20 tahun sebelum kejadian dalam film Transformers pertama. Dan setelah franchise Transformers bolak-balik dibintangi oleh pria sebagai karakter utamanya (Shia Labeouf dan Mark Wahlberg), Bumblebee akan dibintangi aktris muda cantik yang juga dikenal sebagai penyanyi, Hailee Steinfeld.

7. Welcome to Marwen (21 Desember 2018)

Mark (Steve Carell) adalah seorang korban kekerasan yang hidup di panti rehabilitasi akibat trauma yang dideritanya. Selain melakukan terapi, ia juga sering bermain dengan miniatur mainan bernama Marwencol sebagai salah satu usahanya untuk sembuh.

Itulah inti cerita yang akan kamu temukan dalam Welcome to Marwen. Konsep film yang disutradarai Robert Zemeckis ini terbilang unik karena menggabungkan live action dengan animasi seperti yang terlihat dalam trailernya. Semoga nggak semengecewakan The Walk yang juga diarahkan Robert Zemeckis ya.

8. Holmes & Watson (25 Desember 2018)

Sosok detektif Sherlock Holmes memang udah berulang kali diadaptasi. Beberapanya antara lain yang diperankan Robert Downey Jr. dalam Sherlock Holmes (2009) dan yang diperankan Benedict Cumberbatch dalam serial Sherlock.

Nah, kali ini giliran Will Ferrell yang bertugas memerankan Sherlock Holmes dengan gaya komedi khasnya. Sedangkan John Watson sang partner Sherlock bakal diperankan sambil ditemani oleh John C. Reilly, yang sebelumnya pernah berpartner dengan Ferrel di Talladega Night dan Step Brother.

Semoga Holmes & Watson bisa ikut menghibur momen liburan Natal kamu dengan lelucon-leluconnya.

9. On the Basis of Sex (25 Desember 2018)

Kisah kesetaraan gender selalu menarik untuk diangkat dalam film, apalagi jika kisah tersebut diadaptasi dari kisah nyata. Dalam On the Basis of Sex, Ruth Bader (Felicity Jones) akan diceritakan melawan penindasan saat menempuh pendidikan di Harvard Law School, sampai akhirnya ia bisa menjadi seorang Hakim Agung di Amerika Serikat.

10. Mary Poppins Returns (26 Desember 2018)

Entah kenapa film musikal sering dirilis di penghujung tahun. Apa itu tren tersendiri? Buktinya ada La La Land (2016) dan The Greatest Showman (2017).

Desember 2018 ini pun nggak lepas dari film musikal lewat Mary Poppins Returns. Dengan jarak 54 tahun dari tahun perilisan film pertamanya, film ini bakal menceritakan tentang Mary Poppins (Emily Blunt) yang kembali mengunjungi keluarga Banks di saat mereka sedang menghadapi kesulitan dalam hidup.

Wah, daftar pilihan film baru Desember 2018 menarik semua ya. Sudah menentukan mau menonton yang mana?

- Advertisement -

The post Ini Dia 10 Film Baru Desember 2018 yang Wajib Masuk Daftar Tontonan appeared first on Selipan.com.

5 Film Indonesia yang Tayang Desember 2018, Cukup Menjanjikan!

$
0
0

Di bulan Desember, biasanya bioskop tanah air diserbu oleh film-film yang digarap serius dari rumah produksi ternama. Sebut saja rumah produksi seperti MD Pictures, Soraya Intercine Films, Starvision, dan Screenplay Production. Dan itu bukan tanpa alasan. Data menyebutkan film-film yang tayang di bulan Desember mampu meraih penonton ratusan ribu hingga jutaan dan masuk ke jajaran 15 Film Indonesia terlaris setiap tahunnya.

Di tahun 2014 kita punya Supernova, Merry Riana, dan Assalamualaikum Beijing. Tahun 2015 dihiasi oleh Ngenest, Negeri van Oranje, Single, dan Bulan Terbelah di Langit Amerika. Tahun 2016 hadir film Hangout, Cek Toko Sebelah, Headshot dan Bulan Terbelah di Langit Amerika part 2 . Sementara Ayat-ayat Cinta 2, Susah Sinyal, dan Surat Cinta untuk Starla berhasil masuk dalam jajaran film Indonesia terlaris 2017.

Lalu bagaimana dengan Desember 2018? Nampaknya tahun ini, Desember tidak lagi dijadikan ‘summer‘ bagi film Indonesia. Sampai artikel ini ditulis, hanya ada lima film Indonesia yang sudah terkonfirmasi akan tayang pada bulan Desember 2018.

Film apa sajakah itu dan bagaimana potensinya dalam meraup ratusan ribu penonton? Mari kita daftarnya.

1. Sesuai Aplikasi – 6 Desember 2018

Sesuai Aplikasi berkisah tentang dua pengemudi ojek online, Pras (Valentino Peter) dan Duras (Lolox) yang harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Bukan cuma untuk makan dan bayar tempat tinggal malah, keduanya juga harus bekerja keras demi orangtua mereka. Pras bekerja keras untuk membiayai operasi jantung ibunya; Duras ingin memenuhi wasiat ayahnya untuk membiayai pendidikan adiknya, Monik (Meisya Amira).

Ide ceritanya lekat dengan kehidupan sehari-hari, dan itu bisa jadi faktor yang bikin kamu merasa terhubung dengan cerita Sesuai Aplikasi. Tak hanya itu, hadirnya Gibran Rakabuming sebagai cameo pun jadi daya tarik khusus dari film ini.

Untuk menambah kekuatan Sesuai Aplikasi, sutradara Adink Liwutang pun mendapuk Titi Kamal untuk berperan sebagai penyanyi dangdut yang sudah terbukti ampuh di Mendadak Dangdut (2006).

2. Tusuk Jelangkung di Lubang Buaya – 6 Desember 2018

Horor masihlah menjadi tema yang sering diproduksi di dunia perfilman Indonesia. Kali ini, sutradara Erwin Arnada, yang bertugas sebagai produser eksekutif Tusuk Jelangkung (2002), membawa kembali film tersebut dengan judul Tusuk Jelangkung di Lubang Buaya.

Mengingat nama Tusuk Jelangkung yang cukup terkenal di masanya, Tusuk Jelangkung di Lubang Buaya berpotensi meraih jumlah penonton yang tinggi. Itu didukung juga dengan hadirnya bintang-bintang muda seperti Anya Geraldine, Nina Kozok, dan Ryan Wijaya yang didapuk sebagai pemeran utama.

3. Silam – 13 Desember 2018

MD Pictures memanfaatkan ketenaran Danur Universe dalam promo film horor terbarunya, Silam. Meski saya sendiri (yang sudah menonton Danur, Danur 2 Maddah, dan Asih) masih bingung mengapa Silam tergabung ke Danur Universe. Namun, justru itu bisa jadi suatu hal yang memikat mereka yang penasaran dan pengin tahu apa hubungannya Silam dengan ketiga film Danur Universe.

Nggak seperti Danur yang mengusung aktor-aktor muda dengan jumlah fans setara ratusan batalion, Silam mendapuk pemain pendatang baru Zidane Khalid sebagai pemeran utama. Meskipun untuk memperkuat departemen pemeranan, MD Pictures juga mengajak para pemain senior seperti Wulan Guritno, Nova Eliza, dan Surya Saputra untuk bergabung bersama Silam.

4. Milly & Mamet – 20 Desember 2018

Dipercaya oleh Starvision membesut tiga film, Ernest Prakasa berhasil membuktikan bahwa film garapannya mampu meraih jumlah penonton yang banyak, pun penghargaan dari berbagai festival film tanah air. Mungkin karena kesuksesannya itu, tahun ini Ernest kembali dipercaya mengarahkan film keempatnya, Milly & Mamet.

Ini adalah film hasil kerja sama antara Starvision dan Miles Film, mengingat Milly dan Mamet adalah karakter yang ada di film Ada Apa Dengan Cinta produksi Miles. Dengan tetap mempertahankan Sissy Prescillia sebagai Milly dan Dennis Adhiswara sebagai Mamet, nampaknya Milly & Mamet akan menjadi film Desember yang paling banyak ditonton.

Selain itu, film Milly & Mamet juga banyak dimeriahkan oleh bintang-bintang ternama seperti Julie Estelle, Dian Sastrowardoyo, Titi Kamal, Adinia Wirasti, Surya Saputra, Roy Marten, hingga Melly Goeslaw dan Isyana Sarasvati. Tak lupa pula bintang yang tengah digandrungi kaum hawa, Yoshi Sudarso, pun akan ikut meramaikan Milly & Mamet.

5. Asal Kau Bahagia – 27 Desember 2018

Asal Kau Bahagia yang diadaptasi dari lagu populer Armada bisa saja jadi kuda hitam di deretan film Indonesia Desember 2018. Pasalnya, bintang muda Aliando Syarief ditunjuk sebagai pemeran utamanya. Kekuatan Aliando, ditambah dengan brand rumah produksinya, Falcon Pictures, yang belakangan ini sering mencetak film-film laris membuat Asal Kau Bahagia punya potensi untuk meraup jumlah penonton yang banyak.

Di film ini Aliando akan berduet dengan Aurora Ribero (Susah Sinyal, R: Raja, Ratu & Rahasia) dan pendatang baru Dewa Dayana. Di puncak Festival Film Bandung 2018 yang digelar beberapa waktu lalu, penampilan keduanya sanggup memukau penonton yang hadir. Hal ini bisa menjadi indikasi bahwa Aliando masih menjadi magnet untuk menarik penggemarnya nonton di layar lebar. Meski secara data, dua film Aliando sebelumnya Janji Hati dan Pertaruhan tak menunjukkan itu.

Dari 5 film di atas, mana saja yang ingin kamu tonton? Dan menurut kamu, kira-kira film apa yang akan meraih jumlah penonton paling banyak?

- Advertisement -

The post 5 Film Indonesia yang Tayang Desember 2018, Cukup Menjanjikan! appeared first on Selipan.com.

Tebak-tebakan Nggak Berhadiah: Apa Film Panjang yang Bakal Menggondol Piala Citra FFI 2018?

$
0
0

Ajang penghargaan tertinggi bagi insan perfilman, Festival Film Indonesia (FFI), akan digelar sebentar lagi. FFI tepatnya akan digelar Minggu, 9 Desember 2018.

Nah, di FFI ini ada satu kategori puncak yang selalu jadi incaran para sineas, yakni penghargaan untuk Film Terbaik. Tahun 2018 hanya ada empat film yang berhasil masuk di kategori ini. Dan keempatnya pun banyak meraih nominasi dari kategori lainnya.

Lalu film apa yang bakal bawa pulang piala citra tahun ini? Mari simak tebak-tebakan nggak berhadiah berikut ini.

1. Aruna dan Lidahnya (September 2018)

Sama seperti Posesif, keempat pemeran ini masuk nominasi / via Palari Films

Aruna dan Lidahnya adalah film kedua Edwin bersama Palari Films setelah Posesif, yang pada tahun 2017 lalu dipermasalahkan karena masuk nominasi FFI 2017 sebelum mengantongi STSL (Surat Tanda Lulus Sensor) dari Lembaga Sensor Film.

Meski diwarnai kontroversi, nyatanya Posesif tetap melaju kencang hingga berhasil membawa pulang piala citra kategori Sutradara Terbaik (Edwin), Pemeran Utama Wanita Terbaik (Putri Marino), dan Pemeran Pembantu Pria Terbaik (Yayu Unru).

Senada dengan Posesif, Aruna dan Lidahnya pun masuk di kategori pemeran hingga film terbaik. Toh dari respons sejauh ini saja, Aruna yang berkisah tentang perjalanan empat sekawan dalam menjelajahi kuliner ini dapat banyak pujian dari penonton.

Tapi jika menilik para pemenang film terbaik FFI pasca-2000, Aruna bukanlah film tipe FFI yang mengusung gagasan dan tema yang unik dan ke-Indonesiaan yang kental. Aruna masihlah film umum yang bisa dinikmati oleh banyak kalangan. Namun, Aruna punya potensi menjadi kuda hitam dan meluncur mulus menjadi film terbaik mengalahkan tiga pesaing beratnya.

Kemungkinan piala citra kategori Pemeran Utama Wanita Terbaik adalah Dian Sastro vs Marsha Timothy/via Palari Films

Meski kalau nanti akhirnya gagal, Aruna bisa saja seperti Posesif menggondol piala di kategori pemeranan dan teknis. Kategori yang paling saya yakini bakal diraih Aruna adalah Penulis Skenario Adaptasi Terbaik karena ia hanya bersaing dengan Teman Tapi Menikah dan Si Doel the Movie.

2. Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak (November 2017)

Dea Panendra tampil bagus di Marlina, tapi saya menjagokan Ayu Laksmi (Sekala Niskala) sebagai Pemeran Pendukung Wanita Terbaik/via youtube.com

Kehadiran Marlina yang mendapat nominasi terbanyak di FFI tahun ini barangkali sudah bikin jiper para nominasi lainnya. Bagaimana nggak? Sebelum masuk FFI, Marlina sudah berkeliling di berbagai festival dalam dan luar negeri. Bahkan Marlina menjadi perwakilan Indonesia di ajang Oscar 2019 untuk kategori Film Berbahasa Asing Terbaik.

Melihat rekam jejaknya, banyak pihak yang menginginkan Marlina meraih Film Terbaik di FFI 2018. Kepentingannya pun cukup jelas. Kemenangan Marlina nantinya diharapkan bisa membantu suksesnya ilm tersebut sebagai perwakilan Indonesia di Oscar.

Mengingat beberapa tahun belakangan karya yang dikirim ke Oscar bukanlah peraih film terbaik di FFI, tapi ada rasa kebanggaan jika itu adalah film yang juga dianggap terbaik oleh festival tertinggi dalam negeri. Tapi yah kembali lagi, setiap festival punya kriteria tersendiri

3. Sekala Niskala (Maret 2018)

Pemeran anak harusnya jatuh pada pemeran Sekala Niskala nih/via youtube.com

Kalau mencari film Indonesia yang berisi kearifan lokal dan kurang bisa dinikmati oleh mayoritas penonton, maka jawabannya adalah Sekala Niskala. Dengan kriteria seperti itu, yang kebanyakan orang bilang jenis art-house, maka Sekala Niskala ini bisa menjadi pilihan juri.

Hal ini bukan tanpa alasan. Berkaca pada FFI 2015 yang memenangkan film sederhana ‘hitam putih’, Siti (2016), dibanding film-film mewah seperti Toba Dreams dan Guru Bangsa: Tjokroaminoto, maka Sekala Niskala punya peluang yang sangat besar untuk meraih film terbaik.

Film yang menceritakan fenomena kembar buncing di Bali ini dieksekusi secara tak biasa oleh Kamila Andini. Selain itu, film ini pun sudah berkeliling di berbagai festival film dalam dan luar negeri, meski kiprahnya tak sebanyak Marlina.

Sebelum masuk ke film keempat, saya mau kasih tahu informasi yang tambahan mengenai ketiga film di atas. Aruna, Marlina, dan Sekala Niskala juga mendapat nominasi Sutradara Terbaik. Dan hanya tiga film itu yang mengisi nominasi tersebut.

Maka, jika menganut teori film dan sutradara satu paket, kombinasi pemenangnya akan berada di antara mereka.

4. Sultan Agung (Agustus 2018)

Setelah meraih Pemeran Utama Pria Terpuji di FFB 2018, Ario Bayu saja mendapat piala citra. Tapi, kayaknya juri lebih memilih Iqbaal Ramadhan (Dilan 1990)/via youtube.com

Film ini mendapat nominasi paling sedikit jika dibandingkan dengan ketiga film lainnya di atas. Sultan Agung hanya mengumpulkan tujuh nominasi dibawah Marlina (15 nominasi), Aruna dan Lidahnya serta Sekala Niskala (9 nominasi). Bahkan, jumlah ini masih kalah dari Wiro Sableng yang mengumpulkan delapan nominasi.

Lantas apakah peluang Sultan Agung mati begitu saja? Secara hitungan statistik, tentu peluang keempatnya sama besar, yakni 25%. Tapi jika bicara fakta, film biopik garapan Hanung Bramantyo sulit meraih kategori puncak FFI. Pada tahun 2010, ketika Sang Pencerah diunggulkan, muncul kontroversi yang berujung pada pemecatan juri yang memilih Sang Pencerah.

Setelah itu film-film biopik Hanung sering mendapat nominasi terbanyak tapi hanya menjadi penghias nominasi. Saya ambil contoh Soekarno: Indonesia Merdeka pada FFI 2014 dan Kartini pada FFI 2017.

Meski gagal membawa pulang piala film terbaik, beruntung Soekarno dan Kartini masih membawa pulang piala lain. Ironi terjadi pada FFI 2016, ketika Rudy Habibie mendapat nominasi terbanyak namun pulang dengan tangan hampa.

Berharap penyanyi Ratusan Purnama ini bisa bawa pulang piala / via youtube.com

Berkaca pada faktor tersebut, agaknya Sultan Agung yang mendapat nominasi paling sedikit, bakal kesulitan meraih film terbaik FFI tahun ini. Tapi saya masih berharap Marthino Lio yang berperan sebagai Sultan Agung muda bisa membawa pulang piala Pemeran Pendukung Pria Terbaik.

Dari tebak-tebakan di atas, saya kira Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak yang akan membawa pulang piala citra sebagai Film Terbaik. Menurut kamu film apa?

- Advertisement -

The post Tebak-tebakan Nggak Berhadiah: Apa Film Panjang yang Bakal Menggondol Piala Citra FFI 2018? appeared first on Selipan.com.

Viewing all 562 articles
Browse latest View live